Share

Maafkan Aku, Mas

Author: Nhaya_97
last update Last Updated: 2024-04-24 18:26:53

Seketika itu juga, mata Arga membulat sempurna, terkejut dan kesal mencampur baur dalam ekspresinya. “Ma!” pekiknya kemudian, suaranya terdengar penuh dengan keputusasaan. “Ini tidak adil! Aku tidak bersalah—”

“Kamu masih terus menyangkal hal ini, Arga. Kamu tahu kan, kenapa papa kamu menutup kasus kecelakaan adikmu? Karena dia masih memliki hati untuk tidak menjebloskan kamu ke penjara! Bukti ada di tangan kami. Dan jika kamu berulah dan tidak mau mengakhiri hubunganmu dengan Marisa, jangan harap kamu masih duduk di bangku kebanggaanmu itu!” potong Maya dengan suara tegas, tatapannya menembus kedalaman hati Arga.

Jani, yang mendengar percakapan itu dari balik pintu, hanya bisa menitikkan air mata. Ia telah menikah dengan pria yang, menurut kata ibu mertuanya sendiri, telah membunuh suaminya. Rasanya dunia seakan runtuh di hadapannya, keputusasaan memenuhi setiap serat jiwanya.

Tanpa berpikir panjang, Jani berlari menuju mobilnya, hatinya berdegup kencang di dalam dadanya. Entah kemana tujuannya, ia hanya ingin menjauh dari keluarga itu, dari semua drama yang memenuhi rumah itu.

Di seberang jalan, di atas jembatan yang melintasi sungai yang mengalir deras di bawahnya, Jani berhenti. Dia berdiri di tepi jembatan, angin malam menerpa wajahnya yang basah oleh air mata dan hujan yang mulai turun.

“Arghh!” Jeritan putus asa terlepas dari bibirnya, mencabik keheningan malam. Sekuat tenaga, ia melepaskan semua kekesalan, kesedihan, dan ketidakadilan yang telah menumpuk di dalam dirinya.

Berteriak sekuat mungkin, seolah ingin membuyarkan semua penderitaannya, agar hatinya bisa lega dan menerima nasib dan takdir yang harus dia alami.

Jani menangis tersedu-sedu di tepi jembatan, hatinya hancur dan pikirannya kacau. "Kenapa harus aku yang menerima nasib seperti ini? Hanya aku yang harus menikah dengan pria yang telah membunuh suamiku. Sebenarnya apa, yang kalian sembunyikan dariku selama ini?" bisiknya lirih, suaranya penuh dengan keputusasaan.

Dalam kebingungannya, ingin rasanya ia lompat saja dari sana, menyusul sang suami yang telah pergi meninggalkannya. Namun, tekad bulat yang telah ia yakini selama ini membuatnya bertahan, keyakinan bahwa Rayhan masih hidup memelihara semangatnya.

“Mas. Maafkan aku karena aku harus menikah dengan kakakmu. Tapi, aku akan memintanya untuk menceraikan aku jika benih yang dia tanam di rahimku tidak tumbuh. Aku hanya ingin menunggumu. Aku hanya ingin bersama kamu selamanya,” ucapnya lirih kemudian, menundukkan kepalanya dengan tulus.

Tiba-tiba, suara keras menggema di sekitarnya, membuyarkan kesunyian malam. "Ngapain kamu di sini, huh?!" teriak seorang lelaki, menyebabkan Jani terperanjat hingga hampir terjatuh.

“Aaaaa!” pekiknya hampir terjatuh, namun Arga dengan cepat menariknya dan mengangkatnya kembali. "Kamu gila, huh? Kalau mau mati, jangan di depanku! Kamu mau menyusul suami tercinta kamu itu?” pekik Arga dengan nada marah, wajahnya memancarkan kemarahan yang mendalam.

“Ngapain kamu tolongin aku kalau tidak ikhlas? Andai aku sudah melihat jasad suamiku, detik itu pula aku akan menyusulnya! Daripada harus bertahan dengan pria tak punya hati sepertimu!” jawab Jani dengan mata yang menatap tajam wajah pria di hadapannya, tanpa ada sepatah kata pun yang terucap dari hatinya yang terluka.

"Arrggh! Aku tidak peduli! Memangnya kamu saja, yang ogah menikah? Aku pun sama! Dan sekarang aku harus mengakhiri hubunganku dengan Marisa," desak Arga dengan nada yang penuh dengan ketidakpuasan.

Jani menatap tajam wajah suaminya itu. “Itu artinya, kamu memang merasa, jika kamulah yang telah membunuh Mas Rayhan?”

“Tidak!” pekik Arga menyangkal dengan keras. “Aku tidak membunuhnya, Jani! Apa yang dikatakan oleh Mama itu tidak benar.”

Jani tersenyum dengan pahit. “Jika kamu tidak merasa telah membunuhnya, kenapa harus takut dengan ancaman Mama? Bukankah seharusnya kamu tak perlu takut dan tak perlu mengakhiri hubunganmu dengan Marisa jika memang bukan kamu yang telah membunuh suamiku?”

Napas Arga tercekat mendengar ucapan dari Jani. Seolah apa yang telah ia ucapkan itu benar.

“Pulang! Mama mencarimu,” ucapnya lalu menarik paksa tangan Jani dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.

Sementara itu, mobil yang dibawa oleh Jani dikemudikan oleh sopir yang dikirim oleh Arga sebelumnya untuk mencari Jani. Tentu saja, itu adalah perintah Maya yang telah memerintahkan Arga untuk mencari menantunya itu.

“Ngapain kamu cari aku?” tanya Jani dengan suara yang tetap tenang meskipun penuh dengan kekecewaan.

“Jika bukan Mama yang memintaku mencarimu, mana mungkin aku mengejarmu!” ucap Arga dengan suara datarnya.

Jani menghela napasnya dengan panjang, merasakan kelelahan dan keputusasaan merayapi dirinya. “Kamu sangat patuh kepada mamamu. Tapi, selalu membantahnya juga. Dan sekarang, semua yang Mama katakan, selalu kamu turuti. Takut sekali rupanya kamu masuk hotel prodeo!” ujarnya dengan nada yang penuh dengan ironi dan kekecewaan.

Rahang Arga mengeras menahan gelombang emosi yang memuncak akibat ucapan dari Jani. Dalam benaknya, terbersit keinginan untuk mencekik perempuan itu saat itu juga. Namun, ia menyadari betapa berisiknya jejak kriminalnya akan semakin bertambah jika ia melakukan hal tersebut.

Sementara itu, Jani memasuki rumah dengan langkah lebar, menatap Maya yang berdiri di ambang pintu. Tatapan datar sang mertua bertemu dengan pandangan lelah Jani.

“Kenapa kamu pergi, Nak?” tanya Maya, mencoba memahami alasan di balik kepergian Jani.

Jani menghela napas panjang, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. “Aku hanya ingin mencari angin segar saja, Ma. Paru-paruku terasa sesak karena kejadian yang menimpaku hari ini dan kemarin,” ucapnya, tatapan matanya memancarkan rasa sedih yang mendalam.

"Mungkin jika Mama tidak melarang aku untuk pergi dari rumah ini, kejadian ini tidak akan terjadi 'kan, Ma?" lanjut Jani, air matanya menetes perlahan.

Maya mendekati Jani, mengusap lembut lengan menantunya. “Memangnya jika kamu pergi dari rumah ini, kamu mau ke mana? Rumah peninggalan orang tua kamu saja habis dilalap si jago merah. Perusahaan papa kamu bangkrut oleh kakak kamu. Ke mana, kamu pergi jika bukan di sini tempat untuk kamu bertahan hidup?” ujarnya dengan suara lembut, mencoba memberi pengertian pada Jani.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Tamat!

    Usia kandungan Jani sudah memasuki usia sembilan bulan. Sudah sangat buncit dan kini tengah memeriksa kandungannya dan melihat kondisinya di monitor USG.“Posisi bayinya sudah sangat baik. Perkiraan melahirkannya sekitar dua sampai empat hari lagi,” ucap dr. Mira memberi tahu.Jani menerbitkan senyumnya. “Syukurlah kalau posisinya sudah baik. Saya lega mendengarnya, Dok. Dua sampai empat hari lagi ya, Dok?”“Betul, Ibu. Dua sampai empat hari lagi Anda akan melahirkan.”Jani menghela napasnya kemudian menoleh pada Rayhan yang tengah mengusapi punggung tangannya itu sembari menatap layar monitor USG yang tengah menampilkan wajah calon anaknya itu.Sepulang dari rumah sakit, Jani dan Rayhan mampir ke restoran dulu untuk makan siang bersama.“Mas. Dua sampai empat hari ke depan kamu nggak ke mana-mana, kan?” tanya Jani memastikan kalau Rayhan akan ada saat dia melahirkan nan

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Sudah Lima Minggu

    Malam harinya. Samuel teringat akan wajah perempuan lugu yang tengah mencari pekerjaan tadi pagi di rumah sakit.Kini, ia tak perlu memikirkan kondisi Rayhan kembali karena lelaki itu sudah sembuh dari obat yang sudah dia berikan pada Rayhan dulu.“Kenapa itu cewek nggak bisa hilang dari pikiran gue, sih? Kasihan banget ya, mimik mukanya. Kayak tertekan gitu.”Samuel menghela napasnya dengan panjang. “Semoga aja dia bisa menguasai kerjaannya di kantor nanti. Paling, gue yang harus sabar kalau nanti banyak yang salah.”Samuel kemudian menutup matanya sebab jam sudah menunjuk angka satu pagi. Ia harus ke kantor untuk interview Vira yang sudah ia tunjuk sebagai calon pengganti Tata.Pukul 07.00 WIB.Jani merasa perutnya seperti ini memuntahkan sesuatu. Baru saja ia bangun dari tidurnya, tiba-tiba saja tenggorokannya terasa pahit. Ia pun segera masuk ke dalam kamar mandi dan memuntahkan cairan kuni

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Hasil Pemeriksaan

    Keesokan harinya, Jani dan sang suami pergi ke rumah sakit bersama-sama. Pun dengan Samuel yang dari jam sembilan sudah ada di rumah hendak ikut dengan adik dan iparnya itu.Bahkan Samuel juga yang menggendong Elvan saat tiba di rumah sakit. Dan kini tengah menunggu Jani dan Rayhan yang sudah masuk ke dalam ruangan dokter.“Elvan mau makan apa? Biar Om belikan,” tanya Samuel kepada keponakannya itu.Elvan menggelengkan kepalanya. “Udah makan, Om. Nggak lapel.”“Ooh!” Samuel menyunggingkan senyumnya menatap keponakannya itu. “Elvan, sayang nggak, sama Om?”Elvan mengangguk. “Sayang, Om.”“Bagus. Anak pintar. Kalau sama Mama dan Papa?”“Sayang banget.”Samuel lantas tertawa mendengarnya. “Lucu banget sih, kamu ini. Nggak pantes rasanya kalau bapak kamu itu si Arga. Nggak ada pantes-pantesnya sumpah, dah!”

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Menunggu Hasil

    Satu minggu berlalu. Keluarga kecil yang tengah liburan itu sekarang sudah kembali ke Jakarta.Pun dengan Samuel. Lelaki itu juga ikut cuti selama satu minggu itu. Sebab terlalu penat dirinya dengan pekerjaan yang setiap hari tak pernah ada habisnya.Di sebuah taman di halaman depan rumah. Jani dan Elvan tengah bermain bersama dengan anak dari dua sahabatnya yang sedang berkunjung ke sana."Jani. Gue mau nanya tentang Rayhan ke elo."Jani menolehkan kepalanya kepada Ellena. "Kenapa El?" tanyanya kemudian.Ellena menghela napasnya dengan panjang seraya menatap Jani dengan lekat. "Elo pernah bilang kalau Rayhan akan sembuh dari cacat kesuburannya karena ulah kakak elo waktu itu."Jadi menganggukkan kepalanya. "Iya. So?" tanyanya kembali."Yaa ... sekarang kan, udah lima tahun. Kalian udah periksa lagi ke dokternya?""Oh, itu. Iyaa. Gue dan Mas Rayhan rencana besok mau ke rumah sakit untuk periksa lagi. Semoga

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Happy Birthday to You!

    Pukul 20.00 WIB.Kejutan yang akan diberikan oleh Rayhan kepada Jani sebentar lagi akan dimulai. Lelaki itu tengah menunggu Janu yang masih menidurkan anaknya."Woy!"Rayhan menoleh kemudian mengerutkan keningnya melihat Samuel ada di sana."Kok kamu ada di sini?" tanya Rayhan bingung.Samuel menyunggingkan senyumnya. "Gue nanya sekretaris elo, katanya elo cuti selama seminggu karena mau liburan ke Bali. Ya udah, gue susul aja ke sini. Emangnya Jani nggak bilang, kalau gue tadi telepon dia?"Rayhan menggeleng dengan pelan. Ia kemudian menerbitkan senyumnya dengan lebar. Punya ide untuk menjaga Elvan selama dia dan Jani dinner."Kebetulan kamu datang ke sini, aku mau minta tolong sama kamu buat jagain Elvan di sini. Nanti jam sembilan aku dan Jani mau dinner."Samuel lantas menyunggingkan bibirnya. "Beber aja dugaan gue. Pasti, bakalan disuruh jagain Elvan." Ia pun mendengus kasar.Rayh

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Samuel Protes

    Sudah tiba di Bali ….Suasana yang indah, yang akhirnya bisa Jani rasakan lagi setelah sekian lama tak pernah mengunjungi tempat itu. Betapa bahagianya ia akhirnya bisa liburan bersama keluarga kecilnya.“Bagus banget pemandangannya. Udah lama banget nggak pernah ke sini. Banyak perubahan juga,” ucap Jani sembari memandang pantai yang indah dan bersih di depan matanya.Tangan Rayhan kemudian melingkar di pinggang Jani, menghampiri perempuan itu setelah menidurkan Elvan di kamar sebab anak itu masih tidur dengan lelapnya.“Makasih ya, Mas. Udah bawa aku dan Elvan ke sini. Seneng banget akhirnya bisa liburan lagi,” ucap Jani berterima kasih kepada suaminya itu.Cup!Rayhan mencium pipi Jani. “Sama-sama. Aku juga sama, seneng akhirnya bisa bawa kamu dan Elvan liburan ke tempat yang cukup jauh. Biasanya keliling mall atau taman saja. Maafin, karena terlalu sibuk dan lupa liburan.”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status