Kedua orang tua berpelukan. Baskoro Adjie menepuk punggung Rayden dengan pelan, ia tampak bahagia ketika kembali bertemu dengan anak sahabatnya ini. Bahkan mereka sangat dekat dulunya, namun karena sang anak meninggal dan banyaknya masalah dalam keluarganya ia lebih memilih diam.Baskoro Adjie lebih memilih menyendiri dari siapa pun, ia ingin hidup tenang dengan banyaknya masalah di dalam hidupnya.“Bagaimana kabarnya, Om?” tanya Rayden dengan tersenyum tipis.“Ya beginilah, Rayden. Om sehat,” sahut Baskoro dengan ramah. “Ayo masuk. Sepertinya banyak yang harus kita ceritakan,” lanjutnya dengan menatap Sheina yang tampak bingung.Rayden mengangguk, ia menggandeng tangan Sheina dengan erat walaupun Nessa tertidur di gendongannya.Sedangkan Nevan hanya tampak bingung dengan suasana baru ini. Anak kecil itu memeluk leher mamanya dengan erat, ia merasa asing dengan tempat ini.“Mas, sini aku bawa Nessa tidur di kamarnya dulu,” ucap Sheina menurunkan Nevan dari gendongannya.Rayden mengang
“Bohong!” sanggah Diandra dengan cepat.Ia menatap Rayden dengan sendu, walaupun di dalam hati ia sudah sangat kesal dengan Sheina. Karena ia yakin jika wanita itu yang mengatakan semuanya pada Rayden.Jika begitu, seharusnya ia sudah menyingkirkan Sheina sejak dulu. Wanita murahan seperti Sheina ternyata tidak bisa dianggap remeh.“Rayden, mana mungkin aku seperti itu. Dulu aku memang menemukan ponsel kamu tergeletak di atas meja,” ucap Diandra dengan sendu.Rayden menatap Diandra dengan tajam, lalu ia menyeringai menatap wanita yang sangat pandai berakting seperti ini di hadapannya.“Jangan mengelak lagi Diandra. Saya tidak akan ke makan dengan omongan kamu kali ini,” ucap Rayden dengan tajam.“Rayden, kamu apa-apaan sih? Kenapa kamu jadi memojokkan Diandra seperti ini? Mama lebih tahu dia itu bagaimana dan dia lebih baik daripada Sheina!” tukas Mona dengan tajam.Rayden terkekeh sinis, ia tidak habis pikir dengan mamanya yang selalu membela Diandra daripada dirinya.“Silahkan Mama
Sheina terdiam dengan pertanyaan Rayden saat ini. Tentu saja sebagai ibu dia tidak tega, tetapi ia ragu dan takut untuk kembali bersama dengan Rayden.“M-mas…”Rayden meletakkan jari telunjuknya di bibir Sheina. “Besok saja kita bicarakan, saya ingin tidur memeluk Nessa bahkan saya ingin memeluk kamu tapi saya sadar pasti kamu akan menolaknya,” ucap Rayden dengan tegas.Rayden mulai memejamkan matanya, memeluk sang anak yang tidur dengan berpelukan satu sama lain. Sebenarnya Rayden tidak ngantuk sama sekali, ia tidak ingin Sheina canggung karena dirinya tak kunjung tidur.Rayden ingin menikmati moment kebersamaan mereka bersama untuk pertama kalinya setelah berpisah tiga tahun lamanya.Sheina menatap wajah Rayden dan kedua anaknya yang terlelap di sampingnya, ia mengelus pipi Nevan dengan lembut.“Maafkan Mama ya, Sayang. Karena Mama pergi kamu kehilangan peran Mama,” gumam Sheina dengan sendu.Rayden mendengar semuanya, ia menahan untuk tidak membuka matanya. Rayden ingin mendengar a
Sheina merasakan lehernya basah, awalnya iya tidak menyangka jika itu adalah air mata Rayden. Tetapi mendengar isakan lirih dari pria itu, hati Sheina menjadi iba.“M-mas kamu nangis?” tanya Sheina memastikan.Tak ada jawaban dari Rayden, pria dingin itu semakin mengeratkan pelukannya hingga Sheina tidak bisa berkutik dan merasa sesak karena pelukan tangan Rayden di perutnya begitu erat.“Mas?” panggil Sheina dengan lembut.Wanita itu berusaha melepaskan pelukan Rayden pada perutnya tetapi tidak bisa, akhirnya Sheina melihat ke arah samping. Dan benar saja Rayden menangis di pundaknya.Pria dingin itu menangis? Sungguh? Sheina belum pernah melihat Rayden menangis sebelumnya?Rasanya Sheina ingin tertawa kecil. Namun, melihat wajah Rayden yang memang terlihat serius dan tidak berpura-pura, ia menjadi iba.“Saya merindukan kamu, Sheina. Saya sudah mencari ke mana pun kamu pergi tapi sama sekali tidak membuahkan hasil.” Rayden bercerita dengan jujur.Sheina menghela napasnya dengan berat
Sheina membekap mulut Rayden, ia melirik ke arah anak mereka yang sedang asyik bermain. Takut keduanya mendengar ucapan Rayden yang begitu vulgar.“Mas jaga ucapan kamu. Anak-anak bisa mendengar omongan kamu itu,” ujar Sheina dengan panik.Rayden menyeringai. “Saya tidak sedang bermain-main, Sayang. Saya bisa saja menyuruh baby sitter Nevan untuk membawa mereka pergi dan kita akan menghabiskan waktu berdua di sini dengan berbagi keringat,” ucap Rayden dengan tegas.Sheina menelan ludahnya dengan kasar, tatapan Rayden begitu intens saat ini. Gugup sudah pasti karena mereka tak lagi bertemu selama tiga tahun terakhir.“Otak kamu semakin aneh, Mas. Tambah mesum!” ucap Sheina dengan penuh penekanan dan matanya melirik Rayden dengan malas.Ia mencoba menanggapi ucapan Rayden dengan santai. Walaupun sebenarnya jantungnya saat ini berdetak begitu kencang.“Kayaknya gak ada yang perlu kita bicarakan lagi, Mas. Aku harus pergi,” ucap Sheina yang tak ingin berlama-lama di sini.Rayden mencekal
Rayden mengajak Nevan untuk pergi ke pantai setelah semalam anaknya itu merayakan ulang tahunnya dalam keadaan bersedih karena Sheina dan kembarannya tak datang.Harus ke mana lagi Rayden mencari istrinya itu, sungguh ia sangat merindukan Sheina. Semua yang ada di diri wanita itu sangat ia rindukan. Tetapi ia tidak pantang menyerah, Rayden yakin dirinya akan segera menemukan Sheina dan anaknya.“Papa itu Mama,” ucap Nevan menunjuk ke arah seseorang yang sangat mirip dengan mamanya sedang bermain dengan anak seusianya.Nevan langsung berlari ke arah wanita tersebut, ia sudah sangat merindukan wanita yang menjadi ibunya itu. Yang selalu ia tatap fotonya tanpa ia bisa peluk dengan erat.“Mama!” teriak Nevan menubruk tubuh wanita itu.Awalnya Wanita itu hanya biasa saja, ia tersenyum dan menganggap anak kecil itu salah mengenali orang. Namun, setelah menatap wajah Nevan wajahnya berubah drastis. “Mama ke mana aja? Nevan lindu, Mama,” ucap Nevan dengan menangis tak ingin melepaskan peluka