HAJATAN MISTERIUS DI RUMAH KEPALA DESA
Rangga Wiratama, Kepala Desa Sukamukti, mendapati sesuatu yang tak masuk akal terjadi di rumahnya. Sebuah hajatan besar diselenggarakan atas namanya—tanpa seizin, tanpa perintah, dan tanpa penjelasan. Undangan tersebar ke seluruh warga desa dengan satu perintah mutlak: semua wajib hadir dan dilarang pulang sebelum diizinkan.
Sejak hari pertama hajatan berlangsung, kejanggalan demi kejanggalan muncul. Musik gamelan yang seharusnya rusak kembali berbunyi. Dapur rumah terkunci dari dalam, menguar bau anyir yang tak wajar. Tamu-tamu berdatangan dengan wajah kosong, patuh tanpa bertanya. Beberapa orang yang hadir… tidak pernah terlihat lagi.
Rangga berusaha mencari jawaban, namun setiap pintu informasi tertutup rapat. Para sesepuh desa justru menatapnya seolah ia bagian dari kesepakatan lama yang telah dilupakan. Perlahan, ia menyadari bahwa jabatannya sebagai kepala desa bukan sekadar posisi pemerintahan, melainkan peran penting dalam ritual turun-temurun yang mengikat seluruh desa.
Hajatan itu ternyata adalah bagian dari janji leluhur—sebuah perjanjian kelam untuk menjaga keselamatan desa dengan harga nyawa manusia. Dan rumah kepala desa selalu menjadi pusatnya. Selalu.
Di tengah teror yang semakin nyata, Rangga dihadapkan pada pilihan paling kejam:
memutus ritual dan menghancurkan desanya, atau meneruskan hajatan dengan mengorbankan orang-orang yang ia lindungi.
Namun semakin ia berusaha melawan, semakin jelas bahwa hajatan ini tidak pernah benar-benar berakhir. Ia hanya menunggu untuk diulang, dengan kepala desa yang baru… atau korban yang berbeda.
Sebab di Sukamukti, tradisi lebih berkuasa daripada kebenaran, dan undangan hajatan selalu menemukan jalannya sendiri.