Share

Bab 2. Selalu Dibandingkan

Author: DLaksana
last update Last Updated: 2023-11-24 12:06:07

Fania terbangun dan ia langsung terkejut melihat ke sekeliling ruangan yang begitu asing.

“Hah! Gue di mana ini?” Fania mencoba bangun dengan memegang kepalanya yang masih berputar-putar.

Ia menatap ke sekeliling untuk mencari ponselnya. Namun, sayangnya tidak ketemu. Lalu ia mencoba berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.

Saat sudah keluar dari kamar. Ia melihat sosok lelaki yang tertidur pulas di sofa depan televisi.

Ia mengendap-ngendap mendekat ke arah pria itu untuk memastikan pria di depannya bukan orang jahat.

Namun, sialnya saat mendekat kakinya tersandung karpet. Membuat tubuh Fania menjadi limbung dan terjatuh ke atas tubuh pria itu.

Ya. Pria itu adalah Elnathan Devandra—sang pemilik mobil.

Devan langsung terbangun dan menatap wanita yang berada di atas tubuhnya.

“Kamu mau godain saya?” ucapnya menelisik. Devan bahkan menatap Fania dengan tatapan tajam.

“Maaf, nggak sengaja!” Fania langsung berdiri dan merapikan bajunya yang berantakan.

Devan terduduk lalu ia berdiri dan melangkah mendekat ke arah Fania.

Fania mundur secara perlahan.

“Awas ya, kalo lo berani macem-macem sama gue. Gue bakalan teriak!” ancam Fania. Namun, Devan tetap mendekat ke arahnya.

Devan menarik tangan Fania dengan keras. Membuat Fania kini berada di dekapan Devan dengan jarak yang begitu dekat.

“Kenapa kamu berada di mobilku? Apa kamu sengaja, biar orang mengira aku menculikmu? Iya, begitu!” hardik Devan sinis.

Fania pun mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Namun, sialnya dia belum mengingat semua.

“Jadi benar kamu memang sengaja? Ada motif apa kamu sampai masuk ke mobilku! Katakan? Kamu butuh uang? Lalu ingin menjebakku?” cecar Devan membuat Fania tidak terima dikatakan seperti itu.

“Jangan nuduh sembarangan! Gue wanita baik-baik, ya. Dan gue nggak ada maksud menjebak lo. Gue hanya—,” jeda Fania. Dia bahkan tidak bisa mengingat semuanya. “Plis. Lo siapa? Kenapa gue bisa ada di sini!” sambung Fania bertanya. Dia benar-benar tidak ingat.

Namun, Devan tidak semudah itu percaya. “Kamu kira aku percaya dengan alasanmu?”

“Aku serius. Aku ti—,” ucapan Fania terhenti karena ada suara bel dari luar.

Devan melangkahkan kakinya ke arah pintu. Lalu ia membukanya.

Betapa terkejutnya Fania melihat siapa yang datang.

“Karina ....” teriak Fania senang ia bahkan berlari menghampiri sahabatnya dan memeluknya.

“Lo nggak apa-apa kan, Fan?” tanya Karina cemas.

Fania menggeleng. “Lo kok bisa tahu gue ada di sini?” tanya Fania.

“Ceritanya panjang. Ya udah kita pulang ya. Lo pasti bakal kena omel bokap lo, jam segini baru pulang!” cecar Karina. Fania pun mengangguk.

Karina menatap ke arah Devan. “Tuan Elnathan, maaf kami jadi menganggumu dan maafkan teman saya!” ucap Karina tidak enak.

“Tidak masalah,” sahut Devan. Ia juga melirik ke assisten pribadinya yang mengantar seorang wanita ke apartemennya. “Jadi dia pacarmu?” tanya Devan yang langsung diangguki oleh Reihan.

“Maaf, Tuan. Fania ini,” unjuk Reihan ke arah Fania yang berdiri di dekat Karina. “Dia adalah teman pacar saya.” Reihan memberi tahu.

Fania terdiam menatap tajam ke arah Devan. Ia bahkan merasa malu dan bersalah.

Devan hanya mengangguk. “Ingat, Nona. Lain kali hati-hati. Jangan sampai ceroboh!” kata Devan menghadap ke Fania dengan sorot mata yang tajam juga.

Fania akhirnya meminta maaf atas kecerobohan dirinya. Meski ia masih sangat kesal karena sudah dituduh sebagai wanita penggoda.

Mereka bertiga pun berpamitan. Fania mengambil tasnya yang di sofa ruang tengah. Lalu ia berjalan keluar meninggalkan apartemen milik Devan.

***

Satu jam kemudian. Mobil Karina kini berhenti di gerbang tinggi berwarna hitam.

Fania berterima kasih kepada Karina dan Reihan yang sudah menjemputnya. Fania turun lalu masuk ke dalam rumah setelah mobil sahabatnya menghilang dari bayangan matanya.

Waktu sudah menunjuk pukul dua pagi. Fania sudah menduga jika ayahnya pasti sudah tertidur. Ia berjalan pelan naik ke arah tangga. Namun, saat baru naik beberapa tangga. Dirinya dipanggil oleh suara yang ia sangat kenal.

“Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang?” tanya Alnando—ayah Fania. Dia menatap tajam ke arah putrinya.

Langkah Fania langsung terhenti. Dan ia membalikkan badannya ke arah Alnando yang berdiri tepat di depan anak tangga. Fania bahkan hanya terdiam menatap wajah ayahnya yang penuh amarah.

“Mau jadi apa kamu Fania, jika kamu sering keluyuran tiap malam? Contoh kakakmu. Dia tidak pernah keluar malam kalo bukan pekerjaan. Harusnya kamu mencontoh dia, bukan malah seenaknya seperti ini!” cecar Alnando dengan keras.

Dada Fania seketika memanas mendengar perbandingan dirinya dengan kakak tirinya. Hal yang sangat ia benci.

“Terus aja, Pah. Apapun yang Fania lakukan selalu salah di mata Papah!” Fania membela diri.

“Salah bagaimana? Sudah jelas kamu memang salah, Fania!” geram Alnando semakin memuncak. Ia bahkan akan melayangkan tangan kanannya ke arah putrinya.

Fania langsung memejamkan mata. Namun, tangan Alnando langsung di cekal oleh Angela—ibu tiri Fania.

“Sudah, Mas. Jangan terlalu keras pada Fania,” ucap Angela lembut. Ia juga mendekat ke arah Fania lalu mengusap rambut Fania dengan pelan.

“Fania hanya bermain dengan temannya, Mas. Kenapa kamu malah mempermasalahkan?” sambung Angela lagi dengan bibir yang menyungging.

“Aku hanya ingin Fania bisa meniru kakaknya. Bukan malah suka keluyuran tidak jelas seperti i—,”

“Sudah, tidak perlu diperpanjang,” sela Angela. Ia menatap ke arah anak tirinya. “Fania dan Shanum mereka berbeda, Mas. Fania juga pasti akan berubah seperti kakaknya. Iya ‘kan Fania?” tanya Angela dengan senyum jahatnya.

Fania melolot ke arah ibu tirinya. Dia tidak menjawab. Bahkan ia langsung berlari ke arah kamarnya meninggalkan ayah dan ibu tirinya.

Alnando mengusap wajahnya dengan kasar. Ia merasa bersalah karena sudah terlalu keras pada putri kandungnya. Namun, yang ia lakukan demi kebaikan masa depan Fania.

“Terima kasih untuk sikapmu yang selalu baik pada putriku. Meski ia belum mau menerimamu sampai detik ini!” ucap Alnando pada Angela yang sudah berdiri di hadapannya ia bahkan langsung memeluk tubuh istrinya.

“Tidak masalah, Mas. Suatu saat Fania pasti akan menerimaku, dan juga Shanum,” sahut Angela tersenyum setelah pelukannya terlepas.

Alnando mengusap pipi Angela. Lalu mengecup keningnya.

“Aku cinta kamu,” ucap Alnando. Lalu mereka kembali masuk ke dalam kamar.

Angela tersenyum bahagia. Ia sudah menguasai hati Alnando. Hanya saja Fania belum bisa menerima kehadirannya. Itu tidak masalah!

Sedangkan di tempat lain. Yakni kamar Fania. Fania sendiri sedang menangis sesegukan. Semenjak Alnando menikah kembali, ayahnya sedikit berubah. Ia pun sangat membenci sikap manis ibu tirinya. Pandai bermuka dua. Menjijikan!  

Fania mengambil sebuah foto di laci meja dan meraba foto kecilnya yang begitu terlihat bahagia. Ia juga menatap ke arah seorang perempuan yang sangat berarti di hidupnya. Ya dia adalah ibu kandung Fania.

“Bu, Fania kangen!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Harfendi Kartawijaya
&&&&hhh&hhhhhhhh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 110. Akhir Bahagia

    Pagi ini sesuai rencana Fania untuk berpindah di kediaman ayahnya. Ia dan Elfina sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Alnando.“Bi Darmi, titip rumah ini, ya,” ucap Fania saat sudah di depan pintu apartemen.“Iya, Nyonya. Hati-hati di jalan,” kata Darmi dengan rasa haru. Sebab, setelah menginap di rumah Alnando. Fania dan Devan akan langsung berpindah ke Paris.“Kalo ada apa-apa atau butuh apa pun. Jangan sungkan hubungi aku atau ke istriku, ya, Bi,” pesan Devan.“Baik, Tuan.”“Kami pamit dulu, Bi Darmi.” Elfina ikut bersuara kali ini.Darmi hanya mengangguk dan tersenyum.Devan mengajak istri dan ibu mertuanya untuk berjalan ke arah lobi apartemen. Sementara di sana pak Aris sudah menunggu sedari tadi.Setelah masuk ke dalam mobil. Pak Aris melajukan mobilnya mengarah ke kediaman Alnando.Sesampainya di rumah Alnando. Mereka langsung di sambut oleh bi Iyas dan pak Joko yang sudah menunggu.“Selamat datang nyonya Elfina, non Fania dan den Devan,” kata Iyas dan Joko secara bersamaa

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 109. Lahiran Mendadak

    “Lo, tunggu sini, ya. Ingat! Jangan ke mana-mana!” Fania memberi peringatan kepada Karina. Lalu ia pergi keluar dari toko pelengkapan bayi.Fania menengok kanan kiri. Lalu netranya pun melihat ada seorang satpam mall yang sedang berjalan ke arahnya. Fania langsung mendekati satpam itu, untuk meminta bantuan.“Pak, bisa minta tolong?” tanya Fania langsung.“Iya, Mbak. Apa yang bisa saya bantu?”“Temanku mau lahiran, Pak. Apa Bapak, bisa bantuin saya siapkan mobilnya ke lobi?” titah Fania sopan.“Baik, Mbak. Akan saya bantu. Kalo boleh tahu berapa nomor plat mobilnya?” tanya Satpam itu.“Hayo, Pak. Ikut saya ke dalam, soalnya itu mobil teman saya,” sahut Fania sembari berjalan masuk ke tempat perlengkapan bayi.Satpam itu pun mengekori di belakang Fania yang masuk ke tempat di mana Karina berada. Setelah memberitahu kepada Satpam itu plat mobil Karina. Karina kini dirangkul oleh Fania untuk berjalan ke arah lobi. Untungnya tempat perlengkapan bayi ada di lantai dasar, membuat Fania tida

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 108. Belanja Keperluan Bayi

    Setelah kepergian Elfina. Devan langsung menahan istrinya agar tidak memaksa kehendak sang ibu.“Sudah, tidak perlu kamu paksa Ibu agar mau tinggal di rumah Papah. Mungkin, ada hal yang tidak ingin Ibu beri tahu ke kamu, jadi kamu harus menjaga privasi Ibu, ya,” ucap Devan lirih. Berharap jika istrinya akan mengerti.Fania mengangguk pelan. “Iya, Mas. Kamu benar juga.”“Iya, sudah kamu mau ikut bareng aku ke toko atau mau diantar pak Aris?” tanya Devan saat sarapan selesai.“Aku ikut kamu saja, Mas.”Devan tersenyum. “Aku tunggu di bawah,” sahutnya dengan keluar ke arah pintu untuk mengambil mobil di basemen.Fania lebih dulu membereskan meja makan terlebih dahulu sebelum dia keluar. Setelah selesai, ia berjalan ke kamar ibunya untuk berpamitan.“Bu, Fania ke toko, ya,” ucapnya setelah mengetuk pintu.Tidak ada sahutan sama sekali dari kamar ibunya. Membuat hati Fania sedih kali ini. Ia merasa bersalah telah berbicara masalah untuk tinggal di rumah papahnya.Fania berjalan meninggalka

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 107. Ngidam

    “Pak Devan?” sapa orang itu saat melihat ke arah Devan. Dia bahkan beranjak dari kursinya lalu mengulur tangan kanannya kepada Devan yang sedikit terkejut.“Anton?” panggil Devan singkat. “Kamu sudah di Jakarta berarti?” tanya Devan langsung. Karena setahu Devan, Anton waktu itu pindah ke Kalimantan.“Iya, Pak. Saya pindah ke sini lagi,” jawab Anton sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Kerja apa kamu sekarang? Kalau belum kerja, kamu bisa balik ke kantor saya lagi,” ajak Devan. Namun, dengan cepat Anton menggeleng.“Maaf, pak Devan. Bukan saya menolak rezeki, tetapi saya sudah buka usaha sendiri di sini, Pak,” sahut Anton sopan.Devan tersenyum mendengarnya. “Wah, bagus itu. Apa usahamu?”“Warung nasi padang, Pak. Itu yang seberang sana,” unjuk Anton ke warung usahanya dekat minimarket.“Oh, ya, kapan-kapan aku mampir,” ucap Devan. Ia juga bertanya tujuannya ke sini. Lalu Anton pun memberitahu tempat Angkringan yang buka hingga pagi, tempatnya memang tidak jauh dari lokasi s

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 106. Surat Undangan

    Seseorang yang datang ke kantor Devan hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari si empu ruangan yang terdengar sinis kepadanya.“Sebelumnya aku mau meminta maaf, karena sudah lancang duduk di sini. Dan tujuan kedatanganku, hanya ingin memberikan ini padamu,” kata orang itu dengan mengeluarkan satu lembar kertas undangan pernikahan ke hadapan Devan.Devan masih terdiam menatap undangan di atas mejanya. “Kau akan menikah?” tanyanya singkat.Alya mengangguk. Memang benar yang datang ke kantor saat ini adalah Alya mantan kekasihnya dulu. Orang yang dulu pernah merencanakan menjebak istrinya di apartemen milik Riko.“Ya, ada seseorang yang melamarku satu bulan yang lalu. Aku kira, tak ada salahnya aku membuka hatiku lagi untuk orang lain. Aku sudah sadar jika kita tak ditakdirkan untuk bersama,” sahut Alya.“Ya, kamu sadar juga,” ucap Devan.Alya hanya tersenyum kecut mendengar jawaban Devan padanya.“Aku minta maaf, jika aku banyak salah. Sepertinya hanya itu saja kedatanganku ke sini,” k

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 105. Mengajak ke Toko Bunga

    Satu minggu kemudian. Seusai mengikuti sidang seminggu yang lalu, Fania dan Devan seperti memulai kehidupan yang baru. Meski sebenarnya, Beni masih menjadi buronan, tetapi Devan sudah menyerahkan semua keputusan kepada pak Gunawan selaku kepala kepolisian Jakarta Selatan.Elfina sementara masih tinggal di apartemen Fania untuk sementara waktu. Dan pagi ini seperti yang sudah dijanjikan oleh Fania kepada ibu dan ibu mertuanya yaitu mengajak ke toko bunga serta keliling Jakarta. Membuat Fania dan Elfina kini dalam perjalanan menjemput Berliana di kediaman Sam.Setelah sampai, ternyata Berliana sudah menunggu di ruang tamu bersama dengan Sam yang sedang menikmati secangkir teh dengan membaca koran surat kabar.“Hai, Mami!” sapa Fania dengan mendekat ke arah ruang tamu. Lalu bersalaman dengan Sam dan juga Berliana yang kini berdiri.“Hai, Sayang. Kita langsung jalan atau kalian mau mampir di sini dulu?” tanya Berliana setelah bersalaman dengan Elfina.“Langsung jalan saja, ya, Mi. Karena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status