Share

SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU
SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU
Author: Hima Runa

SKBUS-1

Author: Hima Runa
last update Last Updated: 2023-11-16 14:35:16

"Dek Lastri, ini Mas udah beli beras sama lauknya. Cukup-cukupin, ya, buat seminggu," ucap Mas Joko sambil menyerahkan sebuah kantung kresek kecil berisi beras yang kuperkirakan seberat satu kilo gram beserta satu plastik kecil iwak asin dan setengah kilogram telur ayam.

"Gak salah ini, Mas? Beras sekilo mana cukup buat seminggu, Mas. Ini juga, lauknya masa segini?" Aku melayangkan protes padanya. Bagaimana mungkin beras satu kilogram cukup untuk satu minggu? Bahkan lauknya saja hanya seperti itu dan Mas Joko malah berkata semua itu harus cukup untuk seminggu? Apa dia bercanda?

Kebiasaan di rumah ibuku dulu, beras satu kilo itu hanya cukup untuk makan sehari dengan empat orang anggota keluarga, itupun kadang tak cukup. Sedangkan aku dan Mas Joko yang tinggal berdua, minimal mungkin setengah kilo beras sehari untuk tiga kali makan.

"Cukup lah, Dek. Kalau kamu takut gak cukup, sini biar Mas yang atur cara masaknya." Mas Joko tiba-tiba mengambil kembali beras yang baru saja dia serahkan.

"Ta-tapi, Mas ...." Aku sudah tak bisa protes lagi karena Mas Joko langsung berlalu ke dapur.

Aku dan Mas Joko baru saja pindah ke rumah kontrakan. Sebelumnya kami memang tinggal di rumah orang tuaku selama setahun belakangan, hanya saja di tahun kedua pernikahan kami ini, Mas Joko mengajakku untuk mandiri. Katanya dia tak enak hidup menumpang di rumah mertua terus. Tapi, baru saja sehari kami pindah. Aku malah di kejutkan dengan tingkahnya.

Baiklah, aku akan lihat, bisa tidak Mas Joko menggunakan satu kilogram beras tersebut untuk makan kami seminggu ke depan.

Benar saja, Mas Joko langsung pergi menanak nasi. Herannya dia hanya memasak setengah kaleng susu, beras yang tadi dia beli. Ah, aku tak banyak protes. Kubiarkan saja dia melakukan apa yang dia mau. Aku ingin tahu bagaimana dia akan mengatur semuanya. Dia pikir semudah itu mengatur pengeluaran rumah tangga. Pasti dia takkan berhasil.

Setelah nasi matang, Mas Joko menggoreng satu butir telur dan satu buah iwak asin. Dia juga ternyata merebus daun pucuk singkong yang entah kapan dia petik bersama daun pucuk pepaya. Setelah itu dia mengulek sambal dengan tiga buah cabai rawit tanpa bawang, tomat ataupun terasi. Hanya cabai dengan garam dan sedikit micin kemudian dia tuangkan sedikit minyak goreng panas. Sedari tadi aku hanya mematung menyaksikan Mas Joko memasak sendirian. Saat menawarkan bantuan pun, dia sama sekali enggan untuk di bantu.

"Ayo, Dek. Ini nasi sama lauknya udah mateng. Kita sarapan dulu," ajak Mas Joko.

Dengan semangat, aku langsung duduk lesehan bersamanya. Kami memang belum memiliki meja makan, jadi kami terpaksa makan sambil duduk lesehan.

Mas Joko terlihat mengambil satu centong nasi yang kira-kira sebanyak lima sendok makan tak munjung ke dalam piring, kemudian dia malah meletakkan piring nasi itu ke hadapanku. Aku langsung mengernyit heran, "ini buat aku, Mas?" tanyaku memberanikan diri.

"Iya, itu buat kamu, Dek. Oh, iya. Ini lauknya lupa."

Mas Joko kembali mengambil piringku dan memasukan satu potongan telur yang tadi di dadarnya dan dia bagi menjadi empat bagian tipis. Dia juga menambahkan secuil ikan asin dan juga lalapan. "Ini, ayo makan yang lahap, Dek."

Aku hanya terpaku melihat sepiring nasi yang porsinya bagiku hanya cukup untuk anak berusia dua tahun itu. Kulihat isi piring Mas Joko juga memiliki porsi yang sama denganku.

"Kenapa cuma di liatin aja makanannya, Dek? Ayo di makan." Suara Mas Joko membuyarkan lamunanku.

"Hah, oh, i-iya, Mas. Ini Adek mau makan."

'Ah ... baiklah, aku makan saja dulu, nanti jika kurang aku akan tambah lagi,' batinku.

Aku makan dengan lahap, hingga tak lama dari itu, nasi di piringku sudah habis tak bersisa. Dengan santai, aku berniat menyendok nasi lagi, dan menambah porsi makanku. Jujur saja, aku masih sangat lapar karena semalam lelah membereskan barang setelah pindahan. Namun, tanpa di duga, Mas Joko tiba-tiba malah menahan lenganku yang sedang menyendok nasi, "kamu mau apa, Dek?" tanya Mas Joko sambil menatapku aneh.

"Adek mau nambah lagi, Mas. Adek masih laper. Kenapa gitu?" tanyaku polos.

"Jangan lah, Dek. Ini buat jatah makan kita nanti siang sama malem. Biar Mas gak usah masak lagi. Gimana sih, kamu, Dek. Jangan boros-boros, ya. Yang barusan juga pasti udah cukup buat ganjal perut, kan?" ucap Mas Joko sambil bangkit, dia memasukkan kembali nasi beserta lauknya ke dalam lemari. Dan yang membuat aku semakin syok, Mas Joko bahkan mengunci lemari makanan itu dan mengantongi kuncinya.

"Mas berangkat, kamu jaga rumah,ya, Dek." Mas Joko yang sudah mencuci tangannya itu kemudian mendekat mengecup keningku pelan sambil berlalu meninggalkanku yang masih mematung mencerna apa yang baru saja terjadi.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu ...

"Mas, tunggu." Aku menyusul Mas Joko ke depan.

"Kenapa, Dek?" Mas Joko yang sudah sampai di depan pintu langsung berhenti dan berbalik menghadapku.

"Mas, gak ngasih aku uang pegangan?" tanyaku hati-hati.

"Uang pegangan?" tanyanya. Kulihat keningnya sedikit mengkerut. Aku mengangguk mantap. Rencananya, nanti siang aku akan jajan bakso saja sambil menunggu jadwal makan siang. Mas Joko membuka bengkel kecil dipinggir jalan dekat kontrakan, jadi nanti siang pasti pulang untuk makan siang bersama.

"Buat apa uang, Dek? Toh, kita belum punya anak."

"Buat pegangan aja, Mas. Siapa tau nanti mau beli bakso atau siomay yang lewat."

Mas Joko malah terlihat menghela nafas.

"Gak usah aneh-aneh, Dek. Mulai sekarang, Mas gak akan kasih kamu uang. Biar Mas yang pegang semua uangnya setiap hari biar kita gak boros. Udah cukup kita boros tahun kemarin. Sekarang gak lagi. Mas pergi kerja dulu."

Aku makin melongo mendengar ucapan Mas Joko barusan.

'Mas Joko kesambet apa, ya? Kenapa tiba-tiba berubah?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-48

    Sampai di depan rumah Yuni dan melihat wanita yang kucintai itu turun dari motor lelaki yang memboncengnya. Kuparkirkan mobilku agak jauh dari rumah Yuni agar dia tak melihatku yang membuntutinya sejak tadi.Setelah melihat dia masuk kedalam rumahnya bersama lelaki itu, bergegas aku menuju ke halaman rumahnya untuk melihat apa yang sebenarnya telah aku lewatkan selama tiga tahun ini. Apakah Yuni memang sudah menikah lagi dengan lelaki lain atau aku hanya salah paham saja.Beruntungnya, rumah Yuni ini pagarnya hanya terbuat dari bambu sehingga tak sulit untuk masuk ke dalam rumahnya.Aku mengendap-endap seperti maling menuju samping rumah Yuni dan mencuri dengar apa yang mereka bicarakan di dalam sana. Hati ini melengos saat mendengar suara Yuni yang tertawa bahagia bersama lelaki itu. Belum lagi, aku juga mendengar suara bapak Yuni yang sepertinya ikut mengobrol bersama di ruang tamu mereka. "Jadi kapan kamu akan menikah?" Kudengar suara bapak Yuni yang entah bertanya pada siapa. Tap

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-47

    Kuhampiri lelaki paruh baya itu dengan sedikit ketakutan di hati. Mencoba tersenyum tapi senyumku pudar saat menatap wajahnya yang garang. Dengan ragu, ku ulurkan tangan untuk kusalami dan kucium dengan takzim, tapi na'as, setelah tangannya itu kusentuh, lelaki yang berstatus Bapak dari perempuan yang ingin kupinang tersebut malah menarik tangannya dan mengusapkannya pada kain sarung yang melilit dipinggangnya. Apa aku semenjijikan itu, pikirku. "Pak, jangan gitu." Entah kapan datangnya, tiba-tiba Yuni sudah ada di belakang bapaknya. Saat aku menatapnya, dia hanya tersenyum sungkan. Aku tahu dia pasti merasa tak enak dengan sikap sang bapak barusan terhadapku. "Masuk, Mas." Tawar Yuni sambil melebarkan daun pintu. "Eh, eh, eh ... siapa emangnya yang ngijinin dia masuk? Gak usah! Ngobrol di luar aja. Paling cuma bentar," ketus bapak Yuni membuat nyaliku menciut. "Pak, kasian loh, Mas Joko nya." Yuni melayangkan protes. "Gak apa, Yun. Lagian gerah juga. Gak apa ngobrol di luar aja.

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-46

    Estrapart "Sus ...." Aku memanggil Suster Yuni yang baru saja lewat di depan ruanganku. "Ya." Dia menghentikan langkahnya dan berbalik menatapku. "Bisa bicara sebentar?" Keningnya terlihat mengkerut. Apa dia keberatan? "Itupun kalau Suster tak keberatan," lanjutku pada akhirnya. "Oh, ada apa, ya?""Ini ... soal pekerjaan yang kutanyakan kemarin. Apa sudah ada info?" tanyaku berbasa-basi. Bukan basa-basi sebenarnya, tapi memang aku butuh informasi tersebut. Apakah aku bisa tetap di sini atau harus pergi. Sungguh aku berharap bisa bekerja dan mengabdi di tempat ini. "Ah ... iya. Saya sudah menanyakannya kemarin pada Pak Kamal, tapi katanya nanti dia infokan lagi. Nanti saya tanyakan lagi, ya, Mas." Dia berucap di akhiri sebuah senyuman manis. Jujur, aku sudah terhipnotis dengan senyumnya itu sejak beberapa minggu ini. "Baiklah. Terima kasih." Yuni mengangguk dan berpamitan karena dia bilang dia harus berkeliling memeriksa pasien. Kutatap punggungnya yang berlalu begitu saja. Ada

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-45

    PoV JokoAku membuka mata pagi ini, kemudian menarik nafas panjang sebelum menghembuskannya dengan pelan. Mencoba melepas sesak yang akhir-akhir ini masih mengganggu. Sebelas bulan sudah aku berada di sini. Di tempat yang katanya khusus untuk orang tengah depresi. Kadang aku berpikir, aku depresi kenapa? Tapi, suster Yuni menceritakan semuanya padaku akhir-akhir ini. Janda satu anak itu menceritakan semuanya kenapa aku bisa berada di sini. Akhir-akhir ini hanya suster Yuni yang jadi temanku bercerita. Rasa sesak tiba-tiba menyeruak saat membayangkan kalau aku pernah akan melecehkan Lastri, bahkan hampir membuatnya kehilangan nyawa. Entah bagaimana ceritanya aku bisa seperti itu. Yang kurasakan sekarang hanyalah kosong. Aku tak mengingat apapun selain sehari setelah aku berpisah dengan Surti dan dia membawa anakku pergi. Rasanya duniaku hancur karena aku terlanjur sayang pada anakku itu. Ah ... anak. Bagaimana keadaan anakku sekarang? Apa dia baik-baik saja? Bagaimana juga keadaan

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-44

    Mata lentik Lastri mengerjap merasakan satu tangan melingkar diperutnya. Saat ia sudah tersadar, tiba-tiba pipinya terasa panas dan bersemu merah ketika mengingat apa yang terjadi semalam bersama sang kekasih halalnya. Lelakinya itu berhasil mengobati traumanya dengan sekejap mata. Lastri pikir, semua trauma itu akan membuat hubungannya dengan sang suami menjadi renggang karena ia merasa ketakutan setiap bersentuhan dengan lawan jenis. Tapi dia merasa bersyukur, ternyata Putra bisa menghilangkan trauma yang ada pada dirinya dan mengubahnya menjadi sebuah kebahagiaan. Setelah cukup puas memandangi sang suami yang masih terlelap, Lastri perlahan mengurai lengan Putra yang masih erat memeluknya. Dia berniat ingin membersihkan diri karena sebentar lagi adzan subuh akan berkumandang. Hanya saja, gerakan Lastri ternyata membuat Putra terjaga dari tidurnya. "Udah bangun? Mau ke mana, hmm?" Putra malah kembali menarik Lastri dalam pelukan. "Aku mau mandi, Mas. Sebentar lagi sudah subuh," u

  • SATU KILOGRAM BERAS UNTUK SEMINGGU   SKBUS-43

    "Ya Allah, Joko ...!" Darmi datang dan langsung memukul lengan putranya dengan membabi buta. Joko yang sedang tertidur karena efek obat yang diminumnya kini kembali terbangun karena ulah sang ibu. Polisi yang berjaga langsung melerai aksi wanita paruh baya tersebut. Kemarin, setelah insiden kaki Joko yang ditembak petugas polisi, dia langsung di bawa ke RS Polri untuk mendapatkan penanganan. Darmi yang sejak pagi sudah sampai di kediaman Lastri, dikejutkan dengan kabar bahwa semalam mantan menantunya itu sudah di culik oleh sang anak. Darmi benar-benar merasa malu pada Lastri dan keluarnya karena ulah Joko. Niat Darmi datang ke kediaman Lastri H-2 pernikahan adalah agar bisa membantu-bantu sebelum acara. Lastri juga sudah berulang kali memberi pesan dengan nada memaksa agar sang mantan mertua dayang jauh-jauh hari. Hanya saja, Darmi memang merasa segan untuk datang. Mendengar kejadian semalam, Darmi langsung murka pada Joko dan memutuskan langsung menyusul ke RS tempat Joko di rawa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status