Semua Bab Pelayan Lima Tuan Muda Perkasa: Bab 31 - Bab 40

Mobil segera melaju meninggalkan keramaian mall, menuju mansion keluarga Limantara. Di dalam kabin, Elzen mengajak Abigail bernyanyi lagu ulang tahun. "Abi harus rajin berlatih," kata Elzen sambil tersenyum pada keponakannya. "Minggu depan ulang tahun Paman Elzen dan Paman Elbara. Paman ingin Abi yang menyanyikan lagu ulang tahun.”Abigail mengangguk antusias. "Aku akan menyanyi dua lagu, Paman.”“Kalau Tante Valen sudah datang, Abi bisa berlatih bersamanya. Suara Tante Valen sangat merdu,” timpal Elzen.Sekarang Moza paham mengapa Lira memperingatkannya tentang kedatangan Valen. Ternyata hal itu berkaitan dengan perayaan ulang tahun Elbara. Tentu saja, Valen ingin merayakan momen spesial bersama calon suaminya.Mobil akhirnya memasuki gerbang mansion yang megah dan berhenti di halaman depan.Moza bergegas keluar seraya menggandeng tangan Abigail. Sedangkan Elzen berjalan di belakang mereka, diikuti oleh pengasuh Abigail yang setia.Sesampainya di ruang tengah, Moza merundukkan badan

Pertanyaan Dastan bagai cambuk yang menyentak kesadaran Moza. Dalam sekejap, rasa takutnya tersapu oleh gelombang keberanian yang menyala.Tidak. Dia tidak boleh kalah sekarang. Bagaimanapun dia tidak akan membiarkan Dastan Limantara menganggapnya sebagai wanita yang bisa dibeli atau dimainkan."Uang maupun kepuasan, dua-duanya tidak saya butuhkan," jawab Moza mantap.Suaranya tiba-tiba menjadi jelas dan penuh keyakinan, meski jantungnya berdebar kencang. Dia menatap langsung ke mata Dastan yang gelap."Yang saya butuhkan hanyalah pekerjaan sebagai pelayan Tuan Besar. Kalau sekarang Tuan Muda melampiaskan amarah pada saya, saya bisa salah paham." Moza sengaja menjeda, memastikan setiap kalimatnya tertanam dalam. "Saya bisa mengira Anda cemburu karena menyukai saya. Benar tidak?"Wajah Dastan langsung menggelap. Aura dinginnya memenuhi ruangan."Kau terlalu percaya diri. Kau pikir siapa dirimu?" geramnya, menatap Moza bagai ingin meluluhlantahkan wanita itu. "Bukankah kau yang berusa

Di sisi lain, Moza langsung masuk ke kamarnya dan mengunci pintu. Dia menyandarkan tubuh di pintu, berusaha menenangkan deru napas dan debaran jantungnya yang masih memburu. Lega sekali dia berhasil memenangkan pertaruhan itu. Dengan keangkuhan Dastan yang setinggi langit, pria itu pasti akan menepati janji untuk tidak mengganggunya lagi.Namun, di balik rasa lega, ada kegelisahan yang menggerogoti. Kenapa dia mulai terhanyut saat berada dalam dekapan pria itu? Sensasi panas dari sentuhan Dastan, aroma maskulin yang melekat, bahkan caranya yang dominan telah meninggalkan jejak yang dalam. Tidak, ini terlalu berbahaya.“Aku harus menghindari kontak fisik dengannya,” gumam Moza sambil menutup mata rapat-rapat.Tidak boleh tumbuh perasaan lain di dalam hatinya. Bagaimanapun jatuh ke dalam pesona Dastan Limantara adalah jalan menuju kehancuran. Moza menggigit bibir bawah, dia harus kembali fokus pada misi utama. Rencana selanjutnya adalah mendekati Rezon. Berdasarkan informasi dari E

Wajah Bu Lintang berubah pucat, tangannya yang masih mengupas mangga langsung berhenti bergerak."Saya hanya bercerita tentang mangga, Tuan Besar. Saya bawa mangga dari pohon di rumah. Sudah masak sempurna.”Tuan Markus tidak serta-merta percaya. Tatapannya tertuju pada Bu Lintang sebelum akhirnya beralih kepada Moza.“Moza, tolong bersihkan kamarku. Aku akan menulis di teras. Pastikan kursi, meja dan jendela bersih. Jangan sampai ada debu yang tertinggal."“Baik, Tuan Besar,” jawab Moza sambil bergegas keluar dapur. Ia melewati kursi roda Tuan Markus dengan hati berkecamuk.Saat Moza telah pergi, Tuan Markus menatap Bu Lintang dengan pandangan yang dalam."Lintang, kau sudah puluhan tahun melayaniku. Kau tahu aturan di keluarga ini—beberapa hal lebih baik tetap menjadi rahasia."Kepala Bu Lintang menunduk dalam-dalam, raut mukanya penuh penyesalan."Maafkan saya, Tuan Besar. Saya tidak akan berbicara sembarangan lagi dengan Moza, terutama mengenai para Tuan Muda."“Sekarang, kau boleh

Usai panggilan video yang mengusik ketenangannya, Moza beranjak dari batu besar di tepi danau. Ia berjalan pelan menyusuri jalan setapak yang sama. Membiarkan rambutnya yang terurai diterpa angin sepoi-sepoi dari arah danau.Di kesunyian perjalanan pulang, pikiran Moza melayang kepada sang ibu yang telah tiada. Andai saja ibunya masih ada, dia pasti akan melarangnya untuk menikah dengan Yohan. Bila dipikir lagi, senyum manis Yohan, dan niatnya untuk buru-buru menikah terkesan mencurigakan.Firasat Moza mengatakan bahwa Yohan sengaja menjebaknya di resort. Matanya yang ditutup, kepergian Yohan yang cukup lama, dan masuknya pria misterius itu ke dalam kamar, semua telah diatur sedemikian rupa.Akan tetapi, Yohan adalah karyawan level menengah, mana mungkin ia punya hubungan dengan keluarga Limantara?Entahlah, ia perlu menyelidiki hal ini. Ia harus tahu apakah Yohan mengalami peningkatan karier pasca peristiwa tersebut.Sambil memikirkan berbagai kemungkinan, Moza terus berjalan sampai