Jantung Sabe berdebar-debar, iramanya seperti genderang perang yang tak bisa dihentikan. Koridor di luar perpustakaan terasa tak berujung, marmernya yang mengilap memantulkan citra dirinya yang tidak lagi rapuh. Ia memeluk tumpukan buku itu erat-erat, seolah-olah buku-buku tersebut adalah tameng yang melindunginya dari tatapan tajam Reza yang terasa mengintai dari setiap sudut. Ia harus tampil sempurna. Dingin, anggun, dan tak tersentuh. Nyonya Yunanda yang baru, yang hatinya terbuat dari es, dan yang di matanya hanya ada pantulan cahaya safir.Di ujung koridor, ia berpapasan dengan Bu Suri. Wanita paruh baya itu tersenyum kecil, senyum yang tidak mencapai mata. "Sudah selesai, Nyonya?" suaranya lembut, namun Sabe bisa menangkap nada ingin tahu di dalamnya. Bu Suri menunggu. Menunggu bukti kepatuhan.Sabe membalas tatapan itu, menarik napas sejenak, dan menampilkan senyum yang paling dipaksakan, yang justru terasa paling meyakinkan."Hanya permulaan, Bu Suri," jawabnya, suaranya tenan
Terakhir Diperbarui : 2025-10-27 Baca selengkapnya