Share

Sah

Penulis: Ryu Lee
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-24 10:51:26

Di hari dan di saat itu juga, Reza langsung menentukan hari pernikahannya dengan Sabe. Sepertinya Reza tak mau kehilangan kesempatan ini. Meskipun ia tidak mengenal Sabe sebelumnya, tapi keinginannya untuk menikahi Sabe sangat kuat. Bahkan ia sendiri juga heran dengan keinginannya tersebut.

Sabe dan Hartawan sempat terkejut saat Reza mengatakan jika esok lusa ia akan menikahi Sabe. Mereka bahkan sangat merasa keberatan sekali. Namun apa daya, ayah dan anak itu tidak punya pilihan lain selain pasrah dengan keadaan.

Setelah urusannya selesai, Reza pun pergi meninggalkan perusahaan Hartawan. Meninggalkan Sabe dan ayahnya di ruangan yang cukup luas tersebut.

"Sabe, kenapa kamu korbankan diri dan masa depan kamu untuk menikah dengannya nak? Andai kamu tau, dia itu adalah laki-laki kejam yang tak punya hati. Tak ada yang mau berurusan dengannya Sabe," tanya Hartawan masih tak percaya jika putri semata wayangnya itu akan menikah dengan seorang laki-laki kejam seperti Reza.

"Ayah, dengarkan aku, sekejam-kejamnya manusia, pasti ada sisi baiknya. Begitu juga dengan Om itu. Dia pasti punya sisi baik yang kita semua belum tau. Lagi pula, aku nggak mau ayah kenapa-kenapa. Aku nggak mau ayah kehilangan perusahaan dan semua aset yang selama ini ayah sudah kumpulkan," jelas Sabe begitu sangat dewasa sekali. Hartawan merasa jika ia sangat beruntung sekali memiliki putri seperti Sabe. Parasnya cantik dan hatinya juga lembut.

Hartawan terdiam sejenak, menatap putri kecilnya yang kini sudah beranjak dewasa.

Setibanya di rumah, Hartawan menceritakan semuanya kepada sang istri. Ibu sambung Sabe. Mulai dari Reza yang datang ke kantor menemuinya dan meminta semua aset yang mereka miliki sampai Sabe datang menjadi penyelamat.

"Aku benar-benar salut kepasa Sabe Ma. Dia rela mengorbankan masa depannya demi menyelamatkan semua aset yang kita miliki," ucap Hartawan berbagi cerita kepada Ratih, istrinya. Ratih sendiri sudah menjadi ibu sambung Sabe semenjak Sabe berusia satu tahun. Ratih sendiri diminta langsung oleh Anggun, ibu kandung Sabe untuk menggantikan posisinya menjadi istri Hartawan. Waktu itu Anggun sedang kritis di rumah sakit akibat kecelakaan mobil yang ia alami. Namun, meskipun sudah semenjak lama menjadi ibu sambung Sabe, tak membuat Ratih mencintai dan menyayangi Sabe dengan sepenuh hati. Ratih masih saja membeda-bedakan Sabe dengan Lesa, putri kandungnya yang hanya terpaut usia satu tahun dibawah Sabe.

"Ya memang sudah menjadi kewajiban Sabe Mas buat mempertahankan aset keluarga kita. Sabe itu anak yang paling besar, jadi wajar kalo dia mengorbankan masa depannya untuk keluarga ini. Lain hal nya dengan Lesa. Lesa itu adiknya Sabe. Apa kata orang nanti kalo Lesa yang menikah dengan laki-laki kejam itu, sedangkan Sabe malah enak-enakan saja," balas Ratih selalu saja tidak senang jika suaminya itu memberikan pujian untuk Sabe.

"Iya sih Ma. Tapi tetap saja aku salut dengannya. Secara, Sabe itu masih sekolah dan baru akan tamat beberapa bulan lagi,"

"Memang kapan Sabe akan dinikahi oleh laki-laki itu?" tanya Ratih penasaran.

"Besok lusa," jawab Hartawan singkat.

"Apa? Lusa? Secepat itu?"

"Ya,"

"Lalu bagaimana dengan maharnya? Apakah kamu sudah membicarakannya?" tanya Ratih penasaran.

"Aku tidak membahas mahar dengan Pak Reza. Dibiarkan masih bernafas saja aku sudah syukur Ma," jawab Hartawan menghela nafasnya kasar.

"Apa? Kamu tidak membahas mahar? Kamu ini bagaimana sih Pa? Sabe itu anak kita yang paling besar. Selain itu, dia juga masih duduk di bangku sekolah. Bagaimana bisa kamu menyetujui pernikahan tanpa membahas mahar dengan laki-laki kejam itu?" protes Ratih nampak berapi-api.

"Aku tau. Tapi pernikahan Sabe dengan Pak Reza bukanlah pernikahan suka sama suka. Namun pernikahan suka rela yang di lakukan oleh Sabe. Sudahlah Ma, biarkan saja. Berapa pun maharnya, aku terima asalkan Sabe tidak disakiti oleh laki-laki itu," jelas Hartawan lalu keluar dari kamar.

Ratih terlihat kesal bukan main. Ia mengumpati suaminya yang di anggap bodoh dan mau begitu saja melepaskan Sabe tanpa adanya kejelasan mahar.

Hartawan mengetuk pintu kamar Sabe, dan tak lama kemudian pintu kamar pun dibuka. Dengan mukena yang masih terpasang, Sabe mempersilahkan Papanya untuk masuk.

"Ada apa Yah?" tanya Sabe setelah sang Ayah duduk di salah satu sofa yang ada.

Hartawan menatap Sabe lekat lalu memeluk putri kesayangannya itu.

"Sabe, apa kamu sudah yakin mau menikah dengan laki-laki itu nak" tanya Hartawan masih memeluk sang putri.

"InsyaAllah aku yakin Yah. Ayah masih ragu?" tanya Sabe melepas pelukannya.

"Jujur iya nak. Ayah rasanya tidak rela melepaskan kamu ke pelukan laki-laki kejam itu. Ayah takut kamu kenapa-kenapa Sabe," jawab Hartawan apa adanya.

Sabe menghela nafasnya kasar. Ia sendiri sebenarnya juga takut untuk menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak ia kenal. Tapi mau bagaimana lagi, Sabe tidak tega melihat Ayahnya bersedih dan kehilangan semua aset yang sudah susah payah ia dapatkan.

Namun Sabe tak mau membuat Ayahnya kepikiran. Ia mencoba meyakinkan sang Ayah meskipun ia sendiri tidak yakin dengan keputusan yang ia ambil.

Hingga tiba hari yang sudah di tentukan. Pagi sekali, sekitar pukul delapan, salah seorang anak buah Reza datang ke rumah Hartawan dan meminta Sabe serta Hartawan untuk ikut dengannya.

Lagi dan lagi, Hartawan mencoba menanyakan keyakinan sang putri, dan dengan mantap Sabe menjawab jika ia sudah mantap menjadi istri dari laki-laki yang bernama Reza tersebut.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, Sabe dan keluarganya pun sampai di sebuah rumah yang mewah dan besarnya bak istana. Saking mewahnya rumah tersebut, Ratih dan Lesa sangat kagum dan tertegun melihatnya.

"Ayo silahkan masuk. Tuan Pak Reza sudah menunggu di dalam," ucap anak buah Reza yang mengenakan pakaian serba hitam.

Keluarga Sabe pun masuk ke dalam rumah super mewah tersebut. Di dalam, sudah menunggu beberapa pekerja rumah yang akan membawa Sabe ke sala satu kamar untuk berganti pakaian. Sedangkan Hartawan beserta istri dan anak keduanya, di suruh menunggu di ruang tamu yang super besar.

"Pa, kok di rumah ini nggak ada satu pun foto Pak Reza Pak Reza itu? Aku penasaran dengan wajahnya. Setua apa sih orang itu?" bisik Ratih di timpali dengan anggukan oleh Lesa yang tak kalah penasaran dengan sosok calon suami Kakaknya.

"Sudah, lihat saja nanti," jawab Hartawan yang sudah tidak sabar menunggu Sabe selesai dirias.

"Aku yakin sekali Ma kalau yang namanya Pak Reza itu orangnya botak, item, gendut terus tua. Kasihan amat Ma si Sabe nikah sama orang kayak gitu. Mana kejam lagi," bisik Lesa nampak senang.

"Iya Sa, Mama juga berpikiran seperti itu. Biarin aja si Sabe nikah sama orang kayak gitu, biar jangan sok cantik lagi dia kalo jadi orang," balas Ratih tak kalah senang. Mereka tidak tau saja, sosok Reza yang terkenal kejam itu adalah sosok yang tampan bukan main.

Hingga satu jam kemudian, pintu kamar pun terbuka. Sabe keluar dengan mengenakan kebaya putih dan rok batik. Ia tampak cantik dan elegant sekali.

Tak lama kemudian, Sabe dan keluarganya langsung diminta naik ke lantai dua. Di situ Reza sudah duduk menunggu. Berhadapan dengan penghulu yang juga sudah menunggu kedatangan Sabe dan keluarganya.

"Ma, kayaknya calon suami si Sabe nggak gendut Ma. Tapi aku yakin orangnya pasti udah tua," bisik Lesa dengan nada mencemooh dan sialnya Reza mendengar dengan jelas apa yang dibisikkan oleh ibu dan anak itu.

"Kamu benar Sa. Biar tau rasa tuh si Sabe," ucap Ratih.

Tak lama kemudian, Reza meminta penghulu untuk memulai pernikahan mereka. Tak butuh waktu lama, proses ijab kabul pun selesai di laksanakan. Itu artinya, Sabe sudah sah menjadi istri dari Reza. Sosok laki-laki kejam yang kaya raya.

Begitu Reza membalikkan badannya, Sela dan Ratih ternganga melihat sosok Reza yang jauh dari ekspetasi mereka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Pilar Kedua

    Sabe dan Maya berlari tanpa henti, membiarkan kegelapan hutan yang lebat menelan mereka. Tanah basah dan berlumpur di lereng bukit Cikandel menjadi sekutu mereka. Mereka menembus semak belukar yang berduri, suara napas mereka yang terengah-engah dan gemerisik dedaunan menjadi satu-satunya petunjuk. Di kejauhan, mereka masih bisa mendengar teriakan Reza, sebuah janji yang kejam. Ia tidak akan pernah berhenti."Pabrik Pemurnian Emas..." Sabe berusaha mengatur napas, menyeimbangkan diri saat Maya menarik tangannya melompati akar pohon yang melintang."Tempat pembersihan aset kotor. Bagaimana... Bagaimana itu bisa menjadi tempat di mana Cahaya Merangkak, Air Menangis, dan Api Membisu?"Maya memperlambat langkahnya sedikit, bersembunyi di balik sebatang pohon beringin tua yang akarnya menjulang seperti jaring laba-laba raksasa."Ayah tidak pernah menggunakan metafora biasa. Dia bermain dengan kata-kata kuno, dengan alkimia. Cahaya Merangkak. Itu adalah cahaya tersembunyi, yang tidak diakui

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Pilar Pertama

    Sabe mengikuti Maya, langkahnya kini lebih mantap meskipun air kotor di selokan itu dingin dan kental. Bau lumpur, karat, dan air pembuangan yang menyengat terasa seperti minyak wangi kebebasan setelah aroma pengap di ruang arsip. Mereka berjalan dalam keheningan yang tegang, hanya diselingi oleh gemericik air dan napas terengah-engah. Di atas, suara sirene mobil polisi dan mobil dinas yang tergesa-gesa terdengar seperti lolongan hantu yang jauh, memburu mereka.Mereka harus bergerak cepat. Reza tidak bodoh. Kemarahannya yang besar akan segera memudar, digantikan oleh perhitungan yang dingin. Catatan Plato itu adalah gangguan, bensin yang membakar amarahnya, tetapi hanya sementara."Kau bilang ada tiga pilar, tiga petunjuk," kata Sabe, suaranya bergema samar di terowongan beton. Ia harus memecah keheningan yang mencekam itu. "Petunjuk pertama, Pilar Pertama, dimana Waktu Berhenti. Di sana, lonceng Mati tidak akan berdentang lagi. Apa yang kau ketahui tentang ini?"Maya tidak langsung

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Jalan Dibawah Tanah

    Sabe terpeleset di ambang pintu, menabrak punggung Maya yang sudah melangkah cepat ke dalam lorong yang sempit dan gelap. Aroma di sini jauh berbeda. Bukan lagi kertas tua dan kapur barus, melainkan tanah lembab, lumut, dan bau karat yang menusuk hidung."Hati-hati. Lantai kayu ini sudah lapuk," desis Maya tanpa menoleh.Suara decit rem yang tajam di jalan depan kini diikuti oleh debuman pintu mobil yang keras dan suara sepatu pantofel yang tergesa-gesa menghantam aspal. Mereka hanya punya beberapa detik."Nyaris," bisik Sabe, menelan ludah. Adrenalinnya melonjak, membakar rasa takut menjadi fokus tajam. Ia mengikuti Maya, tangannya meraba dinding di sampingnya yang terasa seperti batu bata tua yang dingin. Lorong itu menukik tajam ke bawah, membentuk tangga curam yang dibuat dari kayu yang tidak rata."Apa yang kau ketik di ponselku?" tanya Sabe, suaranya tercekat."Alamat Yayasan," jawab Maya, langkahnya tanpa cela di kegelapan. "Candra akan memimpin pasukan serigalanya ke sana, me

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Perang Sebenarnya

    Perjalanan taksi kedua terasa berbeda. Jika yang pertama adalah lompatan menuju kebenaran yang tidak diketahui, yang ini adalah penurunan sadar ke dalam sarang ular.Sabe memegang alamat di tangannya yang sedikit gemetar. Jalan Merpati. Sebuah area di kota tua yang bahkan lebih terpencil, terkenal dengan gang-gang sempitnya dan bangunan-bangunan yang seakan membungkuk di bawah beban rahasia mereka.Ponsel di dalam sakunya terasa seperti bom waktu. Ia belum membukanya sejak meninggalkan kedai kopi. Ia tahu Reza pasti sudah menelepon. Mungkin awalnya hanya panggilan biasa, lalu berubah menjadi tuntutan, dan sekarang, pasti sudah menjadi alarm berburu.Ia bisa merasakan cengkeraman sangkar emasnya. Yang tadinya hanya metafora, kini mengencang secara harfiah."Di sini, Mbak," kata sopir taksi, berhenti di depan sebuah fasad yang nyaris runtuh.Papan nama kayu yang tergantung miring bertuliskan Aksara Kuno.Toko buku antik. Sabe membayar dan melangkah keluar. Udara di gang itu terasa penga

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Skandal Warisan Yang Hilang

    Fajar merayap masuk melalui tirai sutra, bukan sebagai janji, melainkan sebagai peringatan. Sabe sudah terjaga sejak lama, pikirannya berputar mengolah setiap detail dari pesan misterius itu. Kedai kopi tua di persimpangan jalan Anggrek. Sendirian. Jangan bawa liontin itu. Sabe berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya. Gaun rumahannya yang mahal terasa seperti kulit kedua yang menyesakkan. Hari ini, ia harus melepaskan citra Nyonya Yunanda yang dingin dan anggun. Ia perlu berbaur, menjadi bayangan di tengah kota yang ramai. Ia membuka lemari, mengabaikan deretan gaun desainer. Matanya menangkap satu setelan yang sengaja ia simpan di sudut: celana panjang longgar berwarna arang dan blus oversized dari katun linen. Pakaian sederhana yang mengingatkannya pada masa lalunya yang ia kira telah ia tinggalkan. Ia mengikat rambutnya ke belakang dengan gaya yang jauh dari tata rias sempurna yang biasanya ia pakai. Di saku celananya, ia menyelipkan foto Saraswati, Ayahnya, dan gadis

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Jejak Seniman Yang Hilang

    Jantung Sabe berdebar-debar, iramanya seperti genderang perang yang tak bisa dihentikan. Koridor di luar perpustakaan terasa tak berujung, marmernya yang mengilap memantulkan citra dirinya yang tidak lagi rapuh. Ia memeluk tumpukan buku itu erat-erat, seolah-olah buku-buku tersebut adalah tameng yang melindunginya dari tatapan tajam Reza yang terasa mengintai dari setiap sudut. Ia harus tampil sempurna. Dingin, anggun, dan tak tersentuh. Nyonya Yunanda yang baru, yang hatinya terbuat dari es, dan yang di matanya hanya ada pantulan cahaya safir.Di ujung koridor, ia berpapasan dengan Bu Suri. Wanita paruh baya itu tersenyum kecil, senyum yang tidak mencapai mata. "Sudah selesai, Nyonya?" suaranya lembut, namun Sabe bisa menangkap nada ingin tahu di dalamnya. Bu Suri menunggu. Menunggu bukti kepatuhan.Sabe membalas tatapan itu, menarik napas sejenak, dan menampilkan senyum yang paling dipaksakan, yang justru terasa paling meyakinkan."Hanya permulaan, Bu Suri," jawabnya, suaranya tenan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status