Seharusnya aku tahu bahwa Jovita dan keluarganya tidak akan menyerah begitu saja. Lagi pula Yosef juga tidak bisa membuktikan bahwa anak dalam kandungan Jovita benar adalah anaknya. Maka satu-satunya jalan adalah menunggu sampai anak itu lahir.
Terlalu lama untuk menunggu sampai dia lahir, tetapi aku tidak bisa menyarankan dilakukan tes DNA sekarang. Yang aku dengar, tes itu bisa membahayakan janin. Aku tidak peduli jika hal yang buruk terjadi kepada wanita ini. Dia terlalu jahat untuk mendapatkan simpati. Namun bayi itu tidak ada hubungannya dengan sikap ibunya, aku tidak bisa membahayakan nyawanya.
“Aku tahu mengapa kalian menolak untuk menikahkan aku dengan Jason. Dia sudah bertunangan dengan Celeste, anak seorang pemilik restoran kecil. Bagaimana bisa keluarga Jarvis Putra yang terhormat memilih seorang pelayan untuk menjadi seorang menantu? Bukankah akan lebih baik bila kalian memilih aku?
“Tetapi tidak apa-apa. Pada akhirnya nanti, akulah yang akan menjadi menantu di rumah ini.” Jovita berdiri, menyandangkan tas di bahunya, dan mengambil kembali amplop hasil pemeriksaan kehamilannya dari tangan Jason. “Sampai nanti.”
Om Gunawan dan istrinya mengikuti putri mereka keluar dari ruangan tanpa mengatakan apa pun. Kami tetap berada di dalam ruangan dan tidak ada seorang pun yang berniat mengantar mereka sampai pintu depan. Aku yang dari tadi berdiri mendengarkan semuanya, memutuskan untuk duduk di samping Ayah dan Bunda.
“Kamu seharusnya lebih berhati-hati.” Ayah menatap Jason dengan tajam. “Bagaimana bisa kamu menebar benih sesukamu di luar sana tanpa menggunakan pelindung? Aku harap kamu tidak lagi melakukan kebiasaan burukmu itu mulai dari hari ini. Aku tidak mau media menciumnya dan kamu merusak hubunganku dengan Bisma.”
“Iya, Ayah,” ucap Jason patuh. “Tetapi anak yang ada dalam kandungan Jovita bukanlah anakku. Kami sudah lama tidak berhubungan lagi. Dan aku selalu memakai pelindung.”
“Sebaiknya kamu fokus kepada Celeste saja. Aku tidak mau mendengar seperti apa hubunganmu dengan wanita itu di masa lalu. Laki-laki tidak akan mau mengakui anak yang ada dalam kandungan wanita yang pernah ditiduri, kecuali perempuan itu adalah istrinya sendiri. Jadi, alasanmu ini tidak bisa kamu gunakan untuk membela diri.” Bunda angkat bicara.
“Dan jika Jovita melakukan apa yang dia ucapkan tadi, maka orang-orang akan lebih berpihak kepadanya daripada kamu. Diam adalah respons yang terbaik untuk menghadapi skandal karena kehamilan di luar nikah. Seperti kata ayahmu. Kamu harus berhenti melakukan kebiasaan burukmu itu. Aku tidak akan memaafkanmu jika kamu sampai menyakiti calon menantuku.”
“Biar Jovita menjadi urusanku. Aku tidak akan membiarkan dia merusak reputasi kita atau rencana pernikahanku dengan Celeste,” ucap Jason berjanji.
Keluargaku keluar rumah untuk melakukan aktivitas mereka masing-masing, maka aku juga memilih untuk pergi daripada di rumah seorang diri. Pada hari ini seharusnya aku berkencan untuk pertama kalinya dengan Celeste. Sayang sekali Jason tidak melakukan hal yang sama. Entah dia pergi ke mana.
Celeste suka sekali memakan daging panggang. Aku rindu makanan kesukaan istriku itu. Sial. Sampai kapan aku akan terbiasa bahwa dia sudah bukan istriku atau tunanganku lagi pada kehidupan ini. Dia adalah tunangan kakakku.
Restoran itu sudah dipenuhi dengan pengunjung, namun aku beruntung. Sepasang kekasih baru saja selesai makan dan aku mendapatkan sebuah meja. Lokasinya tidak jauh dari pintu masuk, jadi aku tidak perlu mengikuti pelayan wanita itu sampai ke bagian dalam restoran.
Mereka membersihkan meja dan mengganti alat pemanggangnya saat aku memilih menu. Selesai memesan dan meja telah bersih kembali, mereka meninggalkan aku. Kesempatan itu aku gunakan untuk memeriksa beberapa pesan yang masuk. Selama aku menyetir tadi, ponselku tidak berhenti bergetar. Ada beberapa pesan dari Fabian.
Walaupun hari ini adalah hari Minggu, para staf tetap bekerja menjual unit apartemen kami. Hanya para manajer dan jajaran direksi yang bekerja pada hari Senin sampai Sabtu. Dia hanya melaporkan bahwa setiap stan buka tepat waktu dan mengirim jumlah staf yang berjaga.
“Jonah?” Suara yang sangat aku rindukan itu terdengar dekat sekali jaraknya dariku. Aku menoleh ke arah datangnya suara dan melihat Celeste berdiri di sisiku. “Ah, benar, ini kamu. Apakah kamu akan kedatangan teman atau makan seorang diri?” Dia melihat ke arah sofa di depanku.
“Sendiri,” jawabku singkat. Dia bertepuk tangan dengan senang.
“Apakah kami boleh makan di sini bersamamu? Tenang saja, kami akan bayar sendiri dan memesan makanan sendiri,” pintanya dengan wajah memelas. Aku hanya mengangguk pelan. Karena terlalu fokus kepadanya, aku tidak melihat Nola berdiri di sisinya. “Terima kasih!”
“Hai, namaku Winola.” Gadis itu mengulurkan tangannya kepadaku. Aku menjabatnya sesaat. “Aku tahu siapa kakakmu. Dia pria yang sangat terkenal!”
“Nola, pesan makanan dahulu baru mengobrol.” Celeste menyikut lengan sahabatnya itu. Mereka membaca menu lalu memutuskan bersama jenis paket yang akan mereka pesan. Aku meminta pelayan untuk menambah pesanan dagingku dua porsi lagi. Gadisku dan sahabatnya menatapku dengan mata membulat. “Kamu akan memakan daging sebanyak itu sendirian?”
“Itu untuk kalian. Aku sudah memesan bagianku.”
“Tetapi kami tidak punya uang sebanyak itu,” protes Celeste.
“Aku traktir,” ucapku dengan santai. Dia tidak akan puas hanya makan daging dalam paket tersebut. Meskipun sekarang kami bukan siapa-siapa, aku tidak akan membiarkan dia kelaparan.
“Kalian berdua ada hubungan apa?” tanya Nola heran. Dia menatapku dan Celeste secara bergantian. “Bagaimana kamu bisa dekat dengan orang kaya seperti dia, Cel?”
“Kapan-kapan akan aku ceritakan.” Celeste menatapku dengan tajam sejenak, seolah-olah memberi peringatan agar tidak membongkar hubungan kami. “Kita hanya akan makan, lalu menonton, dan melupakan rutinitas yang melelahkan dengan skripsi. Jadi, bahas hal yang ringan saja.”
“Ini bukan hal yang ringan, tetapi aku tidak tahan lagi.” Aku merasakan Nola sedang melihat ke arahku. Aku hanya mengabaikannya dan fokus pada pesan yang baru aku terima di ponselku. “Pras datang ke rumahku semalam.”
“Untuk apa lagi dia datang?” tanya Celeste dengan nada marah. “Kalian sudah putus dan dia sudah dua kali mengkhianatimu. Apa dia mau mengajakmu untuk menjalin hubungan lagi dengannya?”
“Yap.” Nola menganggukkan kepalanya. “Dia memohon agar aku mau memberinya satu kesempatan lagi. Setelah dua kesempatan, dia masih berani meminta yang ketiga. Apa dia pikir aku adalah gadis yang mudah takluk dengan air mata buayanya itu?”
“Aku tidak mengerti. Bila dia memang secinta itu kepadamu, mengapa dia masih selingkuh dengan gadis lain di belakangmu?” tanya Celeste bingung. “Jonah, kamu adalah laki-laki. Mengapa kalian suka sekali selingkuh saat kalian sedang menjalin hubungan dengan seorang gadis?”
“Jangan pakai kata kalian.” Aku tidak terima disamakan dengan laki-laki yang bernama Pras itu. “Aku tidak akan pernah selingkuh dari kekasihku.”
“Ah, omongan laki-laki mana bisa dipercaya. Apalagi kata-kata kamu yang bahkan belum pernah berpacaran,” kata Celeste mengejekku.
~Celeste~ “Jacob Nicholas Putra!” seruku melihat anakku yang berusia sembilan tahun malah asyik memakan es krim cokelat di ruang makan. Dia mengotori pakaiannya padahal kami harus pergi sekarang. Aku menoleh ke arah suamiku yang berdiri di sisiku. “Oke. Ini salahku.” Dia menurunkan putri kami dari pelukannya dan memberikan tangannya padaku. “Ayo, Jacob, kita bersihkan tanganmu dan ganti pakaianmu.” Aku mendesah napas keras melihat mereka berjalan menuju pintu belakang. Aku hanya beberapa menit berada di kamar untuk bersiap-siap setelah membantu anak-anak berpakaian. Saat aku pikir kami sudah siap untuk pergi, selalu saja terjadi kecelakaan serupa. Jacob makan sesuatu hingga mengotori tangan, wajah, dan pakaiannya atau Jolene yang menumpahkan minuman ke bajunya. Meninggalkan anak-anak dalam pengawasan suamiku memang bukan ide yang baik, tetapi siapa lagi yang bisa aku percaya kalau bukan dia? Andai saja Ayah dan Bunda ada di sini. Mereka masih dalam pe
Aku melihat ke arah arloji pemberian istriku yang melingkari pergelangan tanganku. Tidak peduli berapa harganya, benda itu sangat berarti bagiku. Pemberian pertama darinya untukku. Meskipun dia tidak ada di sini bersamaku, aku merasakan dukungannya.Hari ini pertama kalinya aku akan menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan Anggara. Om dan Bunda tersenyum kepadaku saat mereka melihat aku duduk di kursi yang mereka sediakan untukku. Di sisi Om Mahavir. Wajah peserta lainnya menatapku dengan rasa ingin tahu. Mereka semua sudah mendengarkan kemampuan dan beberapa prestasiku, mereka pasti tidak sabar mau mendengar langsung apakah aku seperti yang dikatakan Om.Asisten Om Mahavir menenangkan ruangan dan memimpin jalannya rapat. Dia membacakan agenda dari pertemuan kami sebelum mempersilakan direktur utama untuk menyampaikan laporannya. Aku menghela napas panjang, bersiap mengikuti diskusi panjang nanti.“Aku tidak percaya proyek ini lolos begitu mudah,&rdqu
“Mengapa aku harus berpakaian seperti ini?” keluh Celeste untuk kesekian kalinya. Dia memakai gaun paling indah dan mahal yang selalu menjadi dambaan banyak wanita, tetapi dia mengeluh. Aku bahkan memberi dia gelang berlian untuk menyempurnakan penampilannya.“Kamu akan mengerti begitu kita tiba di sana.” Kali ini aku tidak menyetir dan meminta salah satu sopir keluarga kami untuk mengendarai mobilku.“Aku merasa seperti maneken yang kamu bawa ke pesta hanya untuk dipamerkan.” Dia memajukan bibirnya, menyatakan rasa tidak sukanya. Seandainya kami dalam perjalanan pulang, aku pasti akan menciumnya habis-habisan di mobil ini sampai senyuman menghiasi wajahnya. Tetapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, riasan wajahnya bisa rusak.“Malam ini istimewa, sayang. Aku mau mereka semua tahu bahwa meskipun aku masih muda, aku bisa mendapatkan uang yang banyak untuk membelikan istriku pakaian yang bagus dan perhiasan yang mahal.
Aku menyerahkan dokumen terakhir yang perlu aku tanda tangani sebagai manajer pemasaran kepada Fabian. Sudah tidak ada lagi dokumen atau laporan yang aku sisakan di atas meja. Dengan begitu, orang baru yang akan menggantikan aku tidak dibebani dengan tugas yang masih menjadi tanggung jawabku.“Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Pak. Saya ikut bangga Bapak naik ke posisi baru,” ucap Fabian dengan tulus.“Terima kasih juga padamu, Fabian. Kamu asisten terbaik yang pernah aku miliki.” Aku melirik jam tanganku. “Apa kamu ada janji malam ini Mau makan malam bersamaku?”“Saya tidak ada janji, tetapi—” jawabnya dengan segan.“Tidak ada tetapi. Ayo, aku traktir.” Aku memasukkan ponsel ke dalam saku jasku, lalu berjalan mendekati pintu. Dia mengikuti aku keluar dan bergegas menyimpan dokumen tadi di lemari besi kemudian menguncinya.Fabian tidak menyebut makanan tertentu yang dia suka
~Jonah~Suasana rumah pada pagi itu tepat seperti dugaanku. Ketika aku masuk ruang makan dan Celeste tidak bersamaku, aku terpaksa memberi tahu Ayah dan Bunda bahwa dia pulang ke rumah Papa semalam. Bunda histeris dan Ayah segera menenangkannya.Namun tidak ada yang bisa membuat Bunda berhenti menangis sehingga kami pergi bersama untuk membujuk dia pulang. Aku mengendarai mobilku sendiri, sedangkan Ayah dan Bunda di mobil Ayah. Kami harus ke kantor setelah urusan ini selesai, jadi kami tidak bisa pergi dengan satu kendaraan.Bu Liana menyambut kedatangan kami, lalu mengantar kami ke ruang tamu. Dia meninggalkan kami untuk memanggil Celeste. Nevan masuk beberapa saat kemudian bersama seorang pelayan yang membawakan kudapan. Dia hanya mendesah pelan sebelum duduk di salah satu sofa kosong.“Tolong, maafkan adikku. Dia—” Nevan berusaha untuk menjelaskan.“Ini adalah kesalahanku. Celeste berhak untuk marah,” tukas Ayah. Ne
~Celeste~Restoran yang dimiliki Papa berawal dari warung makan sederhana yang dimulainya bersama Mama. Mereka mengawali usaha itu dari nol hingga akhirnya berdiri sebuah restoran berlantai tiga. Dari menu makanan sehari-hari khas Indonesia hingga orang tuaku mempekerjakan koki khusus masakan luar negeri. Restoran itu unik karena lantai dasar tetap diperuntukkan bagi makanan yang terjangkau layaknya warung nasi sederhana, sedangkan lantai dua khusus makanan yang sedikit lebih mahal.Pelanggan semakin banyak dan mereka berharap ada cabang lain yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggal atau kantor mereka. Karena itu Papa ingin membangun restoran yang kedua. Itu adalah prestasi terbesarnya setelah lama berdua kehilangan Mama.Lalu ada orang yang sengaja menghancurkan impian Papa dan sengaja merebut semua itu darinya. Dan orang itu tidak lain adalah ayah mertuaku sendiri? Bagaimana bisa orang kaya punya pikiran yang begitu egois? Mereka tidak lebih baik dari Fel