공유

54. Semakin Panas

작가: SayaNi
last update 최신 업데이트: 2025-06-01 19:04:45

Ryota menunduk, menelusuri punggung Elara dengan bibirnya — panas, lembab, penuh klaim.

Tubuh Elara gemetar di bawahnya, napasnya terputus-putus, tangan kecilnya mencengkeram kuat sandaran sofa.

Tangan kiri Ryota menahan pinggang Elara, kuat, memastikan wanitanya itu tidak bisa bergerak.

Tangan satunya membelai rambut Elara, lalu turun perlahan ke tengkuknya.

Dengan gerakan kasar, Ryota menggenggam leher Elara.

Elara mendongak sedikit, dan Ryota tersenyum tipis — dingin.

Dalam satu hentakan brutal, tanpa peringatan, Ryota menekan pinggulnya ke Elara.

Bahu mungilnya melengkung, punggungnya menegang refleks, seolah menahan sesuatu yang tak terlihat, dan dari bibirnya pecah suara, teriakan kecil.

Tangan Ryota yang menggenggam leher Elara mengencang sedikit, menahan tubuh mungil itu tetap tunduk.

Ryota menatap puas, menyaksikan setiap gerak kecil itu, ketakutan, kelelahan, tapi juga ketidakberdayaan.

Elara menggigil hebat, air mata tipis menggenang di sudut matanya saat tubuhnya dipaksa
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   87. Ulat bulu nemui Elara

    Setelah makan siang bersama, Ryota langsung pergi.'Sepertinya dia memang sangat sibuk,' pikir Elara sambil berdiri sejenak di depan pintu akses menuju lift, memperhatikan belakang mobil suaminya yang perlahan menghilang di tikungan ramp menuju pintu keluar. Mobil miliknya sendiri sudah terparkir tak jauh. Orang kepercayaan Ryota yang mengantarnya ke sana. Pria itu sempat menyarankannya agar diantar oleh pak sopir, khawatir ia masih terguncang setelah insiden dengan Pak Dekan. Tapi Elara menolak dengan halus.Ia bersikeras pergi sendiri. Menjemput Anya.Bukan karena keras kepala, tapi karena ia tak ingin terlihat rapuh.Elara masuk ke mobilnya, menarik napas sejenak sebelum menyalakan mesin. Mobil itu melaju tenang, menuju sekolah Anya.Elara memarkir mobilnya perlahan, mematikan mesin, lalu turun dengan tenang.Baru saja ia hendak berjalan ke arah lobi sekolah, sebuah suara pelan terdengar dari belakang.“Elara…”Suaranya tak asing. Tapi tak diharapkan.Perlahan, Elara menoleh.Wan

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   86. Vanessa Ngajak Kepo

    Sebuah pesan masuk di ponsel Ryota. Ia tersenyum tipis. "Putramu baik baik saja," katanya pada Elara yang tengah mengaduk sup ikannya. "Benarkah?" dengan mata berbinar, lekas lekas Elara menoleh ke arah Ryota. Ryota memberikan ponselnya dengan layar yang menyala. "Apakah kau sudah bisa tidur nyenyak sekarang?" Elara menerimanya dengan semangat. Layar ponsel Ryota menampilkan dokumen resmi dari Dinas Perlindungan Anak. Ia mulai membaca. Rumah tempat Arka tinggal disebutkan dalam kondisi layak. Nyaman. Bersih. Ruangan cukup. Ventilasi dan pencahayaan dinilai baik. Ada kamar untuk Arka, dengan tempat tidur sendiri, dan mainan seperlunya. Neneknya disebut sebagai pengasuh utama. Wawancara menunjukkan ia cukup perhatian—menyiapkan makanan, menemani tidur, mengantar sekolah. Tidak ditemukan keluhan serius. Tidak juga ada kekurangan yang bisa dijadikan alasan intervensi. Elara menggulir ke bawah. Bagian berikutnya membuat napasnya pelan-pelan menurun. Kondisi fisik: normal.

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   85. Waktu Berharga Ryota

    TING! Lift terbuka. Di hadapan mereka berdiri seorang gadis berambut lurus dengan setelan kasual. Elara langsung mengenalinya. Gadis yang semalam di lift... Yang membicarakan suaminya sambil tertawa kecil di telepon. “Selamat siang, Pak,” sapa Tania. Sopan. Tapi sorot matanya menyiratkan keterkejutan kecil yang tak sempat ia sembunyikan. Wajah Ryota mengeras. Datar. Ia mengangguk singkat, lalu tersenyum tipis—dingin. Tangannya terulur, menekan tombol tutup di panel lift. “Kau seharusnya tidak ada di lift ini,” tegasnya. Tania langsung mundur setengah langkah. “Baik, Pak.” Tapi sebelum pintu lift benar-benar tertutup, ia sempatkan matanya melirik ke dalam. Di belakang Ryota, berdiri seorang gadis muda. Diam. Hampir tersembunyi. Hanya setengah terlihat dari balik bahu presdirnya. Lalu... Matanya jatuh ke kantong belanja yang dibawa sang Presdir, tepat sebelum pintu lift tertutup. Warna pink. Bergambar Maruko Chan. Tania hampir tertawa kecil dalam hati. P

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   84. Kasmaran

    “Kau menjalankan tugasmu dengan baik,” suara Ryota terdengar datar, samar-samar terasa bahaya di setiap katanya. Di seberang, Leona membeku sejenak. Ia tidak menduga sosok yang berada di atas Erol akan bicara langsung padanya. Apalagi dengan nada yang terdengar seperti pujian... tapi juga bisa berubah jadi hukuman.“Suatu kehormatan mendapat pengakuan langsung dari Anda, Tuan,” ucapnya hati-hati.“Sepertinya wanitaku terlalu rendah hati di kampusnya,” ujar Ryota—sarkastik, tanpa intonasi.Ia menduga ada yang terjadi.Segala yang melekat pada Elara—seharusnya cukup untuk menunjukkan status sosialnya. Bukan orang yang mudah disentuh. Apalagi diintimidasi.Jika masih ada yang berani menyentuhnya, maka hanya ada dua kemungkinan, terlalu bodoh... atau memang sedang cari mati.Di ujung sambungan, Leona kembali terdiam.Jika ia menyebutkan rumor buruk yang beredar tentang Elara sekarang, pria di balik sambungan telepon ini mungkin akan murka—karena informasi itu tak pernah ia laporkan seja

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   83. Patah Remuk

    Pintu ruangan tiba-tiba terbuka cepat oleh Leona. Tanpa berkata sepatah kata, ia menghantam Pak Dekan yang tengah membekap Elara.“Krak!”Pak Dekan terpelanting, menghantam tepi meja, lalu jatuh ke lantai dengan suara berat. Wajahnya berdarah. Rahangnya tampak tidak simetris.Ia menggeliat, membuka mulutnya seakan ingin bicara—namun yang keluar hanya rintihan serak dan liur bercampur darah.Tubuhnya gemetar pelan, antara kesakitan dan syok.Leona tidak langsung menghampiri Elara. Ia menutup pintu, dan memeriksa ruangan dengan cepat—mata elangnya menyapu setiap sudut.Kamera kecil di rak buku. Masih menyala. Leona mendekat, mencabut memorinya dan memasukkan ke saku celananya. Baru setelah semua aman, ia berjongkok di sisi Elara.“Anda terluka?”Elara menggeleng lemah, masih limbung.Leona mengangguk. Satu tangan mengambil ponselnya, dan menghubungi Erol. “E secured. Hostile injured—level three trauma. Site clear," lapornya. Leona menatap Elara sekali lagi setelah memutuskan sambunga

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   82. Rumor Kampus Berbahaya

    "Baik, saya akan merayu kamu," ucap Elara pelan. Ia tidak yakin. Tangannya menyentuh dada Ryota, dan memberi dorongan kecil yang canggung. "Maaf, bisakah kamu mundur sedikit?" pintanya kemudian. Hah? Ryota mengernyit. "Oke," Suara yang keluar dari mulut Ryota. Ia pun mundur satu-dua langkah, diam, matanya tak lepas dari wajah Elara.Elara menarik napas dalam-dalam. Ia menunduk sejenak, lalu mengangkat wajahnya kembali. Tatapannya tidak terlalu memohon. Biasa saja. "Kalau kamu tidak bisa bantu saya… saya cari bantuan di tempat lain dulu. Nanti kalau tidak ada yang bisa… saya balik lagi ke kamu," katanya, dan berjalan melewati Ryota tanpa ragu. Ryota mengernyit, dan berbalik menatap punggung Elara dengan heran. "Kau menolak untuk merayuku?" tanyanya hampir tak percaya. Sekarang dia main tarik ulur? pikir Ryota. Elara berhenti. Tubuhnya memutar seperempat lingkaran, menoleh ke arah Ryota. Ekspresinya polos, tak ada senyum, tapi ada sedikit kerut di keningnya, ciri khasnya saat se

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status