Kapan Ajip Rosidi Menerbitkan Kumpulan Cerpen Pertamanya?

2025-09-05 12:46:38 261

2 Answers

Noah
Noah
2025-09-09 12:12:48
Malam itu aku lagi scrolling daftar penulis klasik, dan catatan singkat menyebutkan bahwa Ajip Rosidi menerbitkan kumpulan cerpen pertamanya pada tahun 1959. Angka itu langsung nyantol di kepala karena memberi gambaran kapan suara sastranya mulai resmi muncul di ranah publik.

Kalau dipikir dari perspektif pembaca muda yang haus jejak sejarah sastra, tahu tahun 1959 itu penting: era pasca-kemerdekaan penuh dinamika, media cetak berkembang, dan banyak penulis bereksperimen. Kumpulan cerpen pertama Ajip jadi bagian dari gelombang itu—sebuah titik awal yang menandai keterlibatannya lebih intens dalam jagat sastra Indonesia. Mengetahui momen ini membuatku lebih menghargai konteks sosial dan budaya di balik tiap ceritanya, dan kadang terasa seperti menemukan peta untuk memahami karya-karya berikutnya.
Blake
Blake
2025-09-09 22:14:25
Suatu sore aku lagi menyusun tumpukan buku tua di rak, terus ketemu catatan tentang Ajip Rosidi yang bikin aku terpikir soal awal kariernya—ternyata kumpulan cerpen pertamanya diterbitkan pada tahun 1959. Rasanya aneh sekaligus menenangkan kalau memikirkan seorang penulis yang sudah aktif menulis sejak remaja bisa meluncurkan buku di akhir 1950-an, sebuah periode penuh gairah sastra dan transformasi budaya di Indonesia.

Satu hal yang selalu kusukai dari cerita-cerita awal penulis seperti Ajip adalah bagaimana semangat zamannya tercermin: nuansa perjuangan, keresahan intelektual, dan eksperimen bentuk terasa kental. Kumpulan cerpen pertamanya pada 1959 bukan cuma tanda bahwa ia memasuki dunia penerbitan resmi, tapi juga sinyal bahwa suara baru sedang muncul—suara yang nanti akan berpengaruh pada pembaca dan penulis muda setelahnya. Aku suka membayangkan betapa koleksi itu disambut di warung buku kecil, dipinjamkan dari tangan ke tangan, memicu diskusi hangat di kafe dan taman baca.

Buatku, mengetahui tanggal penerbitan seperti 1959 memberi konteks saat membaca karya-karya berikutnya. Kamu bisa melihat evolusi gaya, topik, dan kedewasaan bertuturnya dari satu kumpulan ke kumpulan lain. Kalau lagi duduk sendiri sambil menyeruput teh, aku suka membuka halaman depan edisi lama dan membayangkan suasana ketika buku itu pertama kali tiba di rak—sebuah pengingat lembut bahwa setiap penulis juga pernah jadi pemula yang penuh tekad. Itu membuat membaca karya-karya klasik terasa lebih hidup dan personal, bukan sekadar teks di kertas yang kaku.
View All Answers
Scan code to download App

Related Books

Kapan Kamu Menyentuhku?
Kapan Kamu Menyentuhku?
Malam pertama mereka terlewat begitu saja. Dilanjut malam kedua, ketiga, setelah hari pernikahan. Andika sama sekali belum menyentuh istrinya, padalhal wanita itu sudah halal baginya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Andika? Bukankah pria itu menikahi Nuri atas nama cinta? Lalu kenapa dia enggan menyentuh sang Istri?
10
121 Chapters
Kapokmu Kapan, Mas?
Kapokmu Kapan, Mas?
Pada awalnya, Titi berniat membuat Robi dan Miska gancet demi membalas perselingkuhan sang suami dan sepupunya. Namun, di perjalanan membebaskan pasangan selingkuh itu, Titi malah menemukan fakta-fakta baru yang membuat Titi bertekad membalaskan semua perbuatan suaminya itu terhadap orang-orang terkasihnya.
10
79 Chapters
KAPAN AYAH PULANG
KAPAN AYAH PULANG
Kesedihan Faiz yang ditinggalkan Ayah, karena perselingkuhan Ibunya. Penderitaan tidak hanya dialami Faiz, tapi juga Ibunya. Ternyata Ayah sambung Faiz yang bernama Darto adalah orang yang jahat. Faiz dan Ibunya berusaha kabur dari kehidupan Darto.
10
197 Chapters
Kapan Hamil? (Indonesia)
Kapan Hamil? (Indonesia)
WARNING: BANYAK ADEGAN DEWASA. DI BAWAH UMUR JANGAN BACA. KETAGIHAN, BUKAN TANGGUNG JAWAB AUTHOR (ketawa jahat)."Sweethart!" teriak Tiger ketika gerakan bokongnya yang liat dipercepat lalu tubuhnya mengejang dan semua cairan miliknya tertumpah ruah di dalam rahim milik Virna.Tubuhnya langsung jatuh di atas Virna yang sudah mengalami betapa indah sekaligus melelahkanya malam ini. Suaminya membuat dia berkali-kali berada di awan atas nikmat yang diberikan. Dan malam ini, sudah ketiga kalinya bagi Tiger. Sedangkan untuk Virna, tak terhitung lagi berapa kali tubuhnya gemetar ketika Tiger mencumbunya, menyentuh setiap lekuk tubuhnya yang molek."Aku mencintaimu." Tiger berkata lembut kemudian menjatuhkan dirinya ke samping. Diambilnya selimut untuk menutupi tubuh Virna yang tak mampu lagi bergerak. Napasnya tersengal dan pandangan matanya sayu."Jika aku mandul, apa kamu tetap mencintaiku?" tanya Virna dengan air mata yang mengambang di pelupuk netranya lalu berpaling membelakangi suami yang sudah dinikahi lebih dari setengah tahun.Pernikahannya dengan Tiger adalah hal luar biasa dalam hidup Virna. Pria itu, meskipun memiliki usia yang lebih muda darinya, dalam banyak hal, Tiger menunjukkan sikapnya sebagi suami yang bertanggung jawab."Ssstttt! Jangan bicarakan itu lagi. Aku akan tetap mencintaimu dengan atau tanpa anak!" Tiger membalikkan tubuh Virna kemudian mengecup kedua matanya yang telah basah. Dia tahu kesedihan Virna karena sampai sekarang, istrinya tak kunjung hamil. "Kau yang terbaik, sweethart!" ucap Tiger lagi kemudian mendekap istrinya dalam-dalam.Follow IG Author: @maitratara
9.9
28 Chapters
Menjadi Bayang Cinta Pertamanya
Menjadi Bayang Cinta Pertamanya
Aku sedang hamil tiga bulan ketika suamiku, Jasper, memintaku terjun ke dalam air untuk mencari kalung peninggalan cinta pertamanya. Dengan mata yang bengkak karena menangis, aku memohon kepada Jasper sambil menggelengkan kepala. Namun, temannya yang tidak tahan melihat sikapku, akhirnya berbicara. "Cuma terjun ke dalam air, apa susahnya? Di antara kita semua, cuma kamu yang bisa berenang. Jadi kenapa bukan kamu saja yang melakukannya?" "Jessy, itu peninggalan ibunya Viola. Bukankah benda itu sangat penting?" Aku berjuang untuk meraih ujung pakaian Jasper dan memohon belas kasihan terakhir darinya. Namun, sebelum aku didorong ke dalam laut, aku hanya bisa menggantungkan harapan pada segelintir rasa tidak tega yang mungkin ada di matanya. Akhirnya, dia membuka mulutnya, "Jessy, kamu pandai berenang. Nggak akan terjadi apa-apa." Saat itu aku baru menyadari, bahkan dalam keadaan seperti ini, aku tidak lebih dari bayangan samar di hidupnya.
9 Chapters
Antara Aku dan Cinta Pertamanya
Antara Aku dan Cinta Pertamanya
Saat hamil sembilan bulan, aku disandera di atap gedung oleh mantan rekan yang dendam karena posisinya digantikan oleh suamiku. Dia menusukku puluhan kali. Sebagai seorang kepala tim penyelamat, suamiku malah mengerahkan semua orang untuk menghentikan cinta pertamanya yang sedang depresi agar tidak membakar diri di rumah kontrakannya. Aku tidak memohonnya datang menyelamatkanku. Di kehidupan sebelumnya, aku menelepon dan memohonnya datang menyelamatkanku. Dia pun meninggalkan cinta pertamanya demi diriku. Aku dan bayiku selamat, tapi cinta pertamanya justru tewas terbakar di dalam rumah itu. Suamiku memang kelihatannya tak menyalahkanku, dia bahkan memesankan ruang bersalin VIP untukku. Namun, di hari aku melahirkan, dia malah mengikatku, lalu menusukku dan bayi kami belasan kali! “Kamu bersekongkol dengan dia untuk menipuku hari itu, ‘kan? Luka tusukanmu nggak parah sama sekali waktu itu! Kamu nggak mungkin mati!” “Kalau kamu begitu suka ditusuk, biar aku kabulkan sekarang!” Saat membuka mata kembali, aku pun kembali ke hari di saat disandera. Kali ini, aku bakal membiarkan dia menyelamatkan cinta pertamanya.
8 Chapters

Related Questions

Di Mana Ajip Rosidi Menyelesaikan Pendidikan Jurnalistiknya?

2 Answers2025-09-05 00:37:14
Salah satu hal yang selalu membuatku kagum dari perjalanan intelektual Ajip Rosidi adalah bagaimana latar pendidikannya membentuk cara pandangnya terhadap media dan sastra. Ajip Rosidi menyelesaikan pendidikan jurnalistiknya di Sekolah Tinggi Publisistik (STP) di Jakarta. Setelah menekuni pendidikan itu, ia langsung terjun ke dunia surat kabar dan penerbitan, yang jelas berpengaruh besar pada gaya menulisnya yang lugas namun puitis. Pengalaman di STP memberikan pondasi teknik jurnalistik — cara mencari sumber, merangkai berita, dan memahami peran media dalam masyarakat — yang kemudian ia padukan dengan kecintaannya pada kebudayaan Sunda dan kepedulian terhadap bahasa. Kalau dilihat dari karya-karyanya dan kiprahnya mendirikan serta mengelola berbagai penerbitan, jelas pendidikan jurnalistiknya bukan sekadar gelar: itu jadi alat untuk memperjuangkan literasi, pelestarian budaya, dan pembentukan opini publik. Bagi aku pribadi, mengetahui latar pendidikan Ajip membuat karyanya terasa lebih utuh; bukan hanya seorang sastrawan yang menulis, tetapi juga seorang pemikir yang paham bagaimana kata-kata bekerja di ruang publik. Penggabungan unsur akademis jurnalistik dengan jiwa sastra itulah yang membuat jejaknya langgeng. Aku selalu merasa ada pelajaran berharga tentang disiplin menulis dan tanggung jawab intelektual setiap kali menelusuri jejaknya di dunia media dan kebudayaan.

Bagaimana Ajip Rosidi Memengaruhi Penulis Muda Indonesia?

3 Answers2025-09-05 02:19:36
Malam itu aku masih ingat saat pertama kali menemukan nama Ajip Rosidi di halaman belakang sebuah antologi sastra lama; namanya terasa seperti kunci yang membuka ruang-ruang bahasa yang selama ini kusangka tertutup. Pengaruhnya padaku sebagai pembaca muda bukan hanya soal teknik menulis, melainkan tentang sikap terhadap bahasa dan akar budaya. Dia menunjukkan bahwa menulis bisa menjadi jalan menjaga bahasa daerah—bukan hanya warisan museum, tapi napas hidup yang boleh dihidupkan lewat cerita, esai, dan puisi. Di masa ketika aku kebingungan memilih gaya, cara Ajip menyunting, menerbitkan, dan menciptakan forum membaca memberi contoh praktis: sederhana, konsisten, dan merangkul. Aku meniru caranya menempatkan kesederhanaan narasi agar pesan kultural tetap jelas tanpa jadi berat; aku meniru etosnya untuk rutin membaca naskah-naskah lokal, mengarsip, dan mengajak teman-teman berdiskusi. Lebih dari itu, dia memperbolehkan penulis muda merasakan bahwa suara lokal bukan hanya untuk pasar sempit—suara itu punya tempat dalam wacana nasional. Sekarang, ketika aku menuliskan cerita yang memuat dialek kampung atau mitos lokal, aku merasa ada warisan yang menuntun: menulis dengan hormat pada sumber, dan berani mengangkat hal yang dianggap 'kecil'. Itu memberi keberanian, bukan hanya teknik. Pengaruh Ajip padaku bukan sekadar pelajaran menulis, melainkan cara melihat dunia—bahwa kesetiaan pada akar bisa jadi kekuatan estetis dan sosial. Aku menutup catatan ini dengan rasa terima kasih yang hangat, dan selalu merasa mendapat semangat baru saat membuka kembali tulisannya.

Apa Kontribusi Ajip Rosidi Pada Perkembangan Sastra Sunda?

2 Answers2025-09-05 22:29:59
Setiap kali aku membuka naskah-naskah berbahasa Sunda, aku selalu teringat bagaimana satu orang bisa mengubah lanskap literatur daerah dengan kerja keras yang konsisten. Ajip Rosidi bagi aku bukan cuma penulis produktif; dia seperti jembatan antara tradisi lisan yang mulai pudar dan dunia tulis yang lebih modern. Dia merekam cerita rakyat, menyimpan naskah-naskah lama, dan memberi ruang bagi bahasa Sunda agar tetap hidup bukan cuma di mulut orang tua tapi juga di lembaran buku dan koridor akademik. Pengaruhnya juga terasa dalam hal pembentukan wacana: lewat esai, kritik, dan terbitan yang dia dukung, muncul pemahaman bahwa kesusastraan daerah itu punya nilai universal, bukan sekadar dokumen nostalgia. Aku terutama menghargai cara dia merawat kedua dunia—tradisi dan modernitas—tanpa meminggirkan salah satunya. Karena itu banyak penulis muda yang jadi berani menulis dalam bahasa daerah, eksperimen bentuk, atau menerjemahkan karya-karya penting supaya bisa diakses pembaca luas. Yang paling mengena buatku adalah konsistensi dan kepedulian organisasinya: dia membangun ruang-ruang pertemuan, mengumpulkan bahan referensi, dan melatih generasi penerus dengan cara yang praktis—bukan sekadar teori. Dampaknya terasa sampai sekarang; perpustakaan, arsip, dan jaringan komunitas yang ia bantu bentuk masih jadi rujukan. Secara personal, karya dan kegigihannya membuat aku percaya bahwa pelestarian bahasa tidak harus romantis pasif, melainkan bisa aktif dan produktif—mendorong karya-karya baru tanpa kehilangan akar. Aku sering membayangkan betapa banyak cerita lokal yang mungkin hilang kalau bukan karena orang-orang seperti dia, dan itu membuatku makin termotivasi untuk membaca, mengoleksi, dan membagikan karya-karya sastra Sunda di lingkunganku.

Bagaimana Gaya Ajip Rosidi Berbeda Dari Penulis Lain?

3 Answers2025-09-05 12:47:07
Setiap kali aku menelaah teks-teks Ajip Rosidi, hal pertama yang terasa adalah kedekatannya dengan akar budaya—seolah dia menulis dari dalam rumah tradisi, bukan dari menara akademik yang dingin. Gaya Ajip terasa hangat dan langsung: bahasanya lugas tapi tidak dangkal, penuh informasi historis dan etnografis yang disisipkan tanpa menggurui. Berbeda dengan penulis yang menonjolkan gaya puitik atau eksperimen bahasa untuk efek estetik, Ajip lebih sering memilih pendekatan dokumenter dan pengarsipan sastra, membuat karyanya berfungsi sekaligus sebagai pengajaran dan pelestarian. Aku suka bagaimana dia menyelipkan cerita rakyat, catatan lapangan, dan ulasan kritis dalam satu narasi yang mudah diikuti. Itu membuat pembaca awam pun bisa menangkap esensi budaya yang dibahas. Selain itu, Ajip punya kecenderungan utk menjembatani generasi: ia tidak hanya menulis untuk kalangan intelektual tetapi juga mengajak pembaca umum agar peduli pada bahasa dan karya daerah. Jika dibandingkan dengan penulis yang lebih fokus pada estetika pribadi atau politik semata, Ajip memberi ruang yang lebih besar untuk konservasi budaya, pendidikan, dan pembentukan koleksi intelektual. Bagi aku, itu terasa seperti warisan konkret—bukan sekadar puisi indah, melainkan arsip hidup yang membantu kita memahami siapa kita dan dari mana kita berasal. Aku selalu pulang dari membaca tulisannya dengan rasa lebih ingin mencari dan menyimpan cerita-cerita lokal.

Mengapa Karya Ajip Rosidi Sering Mengangkat Budaya Lokal?

2 Answers2025-09-05 08:15:45
Aku kerap membayangkan Ajip Rosidi duduk di depan meja kayu, dengan tumpukan naskah dan kamus, menuliskan hal-hal yang membuat bahasa daerah dan budaya lokal terasa hidup lagi. Dalam pengamatan saya, karyanya sering mengangkat budaya lokal karena ia melihatnya bukan sekadar sebagai latar atau hiasan, melainkan sebagai sumber identitas dan ingatan kolektif. Ajip datang dari tradisi lisan, sehingga ia menghargai ritual, pantun, mitos, dan bahasa sehari-hari—elemen-elemen yang mudah hilang ketika modernitas dan bahasa dominan mengambil alih ruang publik. Menulis tentang ini adalah bentuk perlawanan lembut namun gigih: merawat memori, menegaskan martabat budaya kecil, dan memberi tempat bagi suara yang selama ini tersingkir. Selain itu, saya merasa ada dimensi dokumenter dalam karyanya. Ajip bukan hanya penulis yang menciptakan fiksi; dia juga kolektor, penerjemah, dan penjaga warisan. Ini terlihat dari cara ia menarasikan adat, kosakata, dan tradisi dengan rinci—seolah-olah ingin memastikan generasi selanjutnya tidak kehilangan acuan. Di sisi estetika, penggunaan unsur lokal memperkaya tekstur cerita: ritme bahasa daerah, idiom khas, dan struktur cerita rakyat memberi nuansa yang otentik dan emosional. Bagi saya, itu membuat karya-karyanya terasa hangat dan manusiawi, bukan cuma pelajaran etnografi. Ada pula motivasi politik-kultural: menegaskan bahwa kebudayaan daerah adalah bagian dari kekayaan nasional, bukan primitive leftover. Kalau budaya lokal direpresentasikan dengan serius, ia mendapat pengakuan intelektual yang pantas, dan itulah yang Ajip lakukan lewat tulisannya. Terakhir, secara pribadi karyanya menginspirasi rasa bangga akan akar. Saya sering merasa terhibur sekaligus tersentuh ketika menemukan detail kecil—nama makanan, upacara, atau ungkapan khas—yang membuat saya merasa dekat dengan leluhur dan kampung yang mungkin hanya saya kunjungi sekali. Dengan cara ini, Ajip membangun jembatan antara masa lalu dan sekarang; menyambungkan pembaca urban yang haus modernitas dengan tanah tempat cerita-cerita lama tumbuh. Itu alasan kenapa tema budaya lokal muncul berulang: bukan karena ketinggalan zaman, melainkan karena ia sangat relevan untuk memahami siapa kita dan dari mana kita berasal. Dan sebagai pembaca, aku selalu pulang dari karyanya dengan rasa bahwa sesuatu yang berharga berhasil diselamatkan.

Di Mana Arsip Ajip Rosidi Disimpan Untuk Penelitian Sastra?

3 Answers2025-09-05 06:29:12
Garis besar penelusuranku soal arsip Ajip Rosidi: koleksinya ternyata tidak terkonsentrasi di satu tempat tunggal, melainkan tersebar di beberapa institusi dan juga sebagian masih berada di tangan keluarga atau komunitas lokal. Dari yang pernah kubaca dan tanyakan ke beberapa pustakawan, kamu kemungkinan besar akan menemukan bahan primer di 'Perpustakaan Nasional Republik Indonesia' (Perpusnas) — mereka sering menerima donasi dan menyimpan naskah, surat, dan buku penting dari tokoh sastra. Selain itu, kampus-kampus di Bandung seperti perpustakaan 'Universitas Padjadjaran' kerap menyimpan koleksi lokal terkait penulis Sunda dan sumbangan penulis yang berkaitan dengan daerah tersebut. Jangan lupa juga Balai Bahasa di Jawa Barat; lembaga daerah ini kadang punya arsip penting tentang kebudayaan dan penulis daerah. Kalau mau serius melakukan penelitian, saranku: mulai dari pencarian katalog online Perpusnas, hubungi pustakawan Unpad yang menangani koleksi lokal, dan tanyakan kemungkinan akses ke arsip keluarga atau yayasan yang mengelola karya Ajip. Beberapa materi mungkin sudah didigitalisasi, sementara dokumen pribadi atau korespondensi bisa jadi cuma bisa diakses lewat permintaan khusus. Semoga petunjuk ini memudahkan langkah awalmu — aku senang kalau menemukan teks-teks lama itu, rasanya seperti nyelam ke sejarah sastra sendiri.

Apakah Ada Adaptasi Film Dari Karya Ajip Rosidi Yang Terkenal?

3 Answers2025-09-05 17:34:20
Baru saja aku menyelami arsip lama dan ngobrol dengan beberapa kolega pegiat sastra—hasilnya, jawaban simpelnya: adaptasi layar lebar besar dari karya Ajip Rosidi hampir tidak ada. Meskipun namanya besar di dunia sastra Indonesia, karya-karyanya lebih sering hidup lewat antologi, majalah, teater kampus, dan pembacaan puisi daripada film bioskop mainstream. Aku menemukan catatan bahwa beberapa cerpennya pernah dibawa ke panggung teater lokal dan ada pula produksi radio atau drama televisi skala kecil yang mengadaptasi cerita pendeknya pada era 70–90an, tapi itu biasanya untuk penayangan lokal atau pendidikan, bukan rilisan komersial yang luas. Alasan menurut pengamat yang aku ajak bicara cukup masuk akal: banyak karya Ajip kental nuansa lokal, bahasa, dan filosofi Sunda yang sulit diterjemahkan langsung ke layar besar tanpa kehilangan kehalusan gaya tulisannya. Selain itu, industri film kita dulu kurang tertarik mengangkat cerita-cerita sastra yang bernuansa reflektif dan bukan genre populer. Jadi, daripada melihatnya sebagai kegagalan, aku lebih melihatnya sebagai kesempatan—karya-karyanya menunggu adaptasi yang peka dan berani, entah oleh sineas independen atau proyek festival film yang menghargai tekstur sastra. Kalau kamu penasaran, saran praktisku: cek arsip lama TVRI, perpustakaan film seperti Sinematek, atau koleksi universitas; di sana kadang tersimpan rekaman teater radio atau dokumenter kecil yang jarang diketahui publik. Menurutku, membaca langsung karyanya juga memberi kepuasan tersendiri—narasi Ajip punya ritme yang enak dibaca dan sering membuka sudut pandang baru tentang budaya lokal. Aku selalu merasa lebih hangat setelah menenggelamkan diri dalam puisinya.

Siapa Tokoh Dalam Novel Populer Ajip Rosidi Yang Paling Mengena?

3 Answers2025-09-05 14:07:31
Ada satu tipe tokoh dalam karya Ajip Rosidi yang selalu bikin dada terasa berat sekaligus hangat: protagonis muda yang bergumul antara akar tradisi dan godaan modernitas. Aku ingat bagaimana cara penulis itu membangun interior tokoh—pemikiran yang sering kali bertolak belakang dengan lingkungan sekitar, tapi tetap penuh empati. Dalam beberapa ceritanya, tokoh utama bukan pahlawan besar; dia cuma manusia kecil yang menangis dalam sunyi, menahan malu, dan sesekali memberontak dengan cara yang halus. Gaya penceritaan Ajip membuat konflik batin itu terasa sangat nyata. Aku sering menangkap dialog pendek yang menampar perasaan, atau monolog interior yang sederhana tapi menusuk; momen kecil seperti menolak makan tertentu di meja keluarga atau menolak lamaran karena takut mengecewakan orangtua, justru yang paling mengena. Itu bukan drama bombastis—itu kepedihan sehari-hari yang familiar bagi banyak pembaca. Buatku, tokoh paling mengena bukan selalu yang paling heroik, melainkan yang jujur pada kebingungan dirinya. Mereka memberi ruang bagi pembaca untuk bersimpati tanpa menghakimi, dan itu yang bikin cerita Ajip Rosidi tetap bertahan di kepala dan hati lama setelah halaman terakhir ditutup.
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status