Pagi itu, ruang makan dipenuhi aroma roti panggang dan kopi hitam yang mengepul hangat. Sinar matahari masuk dari jendela besar, memantul di rambut Alina yang tergerai lembut. Dia duduk sambil mengayunkan kaki kecilnya, memotong pancake dengan ceria. Andreas, seperti biasa, duduk di seberangnya—dingin, anggun, berwibawa. Namun di depan Alina, auranya selalu melunak. “Andre, pancake ini enak banget,” kata Alina sambil mengunyah, pipinya menggelembung seperti anak kecil. Andreas tersenyum tipis. “Kalau kamu suka, besok aku buatkan versiku.” Alina menatapnya terkejut. “Kamu? Masak? Tidak lucu, Andreas.” Andreas mengangkat alis. “Aku bisa masak.” Alina langsung tertawa. “Yang bener? Kamu masak air aja bisa gosong.” Andreas menghela napas berat. “Aku tidak sejago itu… tapi untukmu, aku bisa belajar.” Alina terdiam sejenak. Hatinya menghangat.
Last Updated : 2025-11-16 Read more