All Chapters of Misteri Wangi Pandan Di Tengah Malam: Chapter 101 - Chapter 110

Udara pagi terasa sejuk saat Adrian dan Raina kembali ke rumah setelah menjenguk bayi sahabat mereka.Di mobil, Raina menatap ke kursi bayi, memegang selimut dengan lembut. Bayi itu tidur tenang, wajah mungilnya tersenyum seolah merasakan keamanan di sekitar orang-orang yang menyayanginya.“Namanya Mei,” kata Raina pelan.“Sesuai permintaan ibunya.”Adrian menatapnya, senyum tipis muncul di wajahnya. Tanpa ia ketahui, nama itu membawa resonansi aneh di hatinya, seperti gema masa lalu yang samar.Setiap kali ia mendengar kata “Mei,” ia teringat pada Mei Lin, roh cahaya yang telah damai.Sensasi itu hangat, bukan menakutkan. Namun, hati kecilnya merasakan ada tanggung jawab baru bukan hanya menjaga Raina, tapi juga bayi ini, sebagai simbol kehidupan dan keberlanjutan.Sejak bayi Mei lahir, Raina mulai sering mengalami mimpi yang sama.Di setiap mimpi, ia melihat seorang gadis kecil

Beberapa bulan setelah bayi Mei lahir, kehidupan Adrian dan Raina perlahan kembali normal.Suara tangisan bayi, tawa kecilnya, dan aroma hangat melati dari taman menjadi bagian dari rutinitas yang menenangkan.Cermin kecil yang dulu membuat Adrian waswas kini diposisikan di meja samping tempat tidur bayi, berfungsi lebih sebagai hiasan dan simbol perlindungan daripada sesuatu yang menakutkan.Suatu sore, saat Adrian sedang menulis di ruang kerjanya, ia melihat sesuatu yang aneh dari sudut matanya.Cermin kecil itu memantulkan cahaya redup yang bergerak-gerak, meski lampu ruangan stabil. Ia berdiri perlahan, berjalan ke meja, dan menatap permukaan cermin.Di tengah cermin, muncul retakan halus, membelah permukaannya seperti garis rambut yang berkilau ketika terkena cahaya matahari.Adrian menahan napas. Ia yakin cermin itu tidak pernah terjatuh, tidak pernah tersentuh dengan kasar. Retakan itu muncul sendiri.Raina yang bar

Malam itu, kota tampak sunyi, diterangi lampu jalan yang berpendar lembut. Adrian tertidur di kamar tidurnya, Raina duduk di samping, menatap bayi Mei yang kini telah mulai belajar merangkak.Udara hangat bercampur aroma melati dari pot bunga di jendela, membawa ketenangan yang sudah lama hilang dari rumah itu. Namun ketenangan itu hanyalah bayangan semu.Adrian terlelap, namun mimpinya kali ini berbeda. Ia merasa jatuh ke dalam kegelapan yang pekat, bukan tidur biasa, melainkan seperti berada di ruang antara dunia nyata dan bayangan.Suara-suara samar terdengar di sekitarnya, bisikan yang membuat bulu kuduk berdiri. Ia berjalan perlahan, langkahnya berat, tetapi pandangannya tetap fokus.Di depan, cahaya redup memantul dari sesuatu yang bersinar samar.Saat Adrian mendekat, ia melihat Hendra berdiri di tengah ruang gelap itu, memegang cermin kecil yang dulu digunakan untuk menenangkan roh-roh Mei Lin dan Lian Hua.Kali ini, cermin i

Sejak malam itu, kehidupan Adrian kembali terguncang. Rumahnya yang dahulu terasa aman, kini seolah berubah menjadi labirin bayangan. Setiap malam, langkah kaki kecil terdengar di koridor, ringan tapi pasti. Kadang terdengar di tangga, kadang di depan kamar, selalu datang tanpa asal yang jelas.Raina, yang sebelumnya merasa aman setelah ritual di museum, mulai menatap gelisah ke sekeliling. Suara itu tidak hanya datang satu kali, tapi berulang-ulang, seolah ada entitas kecil yang terus mengawasi mereka. Ia menahan napas saat mendengar bisikan perempuan, lembut namun menembus ke tulang: “Kau belum mengembalikan semuanya…”Adrian menghela napas panjang. Suara itu terdengar sangat familiar bukan Mei Lin, bukan Lian Hua, tapi seseorang yang tersisa, energi yang belum tertambat pada dunia nyata.Ia tahu ini adalah jejak terakhir dari dendam cermin, serpihan yang hilang, atau bahkan roh yang belum sempat menemuka

Sejak beberapa hari terakhir, Adrian tak bisa menghapus rasa penasaran yang terus menghantui pikirannya.Bayi Mei yang tertidur damai, cermin kecil di sampingnya, dan sosok Mei Lin yang tetap muncul dalam bayangan samar di mimpinya membuatnya sadar bahwa meski ancaman besar telah berlalu, energi misterius dari cermin itu belum sepenuhnya hilang.Pagi itu, setelah menyiapkan sarapan untuk Raina dan bayi Mei, Adrian duduk di ruang kerjanya.Di tangannya ada catatan-catatan lama museum, dokumen kuno, dan foto-foto arsip. Ia menelusuri setiap jejak yang tersisa tentang cermin Mei Lin yang kini menjadi cermin kecil itu.“Kalau ini benar,” gumamnya sambil menandai lembar demi lembar dokumen,“cermin ini bukan dibuat sembarangan. Ada sejarah yang belum aku ketahui.”Raina duduk di sebelahnya, menatap Adrian dengan mata penuh perhatian.“Apa yang kau temukan, Adrian?”Adrian menghela napa