Begitu kata-kata itu keluar, tubuh Revano semakin menegang, sementara aku tetap berekspresi tenang. Aku kembali tersenyum. "Begitu ya, berarti kita memang berjodoh."Mendengar percakapan itu, kakakku langsung tertawa. "Selina, sudah bertahun-tahun nggak ketemu, cara kamu dekat sama orang masih kaku begitu."Selina mendengus, lalu menyenggol lengannya. Keduanya terlihat sangat akrab.Revano berdiri di samping seperti seorang luar. Matanya menyipit tajam. Aku tahu itu adalah tanda dia sedang menahan amarah. "Karena kamu sudah datang, aku titip Kairen ke kamu. Aku pergi dulu."Namun, kakakku memanggilnya sambil melemparkan sebuah kunci mobil. "Kebetulan, sekalian saja kamu antar Selina pulang."Revano menatap kunci itu sangat lama tanpa mengambilnya. Pada akhirnya, Selina yang mendorong tangan kakakku kembali. "Nggak perlu repot, aku bisa pulang sendiri."Setelah itu, dia berpamitan pada kami. Sebelum pergi, dia masih sempat mendoakan agar aku cepat sembuh, lalu bergegas keluar. Sepanjang
Baca selengkapnya