Pak Bima, yang baru saja memeluk Joko, akhirnya melepaskan rangkulannya. Adrenalin dari pertarungan itu kini telah surut, digantikan oleh kesadaran penuh akan tanggung jawabnya sebagai seorang manajer. Ia menatap kekacauan di sekelilingnya: empat preman yang terkapar tak berdaya, belasan lainnya yang kabur, material proyek yang berserakan, dan yang terpenting, dua pengkhianat di dalam timnya.Wajahnya yang tadi dipenuhi rasa syukur kini kembali mengeras. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku rompinya. Tangannya masih sedikit gemetar saat ia menekan nomor panggilan cepat.“Joko, kamu tunggu di sini. Jangan ke mana-mana,” katanya tegas. “Saya harus lapor ini ke Pak Sanusi. Sekarang juga.”Joko hanya mengangguk, ia menyingkir sedikit, memberi ruang pada Pak Bima. Ia melihat Doni dan Rahmat, yang kini sedang diikat dengan kasar oleh beberapa pekerja yang marah, wajah mereka pucat pasi dan penuh penyesalan.Panggilan itu tersambung.“Pak!” Suara Pak Bima terdengar serak, dipenuhi oleh emosi
Terakhir Diperbarui : 2025-11-06 Baca selengkapnya