All Chapters of BRONDONG TENGIL BU DOSEN!: Chapter 31 - Chapter 40

"Selamat siang, Bu ..." sapa Mayang pada seorang wanita di ujung telepon."Sugeng siang, Mayang. Ada apa telpon?" suara di ujung sana terdengar ketus, jauh dari nada hangat seorang ibu yang seharusnya gembira karena menantunya menelepon.Mayang menghela napas pekan. Yah, ia tidak terkejut. Bukan sekali dua kali saja ia mendengar nada bicara mertuanya yang seperti ini."Mayang cuma mau tanya, Bu. Mas Cipto ada di sana? Kemarin dia sudah pulang dari berlayar, tapi-"Belum sempat Mayang menyelesaikan kalimatnya, ibu mertuanya buru-buru memotong, "Iya! Kemarin Cipto sempat mampir ke sini. Tapi sore sudah pergi lagi tuh. Katanya mau ngerayain ulang tahun kamu. Kenapa lagi, sih?"Rongga dada Mayang mendadak terasa sesak. Bisa-bisanya, ibu mertua yang selama ini begitu dia hormati, ikut berbohong padanya. Detik itu juga, kesadaran menghantam dirinya telak-betapa bodohnya ia selama ini."Begitu ya, Bu?" Mayang berusaha tetap tenang, meski dadanya bergemuruh hebat. "Emm ... Mas Cipto sempat bi

"Terus? Gue ke rumah lo gitu? Modus lo!" Gilang menyipitkan mata."Pliiss, Lang. Gue nggak tau musti minta tolong siapa. Tau sendiri, anak geng gue nggak ada yang ngerti hardware – software begitu. Mereka tahunya Tupperware …""Hu! Dasar cewe, tahu dipake eehh pake, doang! Ya udah, gue ke rumah lo. Kapan?""Abis makan, ya." Sabrina tersenyum lebar.Sepiring ayam geprek, tiga gelas es teh manis—ditambah satu gelas punya Gilang—satu mangkok seblak, dan satu mangkok mie ayam sudah habis dilahap. Gilang mengeluarkan dua lembar seratus ribuan, membayar semuanya, lalu beranjak pergi tanpa menunggu kembalian. Ibu kantin yang sudah hafal dengan kebiasaannya hanya mesam-mesem, berharap semua mahasiswa bisa sebaik hati pemuda itu.Dengan kendaraan masing-masing, mereka tiba di depan sebuah rumah mewah. Dua pilar kokoh menyangga atapnya, memancarkan aura old money yang kuat. Di tengah halaman, sebuah patung air mancur berbentuk wanita setengah telanjang berdiri anggun estetik.Gilang menepikan m

Mayang memelototinya setengah kesal. "Kamu tuh, mau ngapain sih?"Jantungnya berdegup. Ada saja kelakuan Gilang yang sukses bikin dia salah tingkah. Sok manis, sok perhatian. Dalam hati, Mayang mengumpat pelan. Kalau begini, mana mungkin dia bisa merelakan Gilang mesra-mesraan sama Sabrina?"Jutek banget sih, bikin gemes. Bu, tadi kan saya kasih pantun – ibu balas pantun juga dong, buat saya," ucap Gilang cengengesan."Pantun apa sih, Lang? Saya bukan dosen sastra, nggak bisa bikin-bikin kayak gitu.""Ck! Saya juga bukan anak sastra, Bu. Oke! Kalau gitu saya bantuin deh. Burung perkutut, burung elang … lanjut, Bu ..." pancing Gilang. Berharap kata '-lang' diujung kalimat akan disambungkan dengan namanya."Burung perkutut … Burung elang …" ulang Mayang, mengeja dengan dahi berkerut."Cakeeepp!!" seru Gilang, senang."Saya cemberut …" Mayang terlihat berpikir keras untuk melanjutkan kalimatnya. "Saya cemberut … karena … karena saya wanita kurang kasih sayang.""Hah?"Gilang menghentikan

Mayang memeluk serta membenamkan wajahnya ke punggung Gilang. Sesekali, di tengah jalanan yang lurus dan sepi, tangan kiri Gilang terulur ke belakang, mengelus lengan Mayang. Pelan ... seakan mengatakan, "aku di sini, kamu akan baik-baik saja."Menepis segala macam pandangan orang tentang perbedaan usia yang nyatanya bukan sebuah halangan di tengah hasrat yang bergelora.Gilang membelokkan motor ke gang kecil-jalan pintas menuju hotel bintang lima yang jadi tujuan mereka malam ini. Bukan hal aneh sih, kalau Gilang tahu jalan atau bahkan tempat tersembunyi yang mungkin hanya diketahui kalangan tertentu saja. Semua itu ia ketahui selama menjalankan tugas menemani tante-tante yang menyewanya.Tapi malam ini berbeda.Gilang bukan sedang bekerja. Dan Mayang ... bukan tante yang akan membayarnya dua digit. Dia hanya seorang wanita biasa, yang kepincut berondong tak biasa."Bisa turunnya, Mayang?" tanya Gilang begitu mereka tiba di basement hotel. Ia bersiap dari motornya.Mayang mendengus k

Mayang berdiri dengan rambut dan kemeja awut-awutan. Sekilas ia merapikan diri, sambil berharap pembantu di rumah sebelah sudah tidur, dan tidak menyadari kasak-kusuk mereka.Mayang memasukkan anak kunci ke lubang kunci dengan tangan gemetar. Dadanya berdebar, birahinya sudah tinggi, membuat aliran darahnya bergerak cepat. Seribu yakin, Mayang dapat merasakan bagian kewanitaannya yang sudah mulai basah walau belum dijelajahi Gilang.Pintu terbuka setelah dua kali putaran kunci. Mayang meraba-raba tembok di belakang pintu, mencari saklar. Saat jemarinya menemukan dan menekannya, cahaya putih mendadak menyala terang—menyilaukan sejenak pandangan mereka.Di bawah sorot lampu, Gilang dapat melihat jelas rambut dan kemeja Mayang yang tersikap. Jantung Gilang berdegup kencang. Dalam keheningan rumah itu, detak mereka berdua semakin jelas menggema di dada masing-masing."Kamu seksi banget, Mayang. Batang aku langsung tegang nih …" ucap Gilang, menarik kasar kemeja Mayang hingga kancingnya te