Share

7 - Babi Hutan

Esoknya, Adam dan Shino mulai mengemasi semua barangnya. Sekitar 6 tahun Adam menghabiskan waktunya di pulau ini. Menjauh dari keramaian kota dan hiruk-pikuk manusia.

“Kau sudah selesai?” Wanita berjaket hitam itu sudah menggendong tasnya, bersiap kembali ke tempat penginapannya.

“Pergilah dulu, aku akan menyusul.” Pria itu pergi menuju kamar mandi, ia ingin membasuh mukanya.

“Oke, cepatlah. Jangan sampai kau ketinggalan, walaupun berpenyakitan, aku ini peserta lomba maraton.” ujar Shino.

Adam membasuh mukanya di kamar mandi, lalu ia membuka lemari kecil di kamarnya. Pria itu mengambil sebuah foto buram, yang memperlihatkan seorang gadis kecil yang dirangkul oleh laki-laki seusia remaja.

“Singkirkan ketakutanmu Adam.” gumam pelan Adam, foto itu ia masukkan ke dalam tasnya.

Di sepanjang jalan, Adam hanya diam saja membuntuti Shino. Pria itu cukup terkejut, melihat semangat Shino. Jarak antar dirinya dengan Shino cukup jauh. Entah mengapa, Adam tidak ingin berjalan di samping Shino. Ia memilih berjalan di belakangnya, seperti mengawasinya.

“Hei! Pelan-pelan saja! Apa supir kapalmu sangat benci menunggu?!”

“Aku ini tidak suka berlama-lama di bawah sinar matahari begini!”

Shino berdecak kesal, melihat Adam yang tampaknya berjalan dengan santai di belakangnya.

“Hei! Maafkan aku kemarin!” Adam merasa meminta maaf kepada Shino atas kejadian yang menimpa Shino kemarin. Ia sangat merasa bersalah.

“Apa?! Aku tidak mendengarmu!!”

“Ck, aku lupa kalau dia sedang berpakaian seperti teroris. Sepertinya tidak hanya kulitnya saja yang bermasalah, alat pendengarannya terkena juga.” Adam berlari mendekati Shino, pria tinggi itu mulai berjalan di samping Shino.

“Kau bicara apa tadi?”

“Aku minta maaf soal kejadian kemarin.” Adam menatap lurus ke depan, matanya tidak berani menatap Shino.

“Tenanglah, aku ini punya penangkalnya. Untuk apa aku kaya, jika obat saja tidak punya.” ucap Shino dengan nada sombongnya.

“Kau itu ternyata cukup sombong ya. Sudah kuduga, golongan wanita sekelasmu, memang kebanyakan memiliki sifat sombong yang mendarah daging.”

“Aku ini sombong agar orang-orang tidak meremehkanku.” Shino melirik sinis pria di sampingnya itu.

“Mulutnya kecil tapi mengapa dia cerewet sekali,” gumam pelan Shino.

“Apa katamu?” Adam mengernyitkan dahi, matanya menyipit menatap Shino.

“Kau ini, selalu saja berusaha mendengar isi hatiku. Bukan urusanmu.” Shino mendengus dan mengalihkan pandangannya ke samping, berlawanan dengan Adam.

“Kau tahu dari mana aku di sini?”

“Aku ini orang kaya, pastinya memiliki banyak koneksi. Orang sepertimu, mudah sekali untuk dicari. Dengan uang, harimu menjadi lebih mudah.”

Adam mulai geli dengan tingkah laku wanita kaya di sampingnya ini. Apa benar, orang kaya memang suka berperilaku menjengkelkan seperti ini?

“Hei, sebentar lagi kita akan ke mana?”

“Hai hei hai hei, memangnya namaku ini hei?”

“Aku tidak tahu namamu.”

“Kau tidak bertanya padaku.”

“Apa urusannya denganku?”

“Oh jadi di kantor nanti, kau mau memanggil bosmu ini dengan sebutan hei?”

“Semakin lama kau semakin menjengkelkan. Oke, siapa namamu tuan putri?” Adam berusaha sabar menghadapi sosok wanita yang akan menjadi bosnya kelak.

“Ai Hoshino, panggil saja Shino. Jangan panggil aku dengan sebutan tuan putri lagi.”

“Baik, bos Shino.”

“Sebentar, rasanya terdengar aneh. Panggil saja aku Hoshino, itu lebih baik. Mendengar kata bos dari mulut seorang pria tua, itu terkesan aneh.” Shino mencoba membayangkan Adam memangilnya bos saat di kantor. Ah, terdengar lebay.

Adam dibuat ternganga oleh perkataan yang dilontarkan wanita di depannya ini.

“Pria tua? Apa aku terlihat setua itu di matamu?” Adam mendengus kesal setelah Shino menyebutnya pria tua.

“Wajahmu tak terawat, rambutmu seperti tarzan dan brewok yang mengelilingi rahangmu seperti pria tua menurutku. Apalagi badanmu ini terlalu tinggi dan kek--”

“A-apa? Tarzan? Mulutmu jahat sekali. Bagaimana bisa perkataan yang menimbulkan keributan besar muncul dari mulut kecilmu itu? Kau sendiri, pakaianmu seperti teroris.” Adam mulai membalas perkataan Shino yang membuatnya ingin menebang semua pohon di hutan ini.

“Hah? Teroris?! Kau ini terlalu lama bersatu dengan alam, sampai outfit swag seperti ini kau bilang seperti teroris? Aku malah ingin tertawa, melihat penampilanmu yang sudah hampir mirip dengan orangutan dis--”

Tiba-tiba Adam menutup mulut Shino dengan tangannya dan menariknya ke balik pohon besar. Ia memberi isyarat kepada Shino untuk diam.

Seekor babi hutan sedang mengendus pohon di depan Adam dan Shino, tampaknya ia sedang mencari mangsa. Adam melepaskan tangannya dari mulut Shino, ia memperhatikan gerak-gerik babi hutan tersebut.

“Bagaimana ini?” bisik Shino pada Adam.

“Ssshhh,” Mata biru milik Adam masih serius menunggu kepergian babi hutan tersebut.

Saat ini tidak ada jarak antar mereka, Shino masih ingat waktu pertama kali ia bertemu Adam, dengan posisi seperti ini juga.

“Apa-apaan ini, mengapa kita terus bertemu dengan binatang liar di pulau ini. Terus posisi ini, ada apa dengan posisi ini?! Mengapa dekat sekali?!” batin Shino.

Ia berusaha mengalihkan wajahnya ke samping agar pipi kanannya tidak menyentuh wajah Adam. Jantungnya mulai berdetak tidak beraturan, keringatnya menetes sedikit demi sedikit dari dahinya.

“Jantungku kenapa? Apa ini termasuk gejala penyakitku?” gumam pelan Shino.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status