Share

30 Hari Mendapatkan Benih Suamiku
30 Hari Mendapatkan Benih Suamiku
Author: Ohmyrum

Bab 1. Keputusan tiba-tiba

Author: Ohmyrum
last update Last Updated: 2024-01-24 14:43:20

“Keputusan ku sudah bulat,” ujar Saga.

Satu bundle kertas disodorkan kepada Lian, perempuan yang sudah ia nikahi selama lima tahun. Lian menaruh sendok makannya dan meraih kertas tersebut. Di atasnya tertera nama sebuah rumah sakit besar dan ada identitas nama suaminya. Perempuan itu lalu membacanya perlahan, mencoba memahami data yang tertulis rapi di sana. Sayangnya, ia sama sekali tidak mengerti, meski tulisan itu menggunakan bahasa Indonesia.

“Apa ini mas?” tanya Lian dengan kening yang mengernyit dan menatap suaminya.

“Hasil medical check up dan beberapa tes untuk tindakan Vasektomi, satu bulan lagi.” Saga menjawab dengan begitu santainya seolah ini hanya persoalan flu.

“Apa?!” Lian menolak paham, informasi macam apa ini?

“Aku sudah riset dan banyak membaca jurnal dan artikel. Aku juga sudah konsultasi dengan dokter berpengalaman. Ini akan banyak manfaatnya, Lian, kita tidak perlu khawatir soal kebobolan dan kamu tidak perlu minum pil KB yang mungkin suatu hari akan mempunyai dampak di tubuh kamu. Ini solusi terbaik untuk kita.” jelas Saga begitu entengnya.

Lian masih setia dengan kernyitan di dahinya. Ia seperti kambing ompong yang hanya melongo tidak tahu apa-apa. Pelan-pelan emosinya justru terakumulasi. Dadanya mulai naik turun setelah mendengarkan penjelasan yang sangat gamblang itu.

“Kamu gila?! Keputusan macam apa ini Mas? Kamu sama sekali tidak pernah menyinggung hal ini sama aku!”

“Lian, ini adalah keputusan terbaik untuk kita berdua.”

Lian tertawa sumbang. “Lalu apa artinya diskusi dan perdebatan kita selama ini? Kita hanya menunda, bukan berarti tidak akan punya anak!” 

Emosi Lian kian tersulut menghadapi Saga yang keras kepala ini. Bagaimana tidak? Ini sama sekali di luar ekspektasinya. Keputusan Saga sangat tidak bijak dan tidak melalui persetujuan kedua belah pihak. Jangankan meminta persetujuan dengannya, Saga saja tidak pernah mengajaknya diskusi soal tindakan ini sebelumnya. Ini terlalu mengejutkan untuk Lian. Bagaimana mungkin suaminya tiba-tiba benar-benar tidak mau memiliki seorang anak?

“Ya, aku setuju soal menunda momongan. Tapi ini sudah lima tahun berlalu dan tanpa sadar kita sudah nyaman dengan keadaan ini. Apa tidak sebaiknya kita lakukan selamanya? Umur kita akan terus bertambah dan memiliki bayi di usia sekarang dengan segala kesibukan kita, tentu akan sangat merepotkan. Kamu harusnya paham itu, Lian.”

Lian berdiri dengan mata yang sudah memerah menahan sesuatu di kelopaknya dan dadanya mulai sesak oleh gemuruh emosi. Ia tidak terima dengan keputusan Saga yang sepihak ini. Ia menggeleng frustasi dan di depan mata Saga, Lian membuang kertas-kertas itu di udara. Saga ikut berdiri dan menatap istrinya tidak percaya.

“Kamu yang tidak paham! Kita sudah mengkomunikasikan ini sejak awal menikah dan kita setuju untuk menunda. Kamu juga tidak pernah menutup kemungkinan kita akan punya anak suatu hari nanti. Tapi kenapa sekarang harus melakukan ini? Kamu sudah tidak cinta sama aku? Jujur mas!”

“Lian, ini tidak ada hubungannya dengan kadar cinta aku padamu. Ini soal lain. Soal masa depan kita. Kamu tahu kita bahkan tidak ramah terhadap anak kecil, kita saja jijik saat Miko memuntahkan isi perutnya yang hanya berupa susu itu, takut menggendong bayi, soal parenting kita nol besar dan apa kamu yakin kita akan bisa belajar dengan maksimal di usia pertengahan tiga puluh ini? Ayolah, kita sama-sama tahu karakter masing-masing dan menjadi orang tua itu sesuatu yang sangat sulit bagi kita.”

Lian menunduk dan menghembuskan napasnya kasar. Ia menyugar rambutnya yang tergerai dan satu tangannya berkacak pinggang. Ia sangat kecewa dengan keputusan Saga ini. Meski Lian sadar apa yang dikatakan suaminya ada benarnya juga, jika ia dan Saga tidak punya parents material. Namun, memangnya salah jika setidaknya sekali dalan hidup, ia mau merasakan pengalaman menjadi seorang perempuan dan seorang ibu; melahirkan, menyusui dan mendidik anaknya?

"Tidak! Kamu tidak boleh melakukan itu!" tolak Lian dengan tegas.

"Aku tetap akan melakukannya, demi keharmonisan rumah tangga kita," sahut Saga tak kalah tegas.

Kerongkongan Lian seperti tercekat oleh sesuatu. Ia sungguh menahan emosinya di sana hingga sakit. Lalu, Lian menatap mata Saga dalam.

“Asal kamu tahu Mas. Aku sudah mau bilang padamu bahwa aku sudah siap mempunyai anak. Aku bahkan hampir membooking tiket liburan untuk kita honeymoon setelah tahu kamu mengambil cuti akhir minggu ini. Tapi kamu justru memberiku kabar begini, Mas?! Tidak masuk akal!” jelas Lian dengan nada penuh penekanan.

Perempuan itu melenggang dengan terburu, meninggalkan Saga di ruang makan. Saga kira, Lian akan menyetujuinya dengan mudah mengingat sejak awal, mereka telah sepakat menunda momongan dengan alasan kesibukan dan keduanya memang bukan penyuka anak-anak. Lalu apa yang dikatakan Lian tadi? Ia sudah siap mempunyai anak sekarang? Itu lebih tidak masuk akal lagi daripada keputusannya untuk melakukan Vasektomi ini. 

Lagipula, apa yang membuat Lian berubah pikiran dan ingin memiliki anak? 

Saga sungguh tidak mengerti. Yang jelas, untuk saat ini, Lian pasti akan mendiamkannya dan Saga mungkin akan memberikan waktu untuk Lian. Mereka hanya butuh waktu untuk kompromi dan komunikasi. Namun, keputusan Saga ini sudah bulat. Ia sudah mendaftarkan diri dan melakukan serangkaian tes. Kesiapan fisik dan mentalnya sudah hampir sembilan puluh persen. Saga sangat yakin ia ingin childfree saja.

Lian mengunci kamarnya dan bergelung di balik selimut. Ia menumpahkan air matanya. Meski Lian jarang menangis, tapi apa yang dilakukan Saga kali ini sungguh menggores hatinya. Ia merasa seperti perempuan yang tidak diinginkan lagi, tidak dihargai lagi dan Lian seperti kehilangan harapannya untuk jadi seorang ibu.

"Dia memang tidak pernah mengerti aku!" umpat Lian sambil mengeratkan selimut di badannya.

Lian sampai berpikir, mungkinkah sebentar lagi mereka akan berpisah karena visi dan misi mereka kini tak lagi satu? Akankah pernikahan ini sudah diujung tanduk? 

Oh ya Tuhan, mungkinkah ini karma karena menunda momongan yang artinya juga menunda anugerah dari-Nya?

Air mata Lian semakin deras. Tamat sudah pernikahannya dan ia akan jadi janda sebelum mempunyai anak. 

"Lian, sayang." Sebuah ketukan pintu disertai panggilan itu terdengar.

Jelas itu Saga, karena di rumah ini hanya mereka berdua yang menempatinya. Harusnya Saga tahu apa yang telah ia lakukan terhadap Lian dan apa dampaknya. 

"Sayang, boleh aku masuk?" panggil Saga lagi dengan nada yang penuh kelembutan.

Hah! Memangnya Lian akan mudah luluh? Tidak semudah itu. Mau mengetuk sampai jarinya lecet pun Lian tidak peduli. Ia justru mengeratkan selimutnya dan menutup bantal di telinganya. 

Namun, Saga tidak menyerah. Lelaki itu terus mengetuk pintu, sepertinya memang sampai jarinya lecet dan memanggil istrinya dengan suara lembut dan memohon untuk dibukakan pintu. Karena Lian merasa terganggu, akhirnya, ia membuka seluruh selimutnya dan meraih satu bantal. Berjalan menuju pintu, membukanya dan melemparkan bantal itu tepat di wajah Saga.

"Tidur di luar!!" sembur Lian tanpa aba-aba, lalu menutup pintu itu kembali dengan kencang sampai Saga terhenyak kaget.

Nasib memang nasib.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 30 Hari Mendapatkan Benih Suamiku   Bab 62. Berdamai dengan masa lalu

    Sudah terlalu lama Lian berjibaku dengan pikirannya sendiri. Dengan asumsi bahwa setelah Fahri kembali dari menuntut ilmu di luar negeri, lelaki itu tidak akan mengenali Lian lagi. Terbukti, waktu itu Lian diam-diam datang ke rumah Fahri saat lelaki ia sedang liburan dan pulang ke tanah air. Fahri sedang sangat buru-buru memasuki mobilnya. Fahri semakin menawan dengan setelan jas mahalnya. Dari sana, Lian bisa menyadari bahwa ia masih belum bisa bersanding dengan Fahri. Meski perasaannya mungkin tidak berubah, kenyataan menyentaknya untuk berhenti. Berhenti mengharapkan diri kembali pada Fahri dan berhenti berharap. Maka, ia pun pergi dari kompleks rumah itu setelah melihat mobil Fahri menghilang di belokan gang. Ia merasa menjadi manusia yang paling putus asa, saat itu. Ia menaiki bis untuk kembali ke kost-kostannya yang masih empat kali empat itu. Namun, justru takdir mempertemukannya dengan Saga.Seolah alam semesta tidak bekerja sendiri, ada andil takdir juga, ia dan Saga akhirnya

  • 30 Hari Mendapatkan Benih Suamiku   Bab 61. Semesta bercanda

    Selayaknya pagi adalah waktu yang tepat untuk mengawali hari, pertengkaran mereka di malam hari selalu teredam di waktu pagi. Mereka akan baikan dengan sendirinya di pagi hari. Namun kali ini, tidak. Semalam, Saga dengan kemauannya sendiri tidur di sofa ruang tengah setelah mengisolasi diri di ruang kerjanya. Lian juga tidak berinisiatif untuk menawarkan Saga tidur di kamar. Ia hanya membawakan selimut ketika malam telah larut dan Saga sudah terlelap. "Aku berangkat," pamit Saga kepada Lian di ambang pintu kaca pembatas antara ruang tengah dan dapur. Lelaki itu bahkan tidak repot-repot menghampiri dan memberikan kecupan hangat kepada Lian. Jangankan itu, menoleh barang sejenak saja tidak. Saga melenggang pergi menuju carport."Mas ... " Lian menyusul Saga ke carport dan memberikan satu kotak makan. "Aku mungkin tidak bisa ke kantor kamu membawakan makan siang. Hana sudah mengatur kembali jadwal kerjaku. Jadi, bawa ini untuk makan siang."Tanpa berkata apa-apa, Saga meraih kotak maka

  • 30 Hari Mendapatkan Benih Suamiku   Bab 60. Gara-gara Merlot

    "Semua yang ada di kepalamu isinya hanya kamu meragukanku, Lian."Saga lantas meraih laptopnya dan membawanya ke ruang kerja. Sebelum mencapai ambang pintu, Saga menoleh lagi dan berkata sesuatu yang membuat Lian semakin tercengang dan bingung."Segera selesaikan urusan masa lalumu," ujar Saga dengan nada paling dingin yang pernah Lian dengar, membuatnya bergidik.Lelaki itu menutup kasar pintunya tanpa sedikitpun memikirkan perasaan Lian. Ya, apa yang harus dipikirkan setelah kekacauan yang Lian buat sendiri?Kulu berlari menghampiri Lian, naik di atas sofa seolah tahu bahwa pemiliknya kini sedang tidak baik-baik saja. Kulu seolah ingin menghibur Lian dengan mengibaskan ekor berbulu lebatnya dengan gemas. Maka, Lian meraih Kulu dan mendekapnya dengan erat. "Kulu ... " Satu butir air mata jatuh melalui pipinya. "I'm so stupid!"Pukul dua siang, Saga belum juga keluar dari ruang kerjanya. Sementara Lian sudah bersiap akan ke rumah sakit untuk mengecek kakinya dan melepas perban yang ma

  • 30 Hari Mendapatkan Benih Suamiku   Bab 59. Penjelasan semalam

    Lian membuka matanya dengan berat. Ia sudah berada di kamar dan cahaya matahari yang menembus vitrase, lembut menyerbunya. Satu kerjapan, dua kerjapan dan Lian merasa mual. Ia pun menyibak selimut dengan kasar dan berlari ke kamar mandi.Lian menundukkan kepalanya di wastafel dan memuntahkan isi perutnya akibat mabuk semalam. Astaga! Apa yang ia perbuat semalam sampai ia lupa semuanya dan jadi seperti ini? Sudah sekian lama ia tidak mabuk. Rupanya saat kembali mabuk, justru rasanya sekacau ini. Tenggorokannya kering dan napasnya memburu.Ia mendongak, melihat pantulan dirinya di kaca atas wastafel setelah mengusap wajahnya dengan air. Satu kata; berantakan. Rambutnya mencuat kemana-mana. Matanya memerah dan oh shit! Ia hanya mengenakan piyama tipis tanpa terkancing semua.Pasti semalam adalah situasi bencana.Kepalanya pening dan ia menunduk dalam untuk menetralkannya. Lalu, ia mencoba mengingat dengan detail apa yang terjadi hingga tidak sadarkan diri dan bangun di siang bolong begi

  • 30 Hari Mendapatkan Benih Suamiku   Bab 58. Masih soal mantan

    "Kalau begitu, kita menikah muda. Aku janji akan membahagiakanmu. Aku janji tidak akan ada yang berani mengusikmu. Kamu begini pasti terpengaruh dengan orang-orang di sekitarku bukan? Sehingga kamu bisa berpikir begini? Lianda, please! Kita sama-sama sudah dewasa dan tahu apa yang kita rasakan satu sama lain."Lian marah dengan perkataan Fahri yang seenaknya itu. Ia menghembuskan napasnya dengan kasar. Lalu memalingkan wajah ke lain arah. Ia tidak mampu lagi membendung air matanya."Jika semudah itu, mungkin aku tidak akan banyak berpikir Fahri. Justru kita sudah sama-sama dewasa, kita harusnya tahu bahwa realita ini ada. Kamu terlalu baik untukku, dan aku terlalu buruk untukmu.""Tidak ada yang bilang begitu, Anda!" Suara Fahri meninggi."Aku yang bilang. Aku yang merasakan bahwa ketimpangan ini sangat amat menyiksaku selama ini dan aku sadar, bahwa hubungan ini tidak akan sehat. Please ... " Mohonnya dengan mata yang sudah sepenuhnya basah dan menatap Fahri dengan sayu.Saat itu pul

  • 30 Hari Mendapatkan Benih Suamiku   Bab 57. Flashback

    Flashback On—Sore itu, Lian menangis di sudut kamar kosnya. Kamar yang menjadi saksi bisu, bagaimana perjuangannya masuk ke dunia modeling, bagaimana kerasnya persaingan dan industri, serta bagaimana ia mengetahui karakter orang-orang yang sesungguhnya. Semua perasaan sudah ia lalui dan lampiaskan di kamar yang hanya berukuran empat kali empat meter ini. Kebahagiaan, kehilangan, kesedihan, kekecewaan dan sebagainya.Di ruangan gelap itu, Ia menekuk kedua kaki dan menenggelamkan kepala di sana. Udara malam membelai gorden transparan dan menyalurkan energi dingin d setiap inci tubuh Lian. Saat ini, perasaannya teramat sedih, hancur, marah dan ... patah hati. Baru saja, ada seorang yang mengatakan sesuatu yang menyakitkan hatinya. Orang itu mengatakan bahwa Lian tidak memiliki kepantasan sedikitpun. Lian adalah model rendahan dan tidak punya value. Dan juga orang itu mengatakan, Lian tidak punya apa-apa. Lian hanya seonggok manusia yang tidak terlihat dan t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status