Leo tidak mendongak. Ia hanya bersandar di batang pohon, seolah mencari tempat yang sedikit lebih sejuk untuk menelepon, jauh dari pengapnya gudang. Ia mengeluarkan ponselnya, menekan beberapa nomor, lalu menempelkannya ke telinga.Dari atas, Joko mempertajam pendengarannya. Kekuatan dari pusaka di dadanya seolah ikut membantunya, membuat suara-suara di bawahnya terdengar lebih jernih, mengisolasi suara Leo dari desiran angin.“Halo?” kata Leo, nadanya kini berubah, tidak lagi dingin dan datar, melainkan dipenuhi oleh nada mengejek yang keji. “Selamat pagi, Tuan Sanusi yang terhormat.”Leo tertawa kecil, tawa yang terdengar seperti gesekan ular di atas daun kering. “Saya yakin Anda sedang bertanya-tanya di mana putri kesayangan Anda berada. Sudah lihat pesan dari saya? Cantik, kan, putri Anda? Gaunnya sedikit kotor setelah perjalanan tadi, tapi jangan khawatir, kami menjaganya dengan sangat ‘baik’ di sini.”Ia berhenti, seolah menikmati setiap detik dari penderitaan orang di seberang
Terakhir Diperbarui : 2025-10-23 Baca selengkapnya