Di pesawat, Shino langsung memejamkan matanya untuk tidur. Ia merasa kurang tidur semalam, entah kenapa semalam ia mengalami insomnia.
Ini bukan pertama kalinya ia pergi ke Hong kong, tapi kenapa rasanya seperti baru pertama kali.Sudah empat jam ia tertidur dan saat ini ia ingin pergi ke toilet untuk cuci muka. Satu jam lagi, ia akan berada di tanah kelahiran ayahnya dan sekaligus tempat dimakamkannya ayah Shino.Mungkin nanti ia akan menyempatkan dirinya untuk berkunjung ke makam ayahnya."Hong kong, semoga aku menemukan barang bagus di sini," ucapnya sambil menatap ke luar jendela. Tanah Hong kong mulai terlihat dari atas dan pesawat sudah mulai mendekatinya.Saat ini, ia memilih untuk tidak keluar dari hotel, karena terik matahari yang sangat menusuk matanya. Ia lebih suka keluar malam.Hari mulai petang, Shino mulai memakai baju sedikit terbuka dari biasanya. Ia tidak memakai mantel, masker, kacamata hitam, dan topi. Dia berpakaian seperti layaknya orang biasa.Ia pergi menuju kasino terkenal di Hong kong, Macau Venice. Pusat kasino terbaik tahun ini, para pejabat tinggi dan pebisnis kaya banyak yang bermain di sini.“Pak, tolong antarkan saya ke Macau Venice.” Shino duduk di taksi sembari menatap gemerlap jalanan Hong Kong dari dalam.“Baik nona,” Supir taksi itu melirik Shino dari kaca spion.“sendirian saja nona? Keluarga tidak ikut kah?”“Iya pak, lebih tepatnya saya sedang ada urusan bisnis di sini.”“Nona asal mana? Saya lihat sepertinya bukan asli penduduk sini,”“Saya dari Jepang pak,” Shino tersenyum tipis.“Woah, Asashoryu Akinori! Apa anda tahu pesumo itu?” Supir tua itu mulai bersemangat berbincang dengan Shino.“Aaa iya, dia dari Mongolia bukan?”“Iya benar! Waah, anda seorang wanita cukup tahu tentang dunia sumo ya. Sugoi sugoi.”“Sugoi? Hahaha, Arigatou Gozaimazu.” Shino tersenyum mendengar si supir tiba-tiba mengucapkan bahasa Jepang walaupun sedikit.“Kita sudah sampai nona, tidak terasa ya.”“Terima kasih, pak.”“Sampai jumpa kembali! Arigatou!” teriaknya sambil melambaikan tangan dari dalam mobil. Shino membalasnya dengan membungkuk dan tersenyum tipis.Dia memasuki tempat tersebut dan melihat banyak orang di sana bermain. Uang yang tergeletak di meja terlihat menggiurkan bagi Shino. tetapi, itu bukan alasannya ada di sini saat ini, ia mencari hal lain.Ternyata tidak ada yang lebih menarik di sana, ia keluar dari tempat tersebut dan berjalan menyelusuri jalanan. Ia memanggil taksi dan berencana mengunjungi Kowloon Walled City. Bagian kota terdalam di Hong kong.Tempat itu bagaikan surganya bagi para penjahat kelas kakap. Di sana terdapat banyak mafia, preman, bandar obat-obatan terlarang, dan dokter tanpa lisensi pun menjamur di sana.Masyarakat setempat menyebut daerah ini Hak Nam atau Kota Kegelapan.Shino mulai memasang masker hitam dan topi nya, ia sudah mengganti pakaiannya menjadi serba hitam seperti pria. Kita tidak bisa berpakaian semewah saat pergi ke pesta di jalanan kota ini kalau ingin kembali dengan selamat.Ia menggulung rambutnya dan menutupinya dengan topi, menyamar sebagai pria adalah pilihan terbaik menurutnya.Pelan-pelan ia berjalan melewati para pemabuk yang mulai terkapar di jalanan sepi ini, wanita yang sedang memenuhi hasratnya di balik tembok sempit ini, dan sejumlah preman berbadan besar sedang berjudi di depan sebuah warung kecil.“Cepat bayar hutangmu br*ngs*k!”“Sudah kubilang besok menunggu istriku pulang kerja!” Mereka berdua lalu saling memukul hingga merusak properti lain.“Jika karena kau bukan temanku, aku tidak akan susah payah menagihmu begini! Sudah kubunuh kau sejak kemarin!”“Bunuhlah aku! Cepat! Ambil ginjalku!”Sebuah pertengkaran yang sering terjadi di daerah banyak penjudi. Ia berjalan dengan percaya diri walaupun banyak mata mengawasinya.“Hei, kawan! Tidakkah kau ingin mencoba menghisap ini sekali saja?!” teriak seorang pria dengan baju usang sembari menunjukkan plastik kecil berisi sabu.Saat ini dia sendirian tanpa pengawalan Pak Jung, entahlah apa yang akan terjadi jika Pak Jung tahu ini.Shino terus berjalan dan ia berhenti di depan toko loak menjual lotre. Seorang pria paruh baya dengan mata sebelah tertutup rapat karena suatu luka goresan sepanjang jari tengah melayani Shino."Aku ingin kau temukan pria ini." Shino menunjukkan sebuah foto pria berpakaian seperti pelayan bar. Pria di foto tersebut terlihat masih berusia 30-an tahun.Pria tersebut melihat foto itu dengan saksama lalu mengembalikannya kepada Shino."Aku tidak tahu apa yang kau inginkan dan aku tidak bisa memberitahu di mana dia saat ini berada," kata pria tersebut dengan melambaikan tangan mengusir Shino secara halus."Kau mau berapa? Aku akan memberikan sebanyak yang kau mau," Shino berusaha melunakkan hati pria itu sambil membuka masker dan menunjukkan wajahnya.Pria tersebut sedikit tertegun melihat wajahnya. Raut wajahnya berubah, kemudian Shino kembali memasang maskernya lagi."Carilah dia di Kepulauan Soko, pulau itu terletak di ujung barat daya wilayah Hong kong. Dahulunya itu adalah rumah bagi komunitas kecil petani dan nelayan. Sekarang, menjadi tujuan terpencil di mana rumah-rumah terlantar dan reruntuhan. Kau tidak bisa menyewa kapal untuk pergi ke sana, kau harus menyewa kapal pribadi. Dan hati-hati, pulau tersebut terpencil dan jarang dikunjungi banyak orang," ucap pria tersebut panjang lebar.Shino mengeluarkan tasnya yang berisi uang sebesar $1000, ia kemudian tersenyum kepada pria tersebut dan bersiap menuju Kepulauan Soko. Ia akan segera menemukan hal yang dicarinya selama ini.Pria tersebut menatap kepergian Shino dengan sendu, lalu setetes air mata jatuh di pipinya."Nona muda, ayahmu pasti bangga padamu.""Pak Jung, siapkan sebuah kapal feri untukku. Aku ingin berlibur secara privat dengan teman lamaku di sini." Shino menelepon Pak Jung agar memberinya fasilitas kapal feri pribadi yang akan digunakannya untuk mencari pria itu. Ia tidak seharusnya berbohong pada pria tua itu, tetapi, bagaimana lagi jika ia berkata jujur maka ia pasti dilarang melakukan hal ini. Esoknya sekitar jam 8 pagi, kapal feri sudah dipersiapkan oleh Pak Jung di kota Cheung Chau. Seperti biasa, Shino berdandan seperti pria dan menyembunyikan identitas wanitanya. "Saatnya petualangan ini dimulai," batin Shino.Sekitar 1 jam-an lebih perjalanan Shino dari Cheung Chau menuju Soko Island. Sesampainya disana, ia berpesan kepada nakhoda untuk dijemput 3 hari lagi. Shino tidak ingin berlama-lama di sini melihat suramnya pulau ini. Ia berjalan terus menyelusuri hutan di pulau tersebut, ia berencana pergi ke salah satu gugusan pulau Soko Island yaitu Pulau Tai A Chau. Tai A Chau adalah rumah bagi ribuan pengungsi Viet
“Daripada aku menjadi makan malam kawanan serigala, lebih baik aku makan malam dengannya.” Shino kemudian berlari ke arah pria itu.Pria itu menyambut Shino dan merangkul layaknya seorang adik. Tubuh Shino gemetar dibuatnya dan ia hampir mati saat ini. Jika ia benar-benar mati, maka alasan utamanya adalah karena jantungnya sudah mencapai limit. "Kau asal mana? Dan berapa usiamu? Kukira kau adalah mata-mata musuh. Maafkan aku yang terlalu cepat menuduhmu yang tidak-tidak. Yaah, akhir-akhir ini aku memang lebih waspada. Apa karena aku terlalu lama tidak bertemu dengan orang ya? Hahaha…" Detak jantung Shino normal kembali, ia mulai lega saat pria itu tertawa. Rasa takutnya mulai hilang saat itu juga, tidak seperti badannya yang kekar seperti mafia. Ternyata dia lebih mirip tokoh Giant dalam kartun Doraemon.Perlahan Shino membuka matanya. Dia tertidur sejak lima jam tadi.“Di mana ini? Mengapa aku ada di sini?” gumamnya. Ia melihat sekitarnya dan tidak menemukan siapapun di sini.Kepal
Adam kemudian pergi untuk menangkap ikan dori di laut, ia ingin membuat bubur ikan untuk Shino.Shino tertidur dengan nyenyak sampai ia pun bermimpi masa kecilnya dulu.“Shino kalau kau ingin membuktikan bahwa kau bukan vampir keluarlah dari balkon rumahmu itu!” teriak seorang gadis kecil berambut pirang di luar rumah Shino.“Turunlah jika kau ingin berteman dengan kami!” tambah anak laki-laki yang berada di samping gadis itu.Shino kecil menjadi tertantang karena perkataan teman-temannya itu, ia berlari ke bawah menuju pintu rumah. Ia berniat membuktikan pada teman-temannya bahwa ia bukan vampir yang takut matahari.“Kau mau ke mana Hoshino?” ayahnya yang sedang membaca koran di ruang tamu terkejut saat Shino membuka pintu lebar-lebar dan berlari keluar dengan baju terbuka.“HOSHINO!!” Ayah Shino lari mengejar Shino dan segera menjemputnya untuk segera masuk ke rumah.“Aku bukan vampir kan?” kata Shino kecil sambil tersenyum kepada teman-temannya.Kemudian mereka menjerit saat wajah
Esoknya, Adam dan Shino mulai mengemasi semua barangnya. Sekitar 6 tahun Adam menghabiskan waktunya di pulau ini. Menjauh dari keramaian kota dan hiruk-pikuk manusia. “Kau sudah selesai?” Wanita berjaket hitam itu sudah menggendong tasnya, bersiap kembali ke tempat penginapannya. “Pergilah dulu, aku akan menyusul.” Pria itu pergi menuju kamar mandi, ia ingin membasuh mukanya. “Oke, cepatlah. Jangan sampai kau ketinggalan, walaupun berpenyakitan, aku ini peserta lomba maraton.” ujar Shino. Adam membasuh mukanya di kamar mandi, lalu ia membuka lemari kecil di kamarnya. Pria itu mengambil sebuah foto buram, yang memperlihatkan seorang gadis kecil yang dirangkul oleh laki-laki seusia remaja. “Singkirkan ketakutanmu Adam.” gumam pelan Adam, foto itu ia masukkan ke dalam tasnya. Di sepanjang jalan, Adam hanya diam saja membuntuti Shino. Pria itu cukup terkejut, melihat semangat Shino. Jarak antar dirinya dengan Shino cukup jauh. Entah mengapa, Adam tidak ingin berjalan di samping Shino
“Sampai berapa lama kita harus seperti ini?” bisik pelan Shino. Wanita itu sudah tidak tahan dengan posisi ini yang terlihat ambigu.“Diamlah, jaga mulutmu untuk tidak bergerak. Berbicaralah dalam hati saja.” Mata Adam terus mengintip babi hutan itu dibalik pohon.Shino perlahan melirik ke arah mata biru Adam, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Entah, mulai kapan ia merasa seperti ini. Sepertinya ia harus segera berobat.“Apa warna matamu itu asli?” Shino kembali membuka mulutnya.Kini, pria itu menjauh dari tubuh Shino. Babi hutan itu sudah pergi menjauh dari mereka, ini saatnya melanjutkan perjalanan mereka.“Ada apa denganmu?” Adam tidak menghiraukan perkataan Shino, ia mulai mengambil langkah terlebih dulu dari Shino.“Sepertinya memang asli,” batin Shino.Sinar matahari mulai sedikit terlihat, mereka akhirnya menemukan jalan keluar dari hutan pinus yang sangat gelap dan suram itu, jauh dari sinar matahari. Tetapi, itu juga sedikit membuat Shino mulai kewalahan, kare
Sekitar jam 5 sore, Shino dan Adam telah sampai di kota Hong Kong. Mereka segera turun dari kapal dan pergi menuju penginapan Shino. Adam mengikuti Shino dari belakang, sepertinya Adam akan menginap di tempat yang sama dengan Shino."Kita akan pergi ke penginapanku, aku akan memesankan kamar untukmu di hotel nanti. Jangan keluyuran, aku cukup malas membuang waktuku hanya untuk mencari orang lain." ujar wanita itu sembari tangannya melambai memanggil taksi.Adam hanya mengangguk dan ikut masuk ke dalam taksi bersama Shino. Gemerlap lampu di jalanan kota Hong Kong mulai menarik matanya, ia menikmati perjalanannya menuju hotel. Hong Kong yang dulu sangat berbeda dengan yang sekarang. Banyak gedung-gedung mewah yang menjulang tinggi dan suasana malam yang selalu padat oleh manusia. Entah karena pekerjaan atau mencari hiburan malam.Di sampingnya, wanita berparas cantik itu sudah melepaskan sebagian aksesoris pakaiannya yang menurut Adam seperti teroris. Hari s
“Hei, Adam. Ini sudah siang bangunlah,” Seorang gadis kecil dengan mata besar berwarna biru muda berbisik di sebelah Adam yang tertidur. Adam hanya menggeliat malas dan tersenyum kecil, ia mengelus ubun-ubun kepala gadis itu. Gadis kecil itu kembali mencoba untuk membangunkan Adam yang terlelap. “Bangunlah! Ini sudah siang, kau akan terlambat!” Kini, gadis itu sudah memegang sebuah pistol mainan kecil berisi air dan disemprotkan ke wajah Adam. Adam hanya tersenyum miring dan semakin enggan membuka matanya. Ia sangat mengantuk dan tubuhnya sangat lelah menghadapi celotehan wanita keras kepala bernama Shino. “Ah, iya. Siapa wanita itu?” batinnya dalam mimpi. “Hei! Bangunlah paman!” bentak Shino. Byur, Shino menyiram kepala Adam dengan segelas air, ia sudah tidak tahan dengan sikap Adam yang sama sekali tidak bergerak. Adam terkejut dan kemudian bangun dengan rambut basah kuyup, matanya masih menyipit berusaha menghindari sinar matahari yang dipantulkan dari kaca kamarnya. “Sulit
“Hai, apa kabar pa? Sudah lama ya Shino tidak berkunjung ke sini, papa rindu Shino nggak?” Shino menatap nisan bertuliskan Akari Hoshino. “Selamat pagi, om. Saya teman Ai, dia tumbuh besar dengan baik walaupun perangainya yaah seperti itu. Tapi, dia wanita yang cukup tangguh.” sahut Adam ikut menyapa ayah bosnya itu, ia tersenyum lebar. Shino berdecih pelan dan mulai mengeluarkan sebuah buket bunga krisan berwarna putih, ia letakkan di batu nisan ayahnya tersebut. Lalu, ia beralih ke makam ibunya di sebelah. “Hai ma, Shino datang. Shino lebih tinggi kan?” Xiu Juan, nama yang terukir di batu nisan milik ibu Shino. “Halo, tante. Saya Adam, sahabat baik Ai. Saya penjaga setianya, tante tenang saja, saya selalu menjaganya.” Shino hanya tersenyum kecil mendengar Adam yang terus-terusan ikut menyapa kedua orang tuanya. “Baiklah, ayo saatnya kita bekerja.” ajak Shino. Adam mengangguk dan mengikuti Shino pergi dari makam, mereka akan kembali ke Jepang. Shino mengeluarkan ponselnya dan me