Share

bab 3

Penulis: NurulSudirman
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-20 21:02:07

Tanpa basa-basi dan mengucap salam, mereka bertiga keluar dari rumahku.

"Awwww aduh!!!"

Aku mencubit kecil lengan Septian, meskipun cubitan nya kecil, tapi aku yakin rasanya perih.

"Kenapa sih kamu Tian!" tanya bibi Santi pada keponakanya.

"Auuwww ateu, aku dicubit Sisil huhuhu," dengan gaya khas kemayu nya, Septian mengadu pada bibi Santi.

Bibi Santi berbalik dan memelototiku, akupun hanya mengangkat kedua bahuku.

Kini keluargaku semuanya duduk di ruang tamu, adik-adikku antusias membuka koper yang aku bawa, karena di dalam koper banyak barang dan juga oleh-oleh yang aku beli.

"Waaaah kak, bagus banget ini bajunya, sepatunya juga, aku suka kak!" ucap Lisa adik bungsuku.

Aku melihat Rifki pun bahagia, tapi mungkin karna dia anak laki-laki jadinya tidak eksfresif seperti Lisa.

Aku melihat bapak duduk dan menghela nafas panjang, sebelum bapak membuka obrolan, aku terlebih dulu membuka pembicaraan.

"Bapak, kenapa bapa dengan mudah memberikan sertifikat rumah pada paman Adit?" tanyaku sambil mengusap lengan bapak dengan lembut, aku tidak ingin terkesan mengintimidasi bapak.

Akupun melihat wajah emak yang sangat kesal dan geram kepada bapak, sepertinya sebelumnya ada keributan di antara emak dan bapak.

"Maafkan bapak neng Sil, bapak merasa kasihan pada adik bapak itu, tadi dia memohon sekali pada bapak," sungguh, kali ini aku kecewa pada bapak, padahal aku yakin bahwa bapak tahu tabiat adik dan kakaknya.

"Tapi pak, apa mereka menolong kita sewaktu kita kesusahan? jika kita yang meminta tolong pada mereka, aku yakin hanya hinaan yang akan kita dapatkan," aku berbicara dengan nada bergetar menahan tangis, mengingat kekejaman dan keserakahan kakak dan adik bapak.

"Emak sudah lelah dengan sifat bapakmu yang seperti itu, entah ibu harus bagaimana lagi, haruskah ibu pulang ke rumah orang tua ibu pak?," ujar emak sambil menangis, melihat suasana yang mencekam, Lisa dan juga Rifki pun terdiam.

"Ighstifar Mak, apa yang ibu bicarakan?" tanya bapak tidak menyangka.

"Emak sudah lelah dengan bapak, apa gunanya emak di sini jika emak tidak pernah didengar sama sekali, bukannya emak tidak ingin membantu adik atau kakak bapa, tapi orang bagaimana dulu yang harus di tolong?" suara emak semakin serak.

Bapak mengusap wajahnya pelan, terlihat gurat penyesalan di wajahnya yang semakin menua.

"Bapak sayang, coba sedikit lebih tegas kepada saudara-saudara bapak, bapak lebih ingin melihat anak-anak dan istri bapak kecewa seperti ini? kelak jika nanti bapak tua, bapak akan meminta diurus kepada kami, bukan kepada saudara-saudara bapak!" aku berusaha bersuara sangat lembut supaya tidak menyinggung perasaan bapak.

"Iya bapak tau neng, bapak hanya menjalankan wasiat dari emak dan Abah, untuk saling menolong sesama adik kakak, ditambah lagi bapa anak laki-laki pertama," lagi-lagi alasan ini lagi yang di keluarkan oleh bapak.

Aku pun menghela nafas panjang untuk meredakan emosi ku.

"Pak, kakak dan adik bapak itu sudah berumah tangga, bapak sudah tidak ada kewajiban untuk membantu mereka lagi, mungkin jika membantu sedikit dan sewarajanya tidaklah menjadi masalah, tapi menurut pandangan Sisil, bapak sudah terlalu melewati batas, tanggung jawab bapak sekarang bukanlah kepada adik dan kakak bapak, melainkan pada anak dan istri," tak kuasa lagi aku menahan tangis, air mataku akhirnya tumpah.

Aku melihat kedua adikku pun menangis, bapak pun menitikkan air matanya.

"Maafkan bapak sudah dzalim pada kalian, maafkan bapak Mak, maaf, jangan pergi pulang kerumah orang tuamu, bapak sadar, sudah 30 taun emak menemani bapak hiks," bapak minta maaf memohon sambil memegang lengan ibu, memang untuk mendapatkan ku, cukup sulit untuk emak dan bapak, emak kosong kandungan selama 9 tahun.

"Emak juga minta maaf pak, tidak mungkin emak meninggalkan bapak jika tidak Allah yang memanggil emak," emak pun semakin tergugu.

Kami semua pun larut dalam tangisan bersama, tangis haru bahagia dan juga lega karena sudah menemukan akar masalah.

****

"Sil, beliin gulan ke warung Mak Esih," emak menyuruhku ke warung mak Esih untuk membeli gula, sebenarnya aku malas jika harus ke sana, karena di sana sarang ibu-ibu menggibah.

"Wahhh Sisil kemana aja? Pulang dari kota makin glowing aja nih, kerja apa sil?" tanya seorang ibu-ibu dengan nada nyinyir.

Belum aku menjawab, sudah ada ibu lain yang menimpali.

"Halaaaah, dalam waktu 2 tahun mana mungkin sukses dan jadi glowing kalo gajadi lonet di kota wkwkw!"

Aku langsung menatap ibu gibah itu tajam.

"Bu, sebaiknya jika mau menggunjing orang lain, ibu lihat dulu kedalam rumah ibu sendiri, bukanya anak ibu yang baru tamat SMP itu sekarang sudah menikah? menikah nya kan bulan Juli, kok sekarang bulan desember sudah mau melahirkan?" Ibu-ibu yang aku sindir pun memerah wajah nya, aku tau aktivitas anak nya di social media biru, entah anak itu memang belum berfikir jernih atau apa, dia selalu mengabadikan moment nya di story', tanpa berfikir bahwa itu aib.

"Kok kamu jadi nyindir saya? saya cuma menyampaikan apa yang saya tahu, tadi si Santi lewat kemari, dia bilang, kamu menyumbang uang untuk pernikahan Sintya, dan Santi bilang kamu sekarang jadi glowing dan banyak uang karna kerja sampingan jadi lonet di ibu kota!" Jawaban ibu itu membuatku menohok, bukan ucapan terima kasih yang aku dapatkan dari bibi Santi, melainkan fitnahan tajam.

"Lain kali kalau misalkan emang ibu tidak mau disindir, jangan menyebarkan omongan orang yang belum tentu benar, makanya kalau tidak mau disindir jangan pernah mencampuri urusan orang lain," aku pun pergi melengos begitu saja, Aku malas jika harus berdebat dengan ibu-ibu itu, pasti akan tidak ada ujungnya.

Begitu sampai rumah keluargaku sedang duduk di teras rumah, emak membawakan teh tawar panas dan pisang goreng.

"Wahhhh Mak, ini kayanya enak nih, Sisil kangen pisang goreng buatan emak," ucapku sambil menyomot pisang goreng.

"Pelan-pelan sil, masih panas loh," aku hanya nyengir saja.

"Teh, aku pengen daftar pelatihan polisi boleh?" tanya Rifki.

"Kenapa tidak? Jika kamu bersungguh-sungguh, teteh akan mendukungnya," jawabku tersenyum.

"Tapi kadang aku jadi pesimis dengan keadaan kita sekarang teh, nanti takutnya lagi-lagi Septian dan teman-temannya sering mengatakan bahwa aku adalah anak orang miskin yang tidak boleh mempunyai mimpi tinggi," tiba-tiba saja Rifki curhat padaku.

"Kamu jangan pernah dengerin omongan Septian, kamu tahu sendiri kan bahwa mulut Septian itu seperti wanita? Kamu tenang saja, kakak akan men-support mu dari biaya maupun penyemangat," aku memberikan semangat untuk adikku, benar-benar keterlaluan Septian itu.

"Neng, apa benar kamu kerja halal di Jakarta? bukannya emak tidak percaya padamu, tapi emak harus meluruskan kepada para tetangga di sini supaya tidak mengira bahwa kamu kerja yang haram di ibukota," tiba-tiba emak bertanya seperti itu.

"Biarkan saja apa yang tetangga bicarakan Mak, yang jelas sekarang Sisil sudah punya toko sendiri, nanti setelah acara pernikahan Sintya, aku akan ajak emak dan bapak serta adik-adikku untuk pergi ke Jakarta ya," aku menenangkan emak yang seperti terlihat sangat terganggu dengan ucapan tetangga.

"Oh iya Sil, besok pengontrak bayar kontrakan kita, kamu tagihin ya, jangan sampai keduluan sama uwak mu," titah bapak padaku sambil mencomot pisang goreng.

"Kenapa emang pak? wak Jeni ada apa dengan nya?" tanyaku heran.

"Sudah hampir 1 tahun, uwak mu yang menagih kontrakan bagian bapak, dan uang itu tidak pernah sampai, karena bapak tidak ingin menjadi ribut, bapak membiarkannya saja, tapi sekarang bapak ingin berubah menjadi lebih tegas, makanya besok kamu yang ngambil ya," ucap bapa sambil tersenyum.

Akupun membalas senyum bapak dengan getir, kenapa bapak harus diam saja ketika dimanfaatkan oleh saudara kandungnya sendiri, tapi yang sudah terjadi biarlah terjadi, anggap saja uang itu aku sedekahkan kepada fakir miskin, tapi untuk kedepannya Aku tidak akan membiarkan semua itu lagi terjadi.

"Terima kasih ya pak sudah mau berubah demi kami, aku sayang sama bapak," kami semua memeluk bapak dengan hangat, bagaimanapun kesalahan bapak, aku tetap menganggap bahwa bapak terlalu baik, makanya banyak dimanfaatkan oleh orang lain.

Malam pun berganti, di sini di Banyuresmi, ketika sudah memasuki magrib, sangatlah sepi, aku iseng membuka w******p, ternyata ada chat masuk dari Sintya.

"Sisil, makasih ya sudah mau membantu aku meskipun tidak seberapa, tapi daripada tidak sama sekali kan, soalnya yang lain menyumbang lebih besar dari kamu," aku pun tersenyum sinis membaca W******p dari Sintya.

Aku tidak berniat membalas pesan dari Sintya, aku menyimpan handphone dan bergegas tidur.

****

Keesokan pagi nya, setelah bersiap-siap, akupun pergi menagih uang kontrakan.

"Ehhh kok kamu, mau apa kesini? Ini bagian saya, pergi sana!" ternyata aku bebarengan dengan wak Jeni, yaampun sebenarnya aku malas berdebat, tapi apa boleh buat? aku harus melawan nenek lampir ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Disangka miskin di perantauan    bab 22

    "Mama, ngapain mama disini? Ayo kerumahku!" Tiba-tiba saja susi datang ter pogoh-pogoh dan mengajak calon ibu mertuanya, Entah dari mana Susi mengetahui bahwa calon ibu mertuanya datang. "Gak, saya ke sini cuma mau ngasih peringatan saja kepadamu, jangan pernah mendekati anak saya lagi, putuskan saja hubungan mu dengan Raka, Bu, tolong jaga anak ibu jangan sampai kegatelan sama Raka! jadi perempuan Kok tukang nyamperin laki-laki sih," ucap ibunya kakak sambil menatap Bibi Santi dan juga Susi dengan tatapan merendahkan. "heh bu, jadi orang punya mulut itu sedikit di rem, mana ada anak saya kegatelan pada anak kamu, yang ada anak Kamu yang nyamperin susi kesini, anak saya itu cantik dan bisa mendapatkan yang lebih dari anak kamu," jawab Bibi Santi dengan ucapan yang tak kalah tajam, bahkan tatapan mereka berdua sama-sama seperti ingin menerkam. "halah, Meskipun begitu tetap saja derajat ekonomi keluarga kami jauh lebih rendah dibanding ekonomi keluarga kami, jadi orang miskin seperti

  • Disangka miskin di perantauan    bab 21

    Saat orang itu membuka kaca mobil, ternyata itu Susi. "Hahah emang siapa yang lagi lomba sama kamu?" Terlihat juga ada seorang pria cukup tampan di kursi kemudi, pria itu terlihat begitu sombong terlihat dari mimik wajahnya. "halah, Bilang aja kalau kamu panas aku punya pacar tampan dan juga kaya raya, nggak kayak kamu di umur segini masih aja jomblo," setelah mengucapkan hal itu , Susi pun langsung melirikku dengan sinis lalu menyuruh pria itu untuk melajukan mobil nya.aku hanya menghela nafas melihat kelakuan Susi, ngakunya gaya perkotaan tapi perilakunya seperti orang kampung yang baru naik mobil. "Sil, kenapa kamu beli barang elektronik sekarang? Padahal nanti saja kalau misalkan renovasi sudah selesai, sayang nanti banyak kena debu bangunan," betul apa yang diucapkan oleh bapak, Aku sama sekali tidak terpikir ke hal itu."Iya pak maaf, Sisil ga kefikiran, terus gimana dong?" Tanyaku."Gimana kalau barang-barang elektronik kita, dititipkan saja ke rumah teh Jeni atau Adit? uja

  • Disangka miskin di perantauan    bab 20

    Tapi sebelum kita berbicara tentang hal ini, Mak mau minta oleh-oleh dong yang kamu bawa dari Jakarta heheh, gaada oleh-oleh gaada gosip pokonya!" pinta nya padaku, aku pun menghela nafas panjang dan mengangguk. "Iya-iya Mak, nanti mak aku kasih oleh-oleh!" aku pun setuju dengan permintaan Mak Romlah."Suami si Sintya, pergi dari sini, dia lebih memilih tinggal bersama istri keduanya dibanding dengan si Sintya!" ujar mak romlah dengan bibir maju beberapa senti ke depan, aku pun cukup kaget dengan gosip yang beredar. "Apa yang emak bicarakan ini benar?" selidiku pada Mak Romlah."Bener lah sil suer, kan saat suaminya si Sintya pergi, drama sekali, si Sintya nangis-nangis gamau di tinggalin, bahkan Sintya sudah di talak loh!" aku kaget melongo mendengar gosip Mak Romlah, padahal kan Sintya sedang hamil kok bisa-bisanya dia malah ditolak oleh suaminya. "Kasian si Sintya ya Mak, lagi hamil malah di talak!" jawabku jujur, karena aku sesama wanita, tentu aku bisa merasakan jika hal itu me

  • Disangka miskin di perantauan    bab 19

    Brakkkkk"Kamu jangan bikin malu aku ya Jeni, apa kamu ga mikir hah? Kamu sedang minta-minta pada siapa? Apa kamu nggak salah minta sama keluarga miskin? kita itu keluarga terpandang, kamu jangan menurunkan harga diri suami!" Wak Komar datang memarahi istrinya, bahkan dia menggenggam erat dagu wak Jeni hingga is meringis kesakitan. "Bang, aku cuma memina oleh-oleh saja, apa salah meminta oleh-oleh pada saudara sendiri? lagian aku ga mohon mohon." jawab Wak Jeni dengan nada takut, bahkan aku bisa melihat bahwa tubuhnya bergetar. "Sudahlah, kenapa kalian jadi berantem di sini? Kalau teteh mau mengambil oleh-oleh, bawa secukupnya, jangan seenaknya saja, bener apa kata suami teteh, apa nggak malu minta minta pada keluarga miskin?" jawab bapak emosi, bapak terlihat tidak Terima di hina seperti itu oleh wak Komar. "Sudah ayo pulang sekarang, jangan kamu ambil apapun dari keluarga miskin ini, bukannya kita sudah sepakat bahwa kita tidak akan menganggap adikmu ini sebagai keluarga? Apa kam

  • Disangka miskin di perantauan    bab 18

    (Apa bibi masih ingat ketika bibi kurban domba, bibi berusaha untuk selfie dengan domba, tapi malah kena seruduk, kampungan mana bibi dengan aku? Hahahah 🤣) balasku pada bibi Santi, aku ingat betul dengan kejadian itu, karena setelah itu bibi Santi memanggik emak untuk minta pijit gratis, tanpa bayaran sama sekali. Setelah itu aku mematikan data seluler ku, karena aku yakin mereka pasti akan tidak terima dengan balasanku, dan aku juga tidak ingin merusak mood karena meladeni orang gi-la seperti mereka. Acara makan malam pun selesai, akhirnya aku pulang ke rumah bersama dengan keluargaku, alhamdulillah hari ini aku bisa sedikit membahagiakan keluarga ku, 30 menit pun berlalu akhirnya kamipun sampai di rumah. "Kak, Lisa mau tidur sendiri ya!" ucap Lisa antusias, wajar saja adikku seperti itu karena di garut, ia tidak punya kamar sendiri. "Ya Lisa, banyak kamar kosong kok, mau tidur sama kakak juga nggak papa!" balasku seraya tersenyum. "Ngga ah bosen, kali-kali pengen tidur sendir

  • Disangka miskin di perantauan    bab 17

    "Hahh mak, itu bukan seorang wanita, melainkan Septian, kebayang kalau Komar tau!" aku dan emak sama-sama terperanjat kaget melihat penampilan Septian sekarang, apalagi ditambah dia dengan seorang pria paruh baya, dan parah nya lagi mereka sedang bermesraan layaknya seorang kekasih."Emak nggak nyangka Septian separah itu, emak hanya penampilannya saja yang feminim, ternyata kelakuannya juga menyimpang!" ujar emak sembari terus menatap Septian dan pria paruh baya itu, tapi aku berbeda dengan emak, Aku sama sekali tidak kaget dengan perilaku Septian yang ternyata menyimpang, karena menurutku sebelum-sebelumnya juga sudah kelihatan bahwa dia menyimpang.Aku pun memikirkan hal yang sama dengan emak, kebayang kalau misalkan sampai bapaknya tahu Septian sudah separah itu, pasti Wak komar tidak akan segan-segan untuk menghabisi Septian."Emak sama Sisil liatin apa, bukanya dimakan malah liatin yang gajelas!" Bapak menegur kami yang saling berbincang sambil menatap Septian."Itu pak lihat, bu

  • Disangka miskin di perantauan    bab 16

    teriak nya lantang, dasar manusia tidak punya adab, bisa-bisanya dia berbuat onar di tempat milik orang lain."Sebelum kamu mengatakan hal-hal yang jelek terhadapku, tolong kamu perhatikan kakakmu sendiri yang sekarang sedang mengandung sebelum menikah, ditambah lagi sekarang kan kakakmu akan mempunyai adik madu? Dan daripada kamu terlalu mengurusi hidupku, alangkah baiknya kamu juga berkaca daripada nantinya akan mengikuti jejak kakakmu!" ejeku pada Susi, sekali-kali aku harus menyadarkan anak ini agar tidak terlalu menilai kesalahan orang lain."Tidak usah membawa orang-orang yang tidak ada di sini!" teriak Susi lepas kendali, suaranya menggelegar ke mana-mana.Aku hanya tersenyum mencibir Mirna, lalu bergegas aku masuk kembali ke dalam gudang tanpa menghiraukan ucapannya sama sekali."Sus, Lo dari mana aja?" tanya rekan Susi."Dari kamar mandi, udah belum ayo cepetan!" protes Susi pada teman nya, sepertinya dia sudah tidak kuat berada di sini."Mbak sil ini, tolong hitung ya!" tern

  • Disangka miskin di perantauan    bab 15

    Aku dan Susi sama-sama terkejut karena bertemu di sini, entah Susi yang akan menjadi reseller ku entah memang mereka join atau mungkin bisa jadi hanya salah satu temannya saja yang berniat join denganku."Kalian saling kenal?" tanya salah satu teman Susi, Aku tidak ingin bicara bahwa Susi ini adalah saudaraku."kami hanya mengenal sepintas saja, tidak terlalu kenal!" Jawabku acuh, terlihat Susi tidak menyangka dengan jawabanku, pantas saja semalam Septian datang ke rumahku minta tolong, ternyata kembarannya sedang ada di Jakarta toh."Kita mau ketemu owner nya bukan ketemu karyawan nya!" cibir Susi pongah."Saya owner nya, ada yang bisa saya bantu?" skak Matt, mulut Susi refleks menganga ketika mengetahui bahwa aku adalah owner di sini."Oh iyaa, saya Rena, sebenarnya yang ingin membuka usaha itu saya, kedua teman saya hanya mengantar saja!" oh pantesan, orang pemalas kayak Susi mana mau merintis usaha seperti ini, aku sangat tahu tabiat Susi yang pemalas.Lalu aku pun menjelaskan sec

  • Disangka miskin di perantauan    bab 14

    Subuh-subuh terdengar suara bapak sedang melantunkan adzan di masjid yang tidak jauh dari rumah kami, aku, ibu dan Lisa pun segera menunaikan ibadah sholat subuh.Setelah itu ibu membuat sarapan untuk kami, karena kami akan segera pergi ke Jakarta."Pak, bapak enggak usah lagi kerja ke kebun ya, biarkan saja kebun bapak digarap oleh orang lain, hasilnya kan bisa dibagi 2," usulku pada bapak, Tak tega aku rasanya melihat bapak masih menggarap kebun."Kalau bapak nggak kerja, kasihan kamu sil, masa kamu mencari uang sendirian sedangkan bapak masih mampu," jawab bapak."Sisil sudah punya rencana pak, Sisil mau buatin bapak warung kelontong cukup besar di sini, sayang kan, lagian halaman rumah bapak kan luas, bisa kita manfaatkan," jawabku."Apa kamu punya modalnya Sil? Kalau misalkan memang tidak ada, jangan maksain," ahhh bapak."Ada kok pak, tenang aja sisil sudah mempersiapkan semuanya!" Setelah kami sarapan, ternyata mobil yang aku rental beserta sopirnya sudah berada di depan rumah

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status