Pagi itu langit Jakarta tampak sendu. Gerimis kecil menetes di jendela kamar, menciptakan suara ritmis yang menenangkan, seolah alam sedang bersekongkol memberi ruang bagi Alya untuk berpikir. Ia duduk di meja rias, menatap bayangannya sendiri di cermin. Wajahnya tampak tenang, tapi mata itu… menyimpan badai yang sedang menunggu waktu untuk meledak. Beberapa hari terakhir, ia terus memperhatikan setiap gerak-gerik Raka — dari cara ia menjawab telepon, ekspresi wajah ketika pesan masuk, sampai nada suaranya yang berubah setiap kali menyebut “proyek”. Dulu, Alya mungkin tak akan memedulikannya. Ia percaya, terlalu percaya, bahwa cinta berarti tidak menaruh curiga. Tapi setelah semua yang ia alami, kepercayaan kini bukan lagi bentuk kasih, melainkan kelemahan. Ia menarik napas panjang, menatap cermin sambil berbisik pada diri sendiri, > “Hari ini… aku ingin tahu kebenarannya." Raka sedang bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia tampak terburu-buru, dasi di tangan, wajah sedikit tega
Last Updated : 2025-10-19 Read more