Awalnya Laras merasa bahwa dia memiliki keluarga bahagia dengan suami yang sangat menyayanginya. Akan tetapi sebuah kenyataan membuatnya sadar bahwa apa yang terlihat bukanlah yang sebenarnya. Hingga suatu hari, dia menyaksikan sendiri suaminya berselingkuh dengan perempuan yang tak lain adalah sekertarisnya! Tak mau bercerai, Laras bersumpah akan membuat Adhi menderita. Tetapi, kecelakaan naas membuat Laras tiba-tiba kembali ke masa lalu. Di mana dia masih duduk di kelas dua SMA dan dihadapkan banyak pilihan untuk menyingkirkan Adhi. Namun, jika dia menyingkirkan Adhi, bukankah dia tak akan melihat Abhi Satya, anaknya di masa depan? Lalu pilihan apa yang akan diambil oleh Laras?
View MoreBeberapa hari yang lalu …
Laras menemui sahabatnya yang bernama Widuri di sebuah kafe. Katanya dia ingin menyampaikan sesuatu tapi tak bisa memberitahunya di rumah. Maka dari itu, sore itu Laras menemui Widuri di kafe. Wajah Widuri yang tegang membuat Laras khawatir. Apa ada sesuatu yang tengah menimpa Widuri kali ini? “Kenapa Wid,” tanya Laras. Laras duduk dan mengamati tidak ada bekas lebam di wajah Widuri. “Ras, aku mau ngasih tau ini karena aku peduli sama kamu,” jelasnya. Laras memandang Widuri bingung. “Ini soal Adhi, suamimu.” “Suamiku? Suamiku kenapa?” Widuri menarik napasnya dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Dia mulai mengotak-atik ponselnya kemudian menunjukkan beberapa foto pada Laras. “Ini Adhi kan, Ras?” tanya Widuri sambil menunjukkan sebuah foto yang menunjukkan seorang pria berjas dengan seorang wanita muda yang masuk ke sebuah hotel. “Aku nggak sengaja lihat ini waktu ke hotel buat makan di restoran itu sama anakku. Tapi aku malah nggak sengaja lihat Adhi sama perempuan ini.” Tangan Laras gemetar ketika memegang ponsel Widuri. Dia sungguh terkejut dengan apa yang dilihatnya saat itu. “Nggak mungkin Wid.” “Terserah sama kamu, Ras. Kamu istri Adhi, jadi aku yakin pasti kamu langsung tau apakah ini Adhi apa bukan. Tapi, jelas ini Adhi soalnya aku perhatiin dia sampai pesen kamar. Coba kamu inget-inget beberapa hari yang lalu, Adhi pulang jam berapa?” Ya, Adhi memang akhir-akhir ini pulang malam. Dan yang paling malam adalah hari kamis kemarin, Adhi sampai di rumah sampai jam satu malam. Mata Laras melebar mendapati kenyataan itu. Selama ini dia selalu percaya pada Adhi. Karena Adhi selalu memperlakukannya dengan baik. Uang belanja, uang untuk ke salon, Adhi selalu memberikannya pada Laras. Bahkan liburan ke luar kota, Adhi tak pernah lupa untuk menyempatkan waktu untuk keluarganya. Tapi mengapa tiba-tiba dia harus mendapati kelakuan suaminya seperti ini? Berselingkuh dengan perempuan lain? Sejak kejadian di kafe waktu itu, Laras memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu. Karena dia merasa bahwa rumah tangganya baik-baik saja. Dia juga melakukan hal itu karena dia dan Adhi sudah memiliki Abhi Satya, anak laki-laki satu-satunya dalam pernikahan mereka. Jika Laras mengatakan secara tiba-tiba bahwa dia tahu jika Adhi berselingkuh dengan wanita lain. Mungkin nanti rumah tangganya tidak akan setenang ini. Atau mungkin, keluarga kecil yang sudah dia bina selama tujuh belas tahun akan hancur berantakan dan membuat Abhi menjadi seorang anak broken home. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Abhi sudah pulang dan langsung masuk ke kamarnya. Sore ini Laras memutuskan untuk pergi ke kantor suaminya. Dia ingin tahu apakah suaminya itu berbohong kepadanya atau tidak. “Hari ini jadi pulang jam berapa, Mas?” tanya Laras ketika menelpon suaminya. “Aku pulang jam sepuluh, tapi bisa lebih.” “Oh begitu ya, mau aku bawain makanan kesukaanmu?” “Nggak usah Ras, aku bisa makan di kantin. Lagian aku nggak mau repotin kamu.” “Ya udah kalo begitu.” Kendati Adhi sudah berkata seperti itu pada Laras, tapi Laras ingin ke kantor Adhi, dia ingin membuktikan bahwa apa yang Widuri katakan adalah salah. Laras gegas memasak untuk Adhi. Dia hanya ingin memberi kejutan untuk suaminya. Yah, setidaknya itu yang ada di dalam pikirannya. Meski di dalam hatinya berkata lain. Meski dia sudah berusaha menyangkal, tapi dirinya masih penasaran. “Abhi, Mama pergi dulu ya?” kata Laras dari lantai bawah. Abhi muncul di ujung tangga lantai dua. “Ke mana, Ma?” “Ke kantor Papa.” “Ngapain?” “Bawain makanan buat papamu. Makan malam kamu udah mama siapin di meja makan ya.” Abhi mendengus. “Buat apa sih repot-repot.” Dia pun masuk ke kamarnya lagi seolah tak mau melihat ibunya terlalu memperhatikan ayahnya. Laras mengulum senyumnya. Menghela napasnya, dia membawa makanan yang sudah tersusun di rantang. Menggunakan mobil pribadinya, Laras pun menuju kantor Adhi yang hanya memakan waktu selama tiga puluh menit. Ketika sampai di sana, dia melihat kantor sudah sepi. Hanya ada beberapa karyawan yang masih tinggal karena pekerjaan yang belum selesai. Seorang resepsionis menyapa Laras karena tahu dia adalah istri dari pemilik perusahaan tersebut. “Saya mau ketemu sama suami saya, bisa kan?” tanya Laras. “Oh itu… bapak Adhi sedang ada rapat sekarang, Bu.” Laras diam-diam merasa tenang, karena setidaknya Adhi tidak berbohong pergi dengan wanita lain. “Kalo begitu saya tunggu di ruangannya aja, bisa? Saya bawa makanan untuk makan malam suami saya.” Laras menunjukkan rantang yang dia bawa pada kedua resepsionis yang tersenyum dengan canggung. “Saya telepon sekertarisnya dulu kalo begitu, Bu.” Laras mengernyitkan keningnya. Mengapa harus memberitahu pada sekertarisnya dulu? Padahal dulu dia langsung bisa masuk ke ruangan Adhi.Tahun 2007 – Hari Pertama Laras di SMAMatahari siang menyengat, membakar lapangan sekolah yang luas. Sekelompok siswa baru berdiri berjejer di tengah lapangan, wajah mereka memerah karena malu dan kepanasan. Mereka dihukum karena datang terlambat di hari pertama sekolah.Di antara mereka, seorang gadis berdiri dengan kepala tegak, meskipun keringat menetes di pelipisnya. Rambut hitam panjangnya dikuncir kuda, seragam putih abu-abunya sedikit kusut karena terburu-buru.Laras. Di tangga lantai dua gedung sekolah, seorang siswa kelas dua menyandarkan tubuhnya ke pagar besi, memperhatikan pemandangan di bawah dengan senyum tipis.Tian.Ia menyilangkan tangan di dadanya, matanya terpaku pada sosok gadis yang berdiri paling tegak di tengah lapangan. Ia tidak tahu kenapa, tapi ada sesuatu pada gadis itu yang membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangan.“Oi, kamu senyum-senyum sendiri kenapa?” suara Dani, teman sekelasnya, memecah lamunannya.Tian tetap tidak menjawab, masih memandangi gadi
Laras berdiri di depan cermin besar, menatap pantulan dirinya dalam balutan kebaya putih yang sederhana namun elegan. Rambutnya disanggul rapi, dihiasi selipan melati kecil yang harum. Wajahnya terlihat tenang, tetapi hatinya berdebar kencang.Hari ini adalah hari pernikahannya.Ia mengangkat tangannya, meraba dadanya yang bergetar pelan. Setelah semua yang terjadi, setelah luka dan kehilangan, ia akhirnya menemukan seseorang yang tidak hanya mencintainya tetapi juga menerimanya apa adanya.“Laras.”Ia menoleh dan melihat Abi berdiri di ambang pintu, mengenakan setelan formal yang membuatnya terlihat lebih dewasa dari usianya.“Ibu sudah siap?” tanyanya lembut.Laras tersenyum, melangkah mendekat, lalu membetulkan kerah kemeja putranya. “Ibu siap.”Abi menatapnya lama, lalu mengangguk kecil. “Ayo.”Laras mengulurkan tangannya, dan Abi menggenggamnya erat, mengantarnya keluar menuju halaman belakang vila kecil yang mereka sewa untuk acara ini.Pernikahan ini bukan pesta besar dengan ra
Adhi duduk di kursi terdakwa dengan tubuh kaku, tangannya terkepal di atas meja. Wajahnya tampak lebih tirus dari sebelumnya, dengan lingkaran hitam di bawah matanya, pertanda malam-malam tanpa tidur yang ia lalui selama sidang berlangsung. Hari ini, putusan akan dijatuhkan.Ruangan sidang dipenuhi oleh pengunjung. Beberapa adalah wartawan yang siap mengabadikan momen kejatuhan seorang pria yang dulu begitu berkuasa. Sebagian lagi adalah orang-orang yang mengenal Adhi dan ingin melihat akhirnya.Di barisan kursi pengunjung, Laras duduk dengan punggung tegak. Ia mencoba tampak tenang, tetapi jemarinya yang saling meremas menunjukkan kegelisahannya. Di sebelahnya, Tian duduk dengan ekspresi profesional, tetapi tatapan matanya penuh kewaspadaan. Di sisi lain, Abi duduk dengan bahu tegap, tatapannya lurus ke depan. Ia tidak menghindar dari kenyataan.Hakim mengetukkan palunya, membuat seluruh ruangan terdiam.“Berdasarkan bukti yang telah diajukan serta kesaksian yang diberikan, pengadila
Bab 30. Adhi yang Puas, Lalu MurkaAdhi duduk di ruangannya, menyesap kopi dengan santai sambil membaca berita tentang kebakaran rumah Laras. Senyum penuh kepuasan terukir di wajahnya."Laras, lihatlah... Kamu kehilangan segalanya. Sekarang, kamu pasti menyesal meninggalkan aku," pikirnya puas.Baginya, ini adalah balasan atas semua rasa sakit dan penghinaan yang telah Laras berikan padanya. Kehilangan rumah akan membuatnya terpuruk, dan pada akhirnya, Laras akan kembali padanya dengan wajah penuh penyesalan.Namun, kebanggaan itu lenyap seketika ketika sekretarisnya masuk dengan wajah ragu.“Tuan… Saya baru saja mendengar kabar bahwa… Bu Laras tidak mencari rumah lain.”Adhi mengangkat alis. “Apa maksudmu?”Sekretarisnya menelan ludah sebelum menjawab, “Dia tinggal di rumahnya Pak Tian.”Cangkir di tangan Adhi langsung hancur di genggamannya. Kopi panas tumpah ke meja, tapi ia tak peduli.“Apa?” suaranya terdengar berbahaya.Sekretaris itu mundur sedikit, takut dengan ekspresi penuh
Enam Bulan KemudianRestoran kecil di sudut kota itu dipenuhi cahaya lampu yang hangat, menciptakan suasana nyaman di tengah udara malam yang mulai mendingin. Di salah satu meja dekat jendela, tiga orang duduk bersama—Abi, Laras, dan Tian.Abi menyendok makanannya dengan santai, sesekali melirik ke arah ibunya dan Tian yang duduk di seberangnya. Laras tampak lebih tenang dibanding beberapa bulan lalu, sementara Tian terlihat nyaman berada di sana, meskipun tetap menjaga sikapnya.Setelah beberapa suapan, Abi meletakkan sendoknya dan menatap ibunya dengan ekspresi serius.“Bu,” panggilnya, suaranya tenang tapi penuh makna.Laras menoleh. “Ya?”Abi menghela napas pelan sebelum melanjutkan, “Aku nggak masalah kalau Ibu mau menikah lagi.”Laras terkejut. “Abi…”“Aku tahu,” Abi tersenyum tipis. “Aku tahu Ibu nggak pernah bahagia sama Ayah. Jadi kalau sekarang ada kesempatan buat Ibu bahagia, aku nggak akan menahan Ibu.”Laras terdiam, menatap putranya dengan mata berkaca-kaca. Hatinya ters
Satu minggu kemudian. Tempat Rehabilitasi Remaja, Sore HariTian melangkah memasuki area rehabilitasi dengan perasaan campur aduk. Bangunan sederhana dengan halaman luas itu dikelilingi pagar tinggi, tapi suasana di dalamnya terasa lebih tenang dibandingkan penjara. Udara sore yang sejuk tidak bisa meredakan ketegangan dalam dadanya.Di taman belakang, di bawah pohon rindang, Tian akhirnya menemukan Abi duduk di bangku kayu. Pemuda itu mengenakan kaus putih polos dengan jaket tipis, rambutnya sedikit berantakan, dan matanya menatap kosong ke kejauhan.Tian menarik napas panjang sebelum berjalan mendekat. “Abi…” panggilnya pelan.Abi menoleh, ekspresinya datar, tapi sorot matanya menyiratkan ketegangan. “Ngapain ke sini?”Tian mengusap tengkuknya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Aku mau minta maaf.”Abi mendengus kecil. “Buat apa? Kamu nggak salah apa-apa.”Tian menghela napas. “Aku… juga baru tahu kalau kamu anakku beberapa waktu yang lalu. Waktu aku bertemu ibumu di biro huku
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments