Alya duduk di teras rumah orang tuanya, memandangi ayah dan ibunya yang sedang bercengkerama di ruang tamu. Senyum mereka hangat, sama seperti dulu, namun kali ini hatinya terasa berat. Ia tahu, dalam hitungan tahun, kebahagiaan sederhana itu akan direnggut oleh penyakit dan pengkhianatan. “Alya, kenapa melamun?” suara ibunya memecah lamunan. Alya tersenyum, berusaha menutupi gundah. “Nggak, Bu. Aku cuma kangen suasana rumah.” Ayahnya, Pak Surya, tertawa kecil sambil menepuk bahunya. “Rumah ini selalu jadi rumahmu, Nak. Tidak ada yang bisa mengubah itu.” Kata-kata itu menancap dalam hati Alya. Ia tahu, justru rumah dan tanah inilah yang kelak akan diperebutkan. Ia menatap ayahnya lama, lalu berkata pelan, “Ayah, pernah nggak terpikir untuk menyiapkan dokumen warisan sejak dini?” Pak Surya mengernyit, kaget mendengar putrinya tiba-tiba menyinggung hal serius. “Kenapa tiba-tiba bicara soal itu? Ayah masih sehat, kan?” Alya cepat-cepat meraih tangan ayahnya. “Bukan begitu, Yah. Aku
Last Updated : 2025-10-03 Read more