Home / Romansa / Pemuas Nafsu Sang CEO / Bab 7 Menerima Tawaran Nathan

Share

Bab 7 Menerima Tawaran Nathan

Author: Lia Safitri
last update Last Updated: 2023-11-28 13:42:28

Bagaikan teriris dengan sembilu, dada Vira benar-benar perih saat ia menyaksikan pemandangan yang begitu menyakitkan hatinya. Vira bisa melihat bagaimana Andi yang begitu menikmati permainan yang dia lakukan dengan wanita itu.

Tes! Tes! Tanpa Vira sadari air matanya mulai jatuh membasahi pipinya yang putih dan mulus. Merasa tidak tahan dengan apa yang ia lihat, Vira pun langsung pergi meninggalkan apartemen itu.

"Hiks! Hiks! Hiks!"

Vira tidak kuasa menahan tangisnya. Vira duduk disebuah kursi panjang di taman sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Vira tidak pernah menyangka bahwa Andi, lelaki yang ia cintai tega mengkhianati dan memberinya luka sesakit ini.

"Kamu jahat, Andi! Aku tidak percaya, ternyata kamu sama saja dengan para lelaki di luaran sana!" ucap Vira dalam isak tangisnya.

"Aku benci kamu, Andi! Hiks, hiks." Vira kembali menangis. Kini perasaannya hancur sehancur-hancurnya.

Disaat yang bersamaan, ponsel Vira berdering. Vira mengusap air matanya lalu ia menjawab panggilan dari Panji.

"Iya dek, ada apa?" tanya Vira.

"Kak, ibu..." ucap Panji menggantung.

"Ibu kenapa, dek?" tanya Vira panik.

"Ibu... ibu kritis, kak."

"A-apa? Kritis?" tanya Vira dengan nada suara bergetar.

"Iya kak, kata dokter ibu harus dioperasi malam ini juga kak. Kakak dimana sekarang?" tanya Panji.

"Malam ini?"

"Iya kak."

"Ya Allah, dimana aku harus mencari uang?" bathin Vira.

"Kak?" panggil Panji lagi karena Vira hanya diam.

"I-iya dek, kakak akan segera kesana," ucap Vira lalu memutus sambungan teleponnya.

Vira benar-benar bingung, dan dia benar-benar sudah kehabisan tempat. Dia tidak tahu lagi harus mencari uang itu kemana lagi, sedangkan ibunya harus dioperasi malam ini juga.

Rasa frustasi menghinggapi Vira ketika ia teringat dengan tawaran yang beberapa hari yang lalu ia tolak mentah-mentah.

Hanya ada satu tempat lagi, iya benar! Meski Vira tampak ragu, namun mau tidak mau Vira harus kesana.

"Pak Nathan," gumam Vira.

"Iya aku harus menemuinya, dia adalah harapanku satu-satunya," ucap Vira.

Ada rasa sesal dalam hatinya, mengapa ia harus berada dalam situasi yang sangat berat seperti ini? Jika ia menerima tawaran Nathan, kemungkinan Ningrum untuk sembuh sangat besar. Tetapi ia harus melakukan sebuah pengorbanan yang besar pula, Vira harus merelakan keperawannya untuk Nathan serta menjadi teman tidur lelaki itu selama tiga bulan penuh.

Hembusan nafas pelan lolos dari bibir mungilnya, benaknya membayangkan kondisi Ningrum yang kemungkinan akan semakin bertambah parah lagi jika seandainya tidak segera mendapatkan penanganan.

Tidak! Vira tidak bisa kehilangan ibu.

"Ibu... Vira akan melakukan apa saja demi ibu," gumamnya lirih.

Dengan berat hati, Vira memutuskan untuk menerima tawaran Nathan yang sebelumnya sangat ia tolak mentah-mentah.

***

Kini Vira sudah berdiri sambil menatap gedung pencakar yang ada ada dihadapannya. Gedung yang tidak lain adalah tempatnya bekerja beberapa hari yang lalu.

Vira menghela nafasnya, dia tidak percaya bahwa dia yang akan kembali kesana atas kemauannya sendiri setelah Vira dengan begitu berani menampar seorang CEO perusahaan tersebut.

Tetapi demi ibunya, Vira akan mengesampingkan harga dirinya. Persetan dengan hal itu, bahkan Vira sendiri tidak tahu apakah dia masih punya harga diri atau tidak.

Vira mulai melangkah masuk ke dalam sana dan langsung menuju ke ruangan Nathan. Beberapa karyawan menatap nyalang ke arah Vira yang masih dengan begitu berani menampakkan diri di perusahaan itu setelah sikapnya yang begitu kurang ajar terhadap atasannya.

"Lihat! Apa yang dia lakukan disini?" bisik seorang karyawan.

"Aku tidak tahu, apa dia tidak punya malu?" sahut karyawan disebelahnya.

Namun sekali lagi, Vira tidak peduli. Vira tidak ada urusan dengan orang-orang itu.

Ceklek! Vira langsung membuka pintu ruangan Nathan.

"Permisi, Pak Nathan," ucap Vira kepada pria yang saat ini sedang duduk di kursi kebesarannya.

Nathan langsung menatap Vira sambil tersenyum miring, seolah dia sudah tahu dengan maksud dan tujuan Vira datang menemuinya.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Nathan terdengar ketus, bahkan tanpa melihat ke arah Vira. Nathan terlihat sibuk menandatangani beberapa berkas di meja kerjanya.

"B-begini pak, apa tawaran anda waktu itu masih berlaku?" tanya Vira sedikit gugup.

"Tawaran? Tawaran apa? Aku tidak ingat bahwa aku pernah memberikanmu sebuah penawaran?" tanya Nathan berpura-pura bodoh. Sejatinya dia sengaja ingin mempermainkan Vira.

Nathan bersikap seakan dirinya tidak tahu apa maksud dari kedatangan Vira menemuinya, padahal Nathan tahu betul maksud dan tujuan Vira. Apalagi jika bukan soal uang?

Vira terdiam, dia mendadak kikuk karena sesungguhnya dia sendiri masih merasa ragu dengan keputusan yang akan dia ambil.

Nathan kembali mengangkat wajahnya karena tidak mendapatkan jawaban apapun dari mulut Vira.

"Jawab Vira! Memangnya aku pernah memberikan penawaran apa padamu?"

Vira menelan ludahnya berat. Ia sadar, Nathan hanya ingin membuatnya semakin merasa malu dan terhina.

"Jika kau datang menemuiku hanya untuk diam, lebih baik kau pergi saja! Aku memiliki banyak pekerjaan dan aku tidak memiliki waktu untuk menunggumu berbicara," ucap Nathan dengan nada penuh penekanan.

"Jadi kau mau bicara atau mau pergi?" imbuh Nathan lagi.

Helaan nafas pelan lolos dari mulut Vira. Meski ia ragu, akan tetapi jika dia mengingat kondisi ibunya yang sudah semakin parah dan harus segera di operasi, Vira pun mengesampingkan segala harga dirinya.

"Tawaran anda yang mengatakan akan membiayai seluruh biaya pengobatan ibuku sampai sembuh, dan aku harus membayarnya dengan menjadi teman tidurmu selama tiga bulan."

Tanpa Vira sadari, Nathan mengangkat salah satu sudut bibirnya. Hatinya bersorak sorai penuh kemenangan, kini Nathan sudah benar-benar mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Aku tidak ingat kalau aku pernah memberikanmu penawaran seperti itu?" ucap Nathan lagi.

Vira tertegun.

"Masa dia tidak ingat? Yang benar saja. Ini tidak mungkin!" batin Vira merasa tidak percaya.

Vira tidak bodoh, dia yakin bahwa ingatan atasannya itu masih sangat baik untuk mengingat kejadian yang terjadi beberapa hari yang lalu.

"Pak Nathan, apa anda sungguh tidak ingat?" tanya Vira. Sementara Nathan hanya menjawab dengan mengendikkan bahunya saja.

"Pak Nathan, saya mohon tolong saya! Saya tahu kalau anda masih mengingat hal itu dengan baik, anda tidak mungkin lupa," ucap Vira dan hanya dibalas dengan sebuah senyum miring yang tercetak di bibir atasannya itu.

"Ya, kamu benar, Vira! Aku masih mengingatnya dengan jelas, bagaimana kamu yang dengan begitu arogan menolak tawaranku, dan bahkan kamu berani menampar wajahku," sahut Nathan.

"Bukankah saat itu kau yang mengatakan dengan penuh rasa percaya diri bahwa harga dirimu itu tidak bisa ditukar dengan sejumlah uang?"

"Lalu, apa ini? Apa yang terjadi, sehingga kamu datang kemari secara sukarela menemuiku? Apa semuanya sudah berubah? Kemana wanita arogan yang berani itu?" tanya Nathan lagi.

Vira memejamkan kedua matanya untuk mengontrol emosinya.

"Pak Nathan, saya benar-benar minta maaf. Untuk saat ini saya sangat membutuhkan uang, jadi saya mohon tolong bantu saya, pak!" ucap Vira dengan wajah memelas.

"Saya bersedia melakukan apa saja jika anda mau membantu saya," ucap Vira terdengar pasrah.

Mendengar ucapan Vira, Nathan langsung bangkit dari tempat duduknya. Dia berjalan menghampiri Vira yang masih berdiri sambil menundukkan wajahnya.

--

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 28 Flashback

    Flashback — 17 tahun yang lalu...Di sebuah taman bermain kecil yang dikelilingi pagar kayu warna-warni, tampak seorang anak perempuan berusia enam tahun duduk di ayunan, matanya terus menatap ke arah gerbang taman.Setiap sore, ia akan datang ke tempat itu—duduk menanti sosok yang selalu ia rindukan: seorang bocah laki-laki berseragam SD yang baru saja pulang sekolah.Dan seperti biasa, bocah itu datang dengan langkah cepat—seolah takut membuat gadis kecil itu menunggu terlalu lama. Nafasnya sedikit terengah, tapi senyumnya tetap terjaga. Ada semangat yang tak bisa dijelaskan tiap kali matanya menemukan sosok kecil yang duduk menunggunya di sana."Kak Adit!" seru anak perempuan itu, suaranya lantang dan penuh semangat, seperti nyanyian kecil yang menggema di antara gemericik tawa anak-anak di taman sore itu.Adit, bocah laki-laki yang baru saja naik ke kelas 2 SD, menoleh dan tersenyum lebar. Seragamnya sedikit kusut, tasnya menggantung miring di pundak, dan keringat masih membasahi

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 27 Jejak Merah

    Tanpa banyak bicara, Nathan menarik turun renda tipis yang masih menutupi mahkota keindahan milik Vira. Bibirnya mendarat dengan rakus, menyusuri lekuk itu, lalu menyentuh dan menggigit ujungnya—tidak lembut, tapi penuh hasrat. Rasa nyeri bercampur geli membuat Vira meringis, namun ia tetap diam, tenggelam dalam badai emosi yang tak terjelaskan. "Aa akkhh... Ssshhhh!"Vira mendesah, suara lirihnya pecah di antara napas tertahan. Tubuhnya gemetar, dilanda gelombang rasa yang tak mampu ia pahami sepenuhnya—antara nikmat yang samar dan sakit yang menggigit. Ada luka yang ditinggalkan oleh sentuhan Nathan, tapi ada juga percikan hangat yang memabukkan, entah berasal dari hati atau sekadar ilusi belaka.Entah setan apa yang merasuki Nathan malam itu. Tatapannya gelap, tajam, seolah ada badai yang tak bisa ditenangkan. Nathan semakin gencar. Jemarinya bergerak liar, menyusuri lembah yang tersembunyi di balik goa milik Vira. Nafas gadis itu memburu, tubuhnya mengejang ketika Nathan membuka

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 26 Pelampiasan Amarah

    Sarah dan Danu pun merasa gusar karena mereka yakin Bram pasti akan memilih Nathan sebagai penerusnya, karena Nathan merupakan anak kandungnya. "Oh, benarkah?" tanya Nathan sambil mengernyitkan dahinya. "Oh iya Nathan, bagaimana hubunganmu dengan Kayla sekarang?" tanya Bram setelah mereka selesai makan malam. "Apa maksud Papa?" tanya Nathan sambil menautkan kedua alisnya. "Bukankah kamu dan Kayla sedang menjalin hubungan?" "Pa, sudah berapa kali aku katakan kalau aku dan Kayla itu tidak memiliki hubungan apa-apa, kami cuma berteman biasa, Pa!" sahut Nathan dengan nada suara penuh penekanan. "Apa maksud kamu hanya berteman? Bukankah sudah sangat jelas jika Kayla itu sangat mencintai kamu?" "Aku tidak perduli dia mencintaiku atau tidak, yang pasti aku tidak mencintainya. Aku tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya!" ucap Nathan. "Nathan, Papa dan kedua orang tua Kayla sudah sepakat akan melangsungkan pertunangan kalian saat Kayla kembali dari Singapura," ucap Nathan. Sontak

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 25 Sandiwara Ibu Tiri

    Di tengah perjalanan, Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi membelah jalanan di malam yang sudah mulai larut. Kata-kata Vira terngiang-ngiang di telinganya, beriringan dengan kenangan pahit dimasa lalunya."Cinta?" gumam Nathan sambil mendengus kesal. "Omong kosong!" Senyum getir pun terbit di bibirnya.Tin! Tin!Nathan membunyikan klakson mobilnya beberapa kali di depan sebuah rumah dengan pagar besi yang menjulang tinggi.Seorang satpam bergegas membukakan pintu pagar itu untuk Nathan. Ia pun langsung mengemudikan mobilnya masuk ke halaman rumah yang terlihat sangat besar itu.Nathan menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum kemudian ia menghembuskannya secara kasar, karena sebentar lagi ia merasa tidak akan bisa menghirup udara segar saat dia sudah mulai masuk ke dalam rumah itu bertemu dengan papanya.Rumah besar yang Nathan datangi itu merupakan rumah Bramantyo, ayah kandungnya yang otomatis rumah itu juga rumah Nathan. Namun Nathan merasa enggan untuk ting

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 24 Persepsi Nathan

    Diiringi tetesan air sebagai latar suara, Nathan menatap wajah Vira yang berada tepat di depannya. Lekat dan intens, seakan-akan berusaha menyelami dua manik hitam itu yang di momen ini enggan memancarkan binar. Kemudian Nathan kembali mencium bibir Vira hingga bibir keduanya kini saling bertautan.Mata Vira terpejam, kedua tangannya kini melingkar di leher Nathan yang kokoh. Sementara tangan Nathan mulai bergerilya meraba punggung Vira yang masih terhalang bajunya yang basah.Salah satu tangan Nathan pun mulai membuka satu persatu kancing baju Vira, menyisakan bra berenda hitam yang membalut dua buah gundukan lembut milik Vira. Namun, Nathan tidak membiarkan benda itu berlama-lama menutupi kedua gundukan bukit yang indah tersebut. Dalam hitungan detik, tangan Nathan pun melepas pengait bra diselingi dengan kecupan hangat di bahu Vira, dan kini dadanya sudah benar-benar terekspos sepenuhnya.Nathan kini beralih menciumi ceruk leher Vira, menyesapnya meninggalkan beberapa jejak kepem

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 23 Perkara Handuk

    "Bagaimana? Sudah aku bilang ibumu pasti akan mengizinkannya," ucap Nathan tersenyum penuh kemenangan."Iya pak, sepertinya anda sangat ahli dalam mengambil hati seseorang.""Emm, lebih tepatnya sangat pandai memanfaatkan situasi," imbuh Vira sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela."Hahaha... Kenapa Vira? Sepertinya kau sangat kesal padaku? Apa kamu tidak senang karena aku memintamu untuk tinggal di apartemenku?" tanya Nathan."Meski aku tidak senang, apa anda peduli? Tidak kan?" tanya Vira."Vira, kamu lupa? Selama tiga bulan kedepan kamu adalah milikku, jadi suka ataupun tidak, aku tidak peduli. Yang aku tahu selama kontrak perjanjian kita masih ada, kau harus menuruti semua yang aku ucapkan dan yang aku inginkan. Tapi baru beberapa hari saja, kau sudah merasa keberatan," ucap Nathan.Vira langsung terdiam, apa pun yang terjadi, dia harus siap dengan segala konsekuensinya ketika ia memutuskan untuk menerima tawaran Nathan. Tapi apa soal tempat tinggal dia juga harus menurut

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 22 Izin Ningrum

    "Kak Nathan, apa kakak sudah memiliki seorang kekasih?" tanya Panji lagi.Sontak Vira langsung menoleh sambil mendelik menatap Panji."Panji, bisa tidak kau diam saja? Untuk apa kau menanyakan Pak Nathan sudah memiliki kekasih atau belum?" cecar Vira."Pak Nathan, maaf ya dia itu memang suka asal bicara. Dia selalu mengeluarkan apapun yang ada di kepalanya tanpa dipikir terlebih dahulu," ucap Vira pada Nathan."Apaan sih kak? Aku kan cuma tanya, masa nggak boleh?" tanya Panji."Ya boleh, tapi jangan menanyakan sesuatu yang menyangkut privasi orang lain! Karena bisa saja kamu membuat orang itu merasa tidak nyaman," ucap Vira.Nathan tersenyum, "Tidak apa-apa Vira, santai saja. Lagi pula itu hanya pertanyaan biasa saja.""Tuh denger kak, Kak Nathan aja nggak masalah," ucap Panji sambil tersenyum mengejek."Jadi, apa kakak sudah punya pacar?" Panji mengulang pertanyaannya.Vira hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar adiknya itu yang terus saja berbicara."Tidak Panji, saat ini ak

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 21 Bagaikan Langit dan Bumi

    Keesokan paginya.Tin! Tin!Terdengar suara klakson mobil yang berbunyi tepat di depan kontrakan Vira. Dan sepertinya Vira tahu siapa pemilik suara klakson tersebut, siapa lagi kalau bukan Nathan, atasannya.Vira tidak menyangka bahwa Nathan benar-benar akan menjemput mereka dan akan mengantarkan ke tempat tinggal mereka yang baru.Untung saja Vira, Ningrum dan Panji sudah selesai berkemas karena barang-barang mereka pun tidak banyak sehingga tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk berkemas.Drrrttt! Ting! Ponsel Vira berdering, ia pun membuka ponselnya lalu membaca sebuah pesan yang masuk.(Apa kau sudah selesai? Jika sudah, maka cepatlah keluar!) tanya Nathan lewat pesan chat.(Iya Pak Nathan, kami sudah selesai aku akan segera keluar)"Bu! Panji! Apa kalian sudah selesai?" tanya Vira sedikit berteriak."Iya kak, aku sudah selesai," sahut Panji sambil menghampiri Vira. Sesaat kemudian Ningrum pun datang."Bu, Panji, ayo kita berangkat! Pak Nathan sudah menunggu kita di luar," uca

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 20 Rencana Pindah

    Vira kemudian masuk ke dalam rumahnya setelah mobil Nathan menghilang dari pandangannya."Assalamualaikum," ucap Vira begitu ia masuk ke dalam rumahnya.Ningrum melirik jam dinding di ruang tamu kontrakannya, jam 20.50. Hampir jam sembilan malam dan Vira baru saja kembali."Walaikumsalam, kamu baru pulang nak?" tanya Ningrum yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama Panji."Tumben jam segini kamu baru pulang, Ra? Biasanya kan kamu pulang jam delapan, ini udah lewat hampir satu jam lho," ucap Ningrum yang sejak tadi mengkhawatirkan putrinya."Iya Bu, maaf sudah buat ibu khawatir dan nunggu lama. Hari ini Vira banyak pekerjaan di kantor, jadi mau tidak mau Vira harus menyelesaikannya terlebih dahulu," jawab Vira yang kini turut duduk di kursi sambil menyandarkan tubuhnya yang terasa begitu lelah."Oh begitu, apa kamu sudah memberikan kue buatan ibu tadi buat Pak Nathan, Ra?" tanya Ningrum lagi."Sudah, Bu.""Apa dia menyukainya?"Vira mengangguk, "Iya Bu, sepertinya dia juga sangat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status