"Ares... Aku... aku mencintaimu," bisik Raya dengan napas tersengal, suaranya nyaris hilang di antara desahan. Pengakuan itu meluncur begitu saja, tulus dari lubuk hatinya, terdorong oleh gelombang hasrat dan keintiman yang memabukkan. Ares berhenti sejenak. Gerakannya yang tadinya agresif dan mendominasi, kini melambat. Ia mengangkat wajahnya, menatap Raya dengan pandangan yang tak terbaca, seolah ada badai yang bergolak di balik manik matanya yang tajam. Sorot itu terlihat meredup, menyimpan sesuatu yang tak terdefinisikan, bisa jadi penyesalan, kebingungan. Entahlah... Raya tak mengharapkan lebih. Ia sadar diri. Aeberapa banyak pun ia mengucapkan kata cinta itu, mungkin sampai kapan pun Ares tak akan membalasnya dengan kata yang sama. Kebersamaan mereka selalu berada di ranah hasrat yang membara, bukan janji-janji romantis. Tanpa menjawab sepatah kata pun, Ares kembali menunduk. Ia mencium Raya, kali ini dengan intensitas yang berbeda. Lebih dalam, dan menuntut, seakan ing
Terakhir Diperbarui : 2025-11-18 Baca selengkapnya