Share

TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR
TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR
Author: TrianaR

Part 1

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2025-05-17 10:33:18

"Jangan manja! Jangan minta aneh-aneh! Udah untung aku nikahi! Jangan ngelunjak kamu!" bentakku padanya.

Cahaya tersentak, matanya berkaca-kaca. "Mas, aku kan cuma minta dibelikan kelapa muda, tapi kenapa Mas marah-marah?" tanyanya dengan suara gemetar.

"Hei, apa kamu gak sadar? Kamu itu penyebab semua kekacauan terjadi! Jadu jangan pernah minta atau berharap apapun sama aku!" bentakku kasar.

Perempuan dengan perut buncit itu tertunduk, menahan isaknya, bahunya bergetar. Aku bisa melihat air matanya jatuh satu per satu. Tapi aku gak peduli.

Gara-gara dia semuanya jadi berantakan, adikku meninggal karena kecelakaan, dan sekarang aku harus bertanggung jawab atas hal yang tidak kulakukan.

Aku juga terpaksa berpisah dengan kekasihku demi menikahinya yang sudah berbadan dua.

Teringat kejadian delapan bulan yang lalu ....

"Menikahlah dengan Cahaya, Nak."

Aku terdiam mendengar permintaan Mama, di tengah gejolak musibah dan kesedihan yang terjadi.

"Kasihan gadis itu. Ini juga demi keluarga kita."

"Mama bilang kasihan sama gadis itu tapi gak kasihan sama aku?"

Mama menatapku penuh harap dengan mata yang begitu sembab dan berkaca-kaca, ia menggeleng perlahan.

"Bukan seperti itu, Nak. Tapi---"

Aku mengepalkan tangan di bawah meja makan, rahangku mengeras saat kata-kata Mama masih menggantung di udara.

"Kamu satu-satunya yang bisa menyelamatkan nama baik keluarga," suara Mama lirih, tapi penuh penekanan.

Aku mendongak, menatapnya.

"Seminggu lagi, Langit harusnya menikah dengan Cahaya. Seminggu lagi. Persiapan pernikahan semuanya sudah siap. Tapi sekarang dia udah nggak ada ...." Mama menunduk, berusaha menahan air matanya.

"Kami tahu ini berat buat kamu, Nak. Tapi pernikahan ini sudah diumumkan, keluarga Cahaya juga bergantung pada kita. Kalau batal, mereka akan menanggung malu..."

"Makanya jadi cewek itu jangan murahan! Sekarang yang gak tau apa-apa harus kena getahnya juga!"

"Angkasa, ini bukan hanya salah Cahaya, tapi juga salah mendiang adikmu! Dan ini juga salah kami karena tak bisa mendidiknya dengan benar."

Aku mengusap wajah, kesal dan juga sesak. Semua rencana yang sudah kususun berantakan begitu saja.

"Tolong jangan ungkit yang sudah terjadi, Nak. Kita fokus solusi. Ini jalan terbaik untuk semuanya." Kali ini Papa angkat bicara.

Semuanya. Tapi tidak untukku.

Aku menghela napas panjang, menekan semua beban yang menyesaki dada.

"Aku setuju." akhirnya aku membuka suara.

Mama dan Papa langsung menatapku penuh harap, tapi aku mengangkat tangan sebelum mereka sempat bicara.

"Dengan satu syarat." Tatapanku tajam, menatap langsung ke mata mereka. "Setelah pernikahan terjadi, kalian nggak boleh ikut campur dalam rumah tanggaku. Aku akan menjalankan tanggung jawabku, tapi dengan caraku sendiri."

Mama tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk dengan mata berkaca-kaca. "Baik, Nak."

Dan akhirnya pernikahan itupun terjadi karena keterpaksaan.

Mama menatapku dengan khawatir saat aku mengatakan akan langsung memboyong Cahaya ke Surabaya.

"Nak, kenapa buru-buru? Paling tidak tunggu beberapa hari di sini, biar semuanya tenang dulu," bujuknya dengan suara lembut.

Aku menggeleng tegas. "Pekerjaanky sudah menunggu. Aku harus pergi, Ma."

Mama terdiam, seolah ingin membantah, tapi ia tahu aku takkan mengubah keputusan.

Akhirnya, di hari ketiga setelah pernikahan, aku membawa Cahaya ke Surabaya. Perjalanan panjang itu terasa begitu menyesakkan. Cahaya hanya diam dan terlihat bersedih. Aku tidak peduli. Aku menyetir dengan pikiran yang penuh amarah dan penyesalan.

Sesampainya di rumah, aku langsung masuk tanpa menoleh ke arahnya. Aku tidak peduli apakah dia mengikutiku atau tidak.

"Mas ..." suaranya terdengar ragu dari belakangku.

Aku berhenti. "Mulai sekarang, aku akan menjalankan tanggung jawabku. Tapi jangan pernah berharap lebih."

Cahaya menunduk.

Hari-hari setelah itu berjalan dengan dingin. Aku tetap pulang ke rumah, memastikan kebutuhan Cahaya terpenuhi, tapi aku tidak pernah benar-benar ada untuknya. Kami lebih seperti dua orang asing yang terjebak dalam satu atap.

Dering ponsel membuyarkanku dari lamunan. Kuraih ponsel di saku kemeja. Nama Elena tertera di layar. Aku tersenyum cerah, mendapati wanita yang sangat kucintai menelepon.

“Hallo, Sayang?”

“Hallo, Mas, Mas kapan mau ke sini? Aku udah nungguin dari tadi,” ucapnya di seberang telepon dengan nada manja.

“Aku otewe ke ssana sekarang, Sayang. Kamu mau dibawain apa?”

“Mas, aku mau es kelapa muda dan jangan lupa nasi padang ya!”

“Siap, Sayang. Tunggu aku ya."

Aku menutup panggilan telepon itu. Kulihat Cahaya langsung pergi dengan ekspresi entah. Ah, apa peduliku?

Kuraih kunci mobil dan bertolak ke kediaman Elena. Di tengah jalan, aku membeli pesanan Elena, Nasi padang dan juga es kelapa muda. Untuk sejenak, aku terdiam mengingat permintaan Cahaya tadi. Untuk pertama kalinya dia meminta padaku, hanya kelapa muda, tapi aku justru membentaknya sampai menangis.

Aku menghela napas panjang, lalu membeli kelapa muda utuh, akan kuserahkan pada Cahaya nanti setelah pulang dari rumah Elena. Kalau tidak lupa.

Setengah jam kemudian aku sampai, Elena menyambutku dengan antusias.

“Akhirnya kamu datang juga, aku kangen, Mas.”

Aku membalas pelukannya, mencium keningnya lembut. “Aku juga kangen, Sayang. Ayo kita makan dulu.”

Elena mengangguk. Kami makan dengan lahap.

“Mas, hari ini kita jalan-jalan yuk! Aku suntuk di rumah.”

“Iya, Sayang.”

Gegas, Elena Bersiap-siap, mengenakan dress selutut dan cardigan rajut yang tampak elegan saat dipakai. Bibirnya yang merah cerah melengkungkan sebuah senyuman manis.

“Mas, ini kelapa muda siapa?” tanya Elena saat masuk dalam mobil.

“Oh, itu untuk Cahaya tadi dia minta dibelikan kelapa muda.”

Mendengar jawabanku seketika ekspresi Elena berubah. “Jadi kamu peduli sama dia? Jangan-jangan kamu sudah menyentuhnya? Katanya kamu menikahinya karena terpaksa, tapi kenapa---”

“Elena, dengarkan aku. Dugaanmu tidak benar, seujung kukupun aku tak menyentuhnya sama sekali. aku kan sudah terbuka sama kamu, aku menikahinya sebagai bentuk tanggung jawab keluarga. Itu saja.”

“Kau sudah janji kan, setelah bayi itu lahir kau akan menceraikannya?”

“Ya, tentu saja.”

“Aku pegang janjimu itu, Mas!”

“Hmmm …”

Dering ponsel menghenyakkan kami. Aku meraih ponsel, ternyata dari Mama.

“Hallo, Ma.”

“Hallo, Nak. Kami sedang perjalanan ke rumahmu.”

“Mama mau ke sini?”

“Iya, Nak, Kami ingin mendampingi Cahaya. HPL-nya sudah semakin dekat. Mama juga akan menginap di rumahmu sampai cucu Mama lahir.”

Deg! Ucapan Mama di seberang telepon membuatku kelimpungan.

“Mama udah sampai mana?” tanyaku sedikit gugup.

“Kata Papamu setengah jam lagi sampai. Mama udah gak sabar ingin ketemu Cahaya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR   Part 47B (END)

    "Biar Mama juga ikut main air," jawab Angkasa sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam air bersama Cahaya dalam gendongannya. Altair bertepuk tangan melihat itu. "Ma-ma! Ma-ma-ma!" Cahaya akhirnya menyerah dan menikmati waktu mereka bertiga di laut. Angkasa tak henti-hentinya memeluk dan mencium istrinya, memastikan Cahaya tahu bahwa dia akan selalu ada untuknya. Mereka tertawa bersama, membiarkan ombak kecil membasahi tubuh mereka. Saat matahari mulai terbenam, mereka duduk bertiga di atas pasir, menikmati pemandangan langit jingga yang indah. "Aku nggak mau momen ini berakhir," bisik Cahaya, menggenggam tangan Angkasa erat. Angkasa mencium punggung tangannya. "Momen ini nggak akan berakhir, Sayang. Selama aku ada di sampingmu, kebahagiaan ini akan terus ada." Cahaya menatap suaminya dengan penuh cinta. Dalam hati, ia berjanji akan menjaga keluarganya sebaik mungkin. Malamnya

  • TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR   Part 47A

    Part 47Malam itu, Angkasa duduk di tepi ranjang sambil menatap Cahaya yang masih terlihat lelah. Wanita itu baru saja selesai mandi, mengenakan gaun tidur berbahan lembut yang membungkus tubuhnya dengan nyaman. Angkasa meraih tangannya, menggenggamnya erat."Kamu kenapa, Sayang?" tanya Angkasa lembut, jari-jarinya mengusap punggung tangan Cahaya.Cahaya mengangguk pelan. "Aku masih sulit percaya kalau selama ini Bik Mirna yang membuatku sakit. Aku benar-benar nggak menyangka, Mas. Kalau Bik Mirna ternyata ibu Elena. Dan sengaja bekerja di sini untuk menyakiti kita."Angkasa menarik Cahaya ke dalam pelukannya. Ia mengecup puncak kepala istrinya dengan penuh kasih. "Aku janji, nggak akan ada lagi yang menyakitimu. Aku akan selalu melindungimu dan Altair."Cahaya tersenyum tipis, menempelkan wajahnya di dada bidang suaminya. "Aku bersyukur kamu selalu ada di sampingku, Mas. Kalau nggak ada kamu, aku nggak tahu bagaimana aku harus menghadapi

  • TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR   Part 46B

    "Mati? Jangan gila, Bik!""Haha tentu saja, Aku tidak akan membiarkan kalian bahagia di atas penderitaan anakku!" teriak Bu Marni, matanya nyalang."Anak? Siapa yang ibu maksud?""Hah, jadi kau melupakannya? Benar kau memang laki-laki pecundang, habis manis sepah dibuang! Dasar bedebah!""Aku tidak tahu apa maksud Bibi!".Cahaya yang di kamar mendengar keributan di dapur. Ia berjalan dengan langkah pelan memastikan apa yang sebenarnya terjadi meski kepalanya terasa begitu pening. Seketika ia membeku melihat pemandangan penuh ancaman itu. Ia menutup mulutnya."Elena. Apa kau sudah melupakannya?!""E-elena? Jadi Bibi--""Yaa, aku ibunya! Aku datang untuk membalas dendam. Apa yang sudah dirasakan anakku juga harus dirasakan oleh kalian!Cahaya berbalik, menyeret langkahnya pelan. Ia langsung meraih ponselnya dan menghubungi seseorang dengan tangan panik dan gemetar."Semua ini salah Cahaya! Seand

  • TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR   Part 46A

    Part 46Di balik jeruji besi yang dingin, Wajah Elena tampak begitu kusut daj kuyu. Ia duduk di bangku kayu kecil, menatap ibunya dengan tatapan penuh rasa penasaran. Ia tidak menyangka ibundanya akan datang mengunjunginya setelah sekian lama."Ibu?" Elena menyipitkan mata, memperhatikan wajah ibunya yang tampak lebih kurus dan sedikit lelah. "Kenapa tiba-tiba datang?"Bu Marni tersenyum tipis. Ia duduk di hadapan Elena, lalu menggenggam tangannya erat. "Gimana kabarmu dan bayimu, Nak?"Elena menunduk, menatap perutnya yang membesar lalu mendesah panjang. "Ya seperti yang ibu lihat. Hamil di penjara sungguh menyiksa, Bu. Aku harus menahan semuanya sendirian.""Kamu yang sabar ya, Nak. Semua akan baik-baik saja.""Ck! Baik-baik saja gimana, Bu? Aku di sini merana. Sementara Angkasa dan Cahaya bahagia!" "Sssttt! Kamu jangan bilang seperti itu. Ibu hanya ingin memberitahumu kabar baik, Nak."Elena menaikkan alis.

  • TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR   Part 45B

    Bu Marni pura-pura panik. "Aduh, Pak! Maafkan saya. Saya gak tahu kalau Bu Cahaya bakal jatuh …"Tapi Angkasa tidak peduli. Ia mengangkat tubuh Cahaya dan berlari ke luar. "Bertahan, Sayanf! Aku nggak akan biarin apa pun terjadi sama kamu dan bayi kita!"Namun, Cahaya hanya bisa menggenggam lengannya dengan lemah, air matanya jatuh, dan kesakitan yang luar biasa menyelimuti tubuhnya.Angkasa memacu mobilnya dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit, satu tangannya terus menggenggam erat tangan Cahaya yang semakin dingin.“Bertahan, Sayang. Kita hampir sampai.” Suaranya bergetar, ada ketakutan yang menyelimuti hatinya.Cahaya berusaha tersenyum meski wajahnya sudah sepucat kertas. “Aku takut, Mas …”“Jangan bicara seperti itu! Kamu kuat, Sayang! Aku ada di sini, aku nggak akan ninggalin kamu!”Sesampainya di rumah sakit, Angkasa langsung menggendong Cahaya dan berteriak minta pertolongan. Para perawat segera berlari denga

  • TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR   Part 45A

    Part 45Sepanjang perjalanan pulang, Cahaya terus memeluk Altair erat. Anak itu tertidur lelap, tak menyadari bahaya yang baru saja mereka lalui. Angkasa menggenggam setir dengan kuat, rahangnya mengeras. Pikirannya terus berkelana. Apa ini hanya kebetulan atau ada seseorang yang mengincar keluarganya?Setibanya di rumah, Angkasa langsung memastikan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Cahaya duduk di sofa dengan wajah masih pucat. Ia menatap suaminya dengan ragu-ragu."Mas Angkasa, apa kita harus lapor polisi?" tanyanya pelan.Angkasa menghela napas panjang. "Untuk saat ini, jangan dulu. Aku ingin tahu siapa yang ada di balik ini sebelum kita ambil langkah lebih jauh."Cahaya menggigit bibir. "Tapi kalau mereka datang lagi?"Angkasa berlutut di depannya, menggenggam tangannya erat. "Aku gak akan biarin itu terjadi. Aku bakal cari tahu siapa mereka dan apa yang mereka mau."Cahaya menatap suaminya, lalu mengangguk per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status