"Apapun?" tanya Nathan dengan nada menggoda sambil meraih ujung dagu Vira dan mengarahkan wajahnya hingga menatap ke arahnya hingga bola mata keduanya saling bertatapan.
Vira mengangguk pelan sembari menatap wajah Nathan yang tepat berada dihadapannya dengan jarak yang begitu dekat. Bahkan Vira bisa merasakan aroma yang khas dari hembusan nafas yang terasa hangat dari mulut lelaki itu menerpa wajahnya."Aku yakin kau tahu bahwa aku menginginkanmu, Vira." ucap Nathan dengan setengah berbisik tepat di telinga Vira.Deg! Mata Vira membulat sempurna, dia menelan salivanya dengan kasar. Namun, sesaat kemudian Vira memejamkan matanya dan menjawab."I-iya Pak Nathan, sa-saya tahu," sahut Vira gelagapan.Nathan tersenyum sambil menghirup aroma shampo yang tertinggal di rambut Vira. Mata Nathan terpejam, aroma shampo tersebut benar-benar memabukkannya."Baiklah, katakan berapa uang yang kau inginkan?" tanya Nathan."Dua ratus juta, pak.""Hanya dua ratus juta?" tanya Nathan seolah nominal uang yang diminta Vira adalah uang yang sedikit.Vira pun mengangguk.Nathan berbalik, lalu berjalan ke arah meja tempat kerjanya, kemudian dia membuka dan mengambil sesuatu dari dalam sebuah laci. Nathan terlihat menuliskan jumlah uang yang diinginkan Vira di selembar sebuah cek."Kau yakin hanya ini?" tanya Nathan lagi."I-iya pak.""Baiklah, ambil ini!" Nathan menyerahkan cek tersebut.Dengan ragu-ragu, Vira pun mengulurkan tangannya untuk menerima selembar cek itu."Terimakasih Pak Nathan," ucap Vira lirih."Dan ambil ini!" Nathan menyerahkan sebuah kartu."Kartu apa ini, Pak?" tanya Vira."Itu adalah kartu akses untuk masuk ke apartemenku. Jadi bawalah! Karena sebentar lagi kamu akan membutuhkannya," ucap Nathan yang tiada henti mencetak senyum miring di bibirnya.Vira menerima kartu itu dengan tangan bergetar. Meski hati kecilnya sangat menentang apa yang ia putuskan saat ini tetapi Vira tetap harus melakukannya untuk Ningrum.Mata bulatnya melekat pada kartu akses yang tadi disodorkan oleh Nathan. Tiba-tiba Vira menelan ludahnya berat, benaknya membayangkan apa yang akan terjadi dengan dirinya setelah ini."Kenapa kau terlihat gugup? Kau tahu kan, Vira. Sekali kau memutuskan maka kau tidak akan pernah bisa membatalkannya."Nathan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, matanya mengamati keresahan yang tergambar jelas di wajah Vira."Ingat Vira! Selama tiga bulan ke depan, kamu akan menjadi wanitaku. Dan kamu harus bersedia melakukan apapun untukku," bisik Nathan, tangannya mengelus leher jenjang Vira dengan gerakan seringan bulu membuat Vira memejamkan matanya sejenak.Ingin rasanya ia menghindar, tetapi sialnya Vira tidak bisa melakukan itu.Hembusan nafas yang menerpa kulit pipi membuat Vira bergidik. Terlebih ketika matanya menatap bola mata Nathan yang menggelap, sorot mata hazel abu itu tampak berkabut penuh gairah."B-baik pak, saya mengerti. Tetapi sebelum itu tolong berikan saya waktu sampai operasi ibu saya selesai," pinta Vira."Baiklah, tidak masalah. Berhubung suasana hatiku sedang bagus jadi aku akan berbaik hati menunggumu," sahut Nathan."Akan tetapi..." Nathan menggantung ucapannya."Tapi apa, Pak?" tanya Vira.Grep! Nathan menarik dan merangkul pinggang Vira hingga tubuh keduanya saling menempel. Dada mereka nyaris tak berjarak membuat Vira menahan nafasnya."Jangan pernah coba-coba untuk menipuku!" ucap Nathan dengan nada penuh penekanan.Bola mata keduanya saling bertemu kembali, namun Vira langsung mengalihkan pandangannya. Bertatapan dengan lelaki itu membuat Vira merasa gugup saja."Iya pak. Anda tidak perlu khawatir, saya tidak akan berani menipu anda," sahut Vira.Nathan tersenyum, pandangan matanya berganti menatap ke arah bibir mungil milik Vira.Cup! Tanpa aba-aba Nathan langsung menempelkan bibirnya di bibir Vira. Nathan mencium dan melumat bibir Vira sekilas.Mata Vira terbelalak saat lelaki itu merenggut first kissnya tanpa permisi. Bahkan selama ini Vira belum pernah berciuman saat ia menjalin hubungan dengan Andi. Dan beruntung Vira tidak melakukannya, jika iya mungkin Vira akan sangat menyesalinya."Pak, anda..." Vira memegangi bibirnya.Hampir saja Vira mengajukan protes. Namun beruntung dia langsung teringat bahwa lelaki itu kini sudah berhak atas dirinya."Kenapa? Anggap saja ini adalah sebagai ganti bayaran yang sudah aku berikan," ucap Nathan.Vira terdiam dan bungkam. Dia masih sedikit syok karena harus kehilangan first kissnya dengan cara yang seperti ini."Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan, bahkan sebelum kamu melakukan tugasmu. Jadi, aku juga berhak mendapatkan hakku, jadi kita impas," ucap Nathan sambil tersenyum tipis."Pak Nathan maaf, saya permisi dulu. Saya harus segera ke rumah sakit, saya harus segera membayar biaya operasi ibu saya," ucap Vira sembari melepaskan dirinya dari dekapan Nathan."Baik, pergilah! Selesaikan urusanmu terlebih dahulu sebelum kita memulai urusan kita," ucap Nathan."Baik, pak. Saya permisi dulu," ucap Vira lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan Nathan dengan begitu terburu-buru.Sementara Nathan hanya menatap kepergian Vira sambil tersenyum miring.Dengan begitu terburu-buru, Vira melangkahkan kakinya keluar dari perusahaan tersebut untuk segera menuju ke rumah sakit.Vira masuk ke dalam sebuah mobil taxi."Pak, kita ke rumah sakit," ucap Vira."Baik mbak," sahut sopir taxi itu."Tapi nanti kita mampir dulu di bank ya, pak," ucap Vira lagi."Iya mbak," ucap sopir taxi itu sambil menyalakan mesin mobilnya lalu mengemudikannya.Vira menyandarkan tubuhnya di kursi mobil tersebut. Vira merasa lega karena akhirnya dia berhasil mendapatkan uang untuk biaya operasi ibunya. Namun semua masalahnya belum sepenuhnya selesai, justru masalah yang sebenarnya belum dimulai.Vira benar-benar gusar memikirkan dirinya yang akan menjadi penghangat ranjang atasannya selama tiga bulan. Vira masih tidak percaya bahwa dia akan melakukan hal serendah itu hanya demi seonggok uang.Vira benar-benar merasa menjadi wanita murahan. Namun apa boleh buat, rasa cinta terhadap sang ibu yang membuat Vira terpaksa mengambil jalan pintas tersebut.Tiba-tiba Vira teringat akan kejadian yang baru saja ia alami bersama atasannya. Jantung Vira mendadak kembali berdebar-debar saat ia mengingat dirinya yang baru saja berciuman dengan Nathan.Vira meraba bibirnya, ia seakan masih bisa merasakan bibir yang begitu hangat dari lelaki itu yang melumat bibirnya."Ssshh, sial!" umpat Vira merutuki dirinya.Beberapa saat kemudian, Vira mendengar suara dering dari ponselnya. Dia pun membuka tasnya untuk mengambil ponselnya.Vira mendengus sembari tersenyum getir saat ia melihat panggilan masuk dari Andi, kekasihnya yang telah mengkhianatinya."Dasar sampah!" ucap Vira mengumpat.Vira tidak menjawab panggilan dari Andi, dia sudah terlanjur sakit hati. Bahkan bayangan lelaki itu yang sedang bercinta dengan wanita lain masih terbayang dengan begitu jelas di dalam pikirannya, dan itu benar-benar menyakiti perasaannya.Ponsel Vira kembali berdering. Namun, Vira masih tidak menghiraukannya.Ddrrtt! Ting!Sebuah chat masuk di ponsel Vira.(Vira, maaf. Tolong jangan marah! Aku benar-benar tidak tahu kalau kamu menelepon. Tadi aku sedang ada meeting dengan klien) isi pesan Andi.Cih!Vira mendengus sambil berdecih saat ia membaca pesan dari Andi yang dipenuhi dengan dusta."Meeting?" gumam Vira."Kau pikir aku ini bodoh?" ucap Vira sambil menatap layar ponselnya. Namun, ia sama sekali tidak berniat membalas pesan dari lelaki itu."Dasar bajingan! Penghianat!" ucap Vira tidak berhenti merutuk."Aku bahkan tidak sudi untuk melihat wajahmu," ucap Vira lagi.Vira pun kemudian mematikan ponselnya. Dia tidak ingin lelaki itu mengganggunya lagi.--Nathan kembali menyentuh wajah Vira, kali ini lebih lama, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sentuhan itu membuat Vira terusik, kelopak matanya perlahan terbuka.Begitu matanya terbuka sepenuhnya, Vira terperanjat mendapati Nathan duduk begitu dekat, menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan."M-maaf, Pak… eh, maksudku, Nathan. Aku tidak tahu kalau kau sudah bangun," ujar Vira gugup. "Tak masalah," jawab Nathan singkat, suaranya terdengar tenang.Vira menunduk sejenak sebelum melanjutkan, "Dan maaf… aku tertidur di sebelahmu. Semalam kau terus menggenggam tanganku sambil mengigau jadi, aku… tidak bisa pergi.""Apa kamu bermimpi buruk? Kamu sempat mengigau sampai ingin menangis," tanya Vira pelan, menatap wajah Nathan penuh empati. "Aku lihat ada luka yang dalam di balik raut wajahmu."Nathan terdiam sejenak. Tatapannya kosong, seolah pikirannya melayang jauh ke masa lalu, lalu ia menggeleng perlahan. "Tidak, aku tidak bermimpi. Mungkin hanya karena terlalu kelelahan,
Flashback — 17 tahun yang lalu...Di sebuah taman bermain kecil yang dikelilingi pagar kayu warna-warni, tampak seorang anak perempuan berusia enam tahun duduk di ayunan, matanya terus menatap ke arah gerbang taman.Setiap sore, ia akan datang ke tempat itu—duduk menanti sosok yang selalu ia rindukan: seorang bocah laki-laki berseragam SD yang baru saja pulang sekolah.Dan seperti biasa, bocah itu datang dengan langkah cepat—seolah takut membuat gadis kecil itu menunggu terlalu lama. Nafasnya sedikit terengah, tapi senyumnya tetap terjaga. Ada semangat yang tak bisa dijelaskan tiap kali matanya menemukan sosok kecil yang duduk menunggunya di sana."Kak Adit!" seru anak perempuan itu, suaranya lantang dan penuh semangat, seperti nyanyian kecil yang menggema di antara gemericik tawa anak-anak di taman sore itu.Adit, bocah laki-laki yang baru saja naik ke kelas 2 SD, menoleh dan tersenyum lebar. Seragamnya sedikit kusut, tasnya menggantung miring di pundak, dan keringat masih membasahi
Tanpa banyak bicara, Nathan menarik turun renda tipis yang masih menutupi mahkota keindahan milik Vira. Bibirnya mendarat dengan rakus, menyusuri lekuk itu, lalu menyentuh dan menggigit ujungnya—tidak lembut, tapi penuh hasrat. Rasa nyeri bercampur geli membuat Vira meringis, namun ia tetap diam, tenggelam dalam badai emosi yang tak terjelaskan. "Aa akkhh... Ssshhhh!"Vira mendesah, suara lirihnya pecah di antara napas tertahan. Tubuhnya gemetar, dilanda gelombang rasa yang tak mampu ia pahami sepenuhnya—antara nikmat yang samar dan sakit yang menggigit. Ada luka yang ditinggalkan oleh sentuhan Nathan, tapi ada juga percikan hangat yang memabukkan, entah berasal dari hati atau sekadar ilusi belaka.Entah setan apa yang merasuki Nathan malam itu. Tatapannya gelap, tajam, seolah ada badai yang tak bisa ditenangkan. Nathan semakin gencar. Jemarinya bergerak liar, menyusuri lembah yang tersembunyi di balik goa milik Vira. Nafas gadis itu memburu, tubuhnya mengejang ketika Nathan membuka
Sarah dan Danu pun merasa gusar karena mereka yakin Bram pasti akan memilih Nathan sebagai penerusnya, karena Nathan merupakan anak kandungnya. "Oh, benarkah?" tanya Nathan sambil mengernyitkan dahinya. "Oh iya Nathan, bagaimana hubunganmu dengan Kayla sekarang?" tanya Bram setelah mereka selesai makan malam. "Apa maksud Papa?" tanya Nathan sambil menautkan kedua alisnya. "Bukankah kamu dan Kayla sedang menjalin hubungan?" "Pa, sudah berapa kali aku katakan kalau aku dan Kayla itu tidak memiliki hubungan apa-apa, kami cuma berteman biasa, Pa!" sahut Nathan dengan nada suara penuh penekanan. "Apa maksud kamu hanya berteman? Bukankah sudah sangat jelas jika Kayla itu sangat mencintai kamu?" "Aku tidak perduli dia mencintaiku atau tidak, yang pasti aku tidak mencintainya. Aku tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya!" ucap Nathan. "Nathan, Papa dan kedua orang tua Kayla sudah sepakat akan melangsungkan pertunangan kalian saat Kayla kembali dari Singapura," ucap Nathan. Sontak
Di tengah perjalanan, Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi membelah jalanan di malam yang sudah mulai larut. Kata-kata Vira terngiang-ngiang di telinganya, beriringan dengan kenangan pahit dimasa lalunya."Cinta?" gumam Nathan sambil mendengus kesal. "Omong kosong!" Senyum getir pun terbit di bibirnya.Tin! Tin!Nathan membunyikan klakson mobilnya beberapa kali di depan sebuah rumah dengan pagar besi yang menjulang tinggi.Seorang satpam bergegas membukakan pintu pagar itu untuk Nathan. Ia pun langsung mengemudikan mobilnya masuk ke halaman rumah yang terlihat sangat besar itu.Nathan menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum kemudian ia menghembuskannya secara kasar, karena sebentar lagi ia merasa tidak akan bisa menghirup udara segar saat dia sudah mulai masuk ke dalam rumah itu bertemu dengan papanya.Rumah besar yang Nathan datangi itu merupakan rumah Bramantyo, ayah kandungnya yang otomatis rumah itu juga rumah Nathan. Namun Nathan merasa enggan untuk ting
Diiringi tetesan air sebagai latar suara, Nathan menatap wajah Vira yang berada tepat di depannya. Lekat dan intens, seakan-akan berusaha menyelami dua manik hitam itu yang di momen ini enggan memancarkan binar. Kemudian Nathan kembali mencium bibir Vira hingga bibir keduanya kini saling bertautan.Mata Vira terpejam, kedua tangannya kini melingkar di leher Nathan yang kokoh. Sementara tangan Nathan mulai bergerilya meraba punggung Vira yang masih terhalang bajunya yang basah.Salah satu tangan Nathan pun mulai membuka satu persatu kancing baju Vira, menyisakan bra berenda hitam yang membalut dua buah gundukan lembut milik Vira. Namun, Nathan tidak membiarkan benda itu berlama-lama menutupi kedua gundukan bukit yang indah tersebut. Dalam hitungan detik, tangan Nathan pun melepas pengait bra diselingi dengan kecupan hangat di bahu Vira, dan kini dadanya sudah benar-benar terekspos sepenuhnya.Nathan kini beralih menciumi ceruk leher Vira, menyesapnya meninggalkan beberapa jejak kepem