Penyesalan Setelah Diriku Tiada
Aku didiagnosis menderita lupus eritematosus sistemik stadium berat dan akan meninggal tiga hari lagi.
Setelah 188 kali telepon permintaan tolongku ditolak suamiku, aku membawa hasil pemeriksaan dan melangkah masuk ke kantor pelayanan perawatan akhir hayat.
“Halo, tolong bantu jadwalkan proses kremasiku dan ajukan juga bantuan subsidi dari pemerintah.”
Sepuluh menit kemudian, mereka datang.
Belum sempat aku bicara, suamiku yang seorang pengacara langsung menamparku tanpa ekspresi.
“Demi merebut perhatian dari Penny, kamu pura-pura sakit parah?”
Kakakku yang seorang dokter merebut hasil pemeriksaanku, lalu membuka dan menatapku, sambil mencibir,
“Lupus? Kalau mau pura-pura sakit, setidaknya yang masuk akal. Penyakit seperti ini hanya diderita satu dari sejuta orang.”
Aku menahan rasa sakit di tubuhku, lalu kembali ke meja petugas dan menyerahkan formulir, serta hasil medis lagi.
Melihat ruam berbentuk kupu-kupu di pergelangan tanganku, petugas itu tampak iba.
“Aku sudah nggak punya keluarga lagi.”
“Aku ingin mendaftar layanan kremasi tiga hari lagi, lokasinya bebas. Aku hanya berharap kematianku nggak menjadi beban bagi siapapun.”