Share

365 Hari Jadi Istrimu
365 Hari Jadi Istrimu
Author: lovelypurple

Bab 1

Author: lovelypurple
last update Last Updated: 2025-05-29 14:42:29

Hujan turun deras di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta malam itu. Alya menatap layar ponselnya dengan gelisah.

Ia membaca ulang pesan dari rumah sakit. [Biaya perawatan adik Anda tertunggak Rp18.750.000. Harap segera melunasi untuk kelanjutan pengobatan.]

Tangannya gemetar. Gaji sebagai editor lepas tak cukup untuk menutupi utang rumah sakit, apalagi setelah ia berhenti dari pekerjaan tetap demi merawat adiknya.

Sambil berjalan cepat di bawah payung robek, Alya melintas di depan sebuah hotel mewah. Tiba-tiba, dari pintu samping hotel, seorang pria berjas hitam berlari keluar, diikuti kilatan kamera dan teriakan wartawan.

“Arka! Arka! Benarkah kamu pacaran dengan Karen?”

“Benarkah kamu yang menghamili dia?”

“Arka, satu pernyataan saja!”

Alya yang menunduk tak melihat ke mana dia berjalan. Tanpa sengaja, tubuhnya menabrak pria itu.

"Maaf!” serunya panik. Tapi pria itu—Arka—langsung menarik tangan Alya dan menyeretnya ke mobil yang terparkir di samping hotel.

"Cepat masuk!” desisnya.

“Apa? Saya—” Ucapan Alya di potong Arka.

“Kalau kamu nggak mau fotomu tersebar bareng selebriti yang sedang kena skandal, ikut aja dulu!”

Alya, bingung dan terkejut, menuruti perintahnya. Pintu ditutup, mobil melaju cepat, meninggalkan kerumunan wartawan yang masih berteriak di bawah hujan.

Dalam hening dan kelelahan, Alya akhirnya sadar siapa pria di sebelahnya. Arka Mahendra. Aktor paling bersinar tahun ini. Ganteng, kaya, tapi penuh kontroversi.

“Maaf,” katanya akhirnya. “Tadi aku cuma butuh cara cepat kabur dari media.”

Alya mendesah. “Dan kamu pikir nyeret orang asing ke mobilmu itu solusi cerdas?”

Arka memandangnya, dan untuk pertama kalinya sejak mereka kabur, bibirnya membentuk senyum. “Kamu beda. Biasanya fans langsung histeris. Kamu malah ngomel.”

Alya ingin menjawab, tapi matanya sudah lelah. Dunia terlalu berat hari ini. Utang, adiknya di rumah sakit, dan kini... terseret drama selebriti.

"Turunin aku di halte terdekat,” ujarnya datar.

Arka menatapnya sejenak, lalu bicara kepada sopir. Tapi sebelum mobil benar-benar berhenti, ia berkata, “Tunggu. Kamu butuh uang?”

Alya menoleh tajam. “Apa maksudmu?”

“Menikahlah denganku. Selama satu tahun, hanya kontrak. Aku bayar semua kebutuhanmu, plus bonus besar setelah selesai.”

Alya menatap pria itu lekat-lekat. Arka Mahendra, dengan setelan mahal yang sedikit basah oleh hujan. Ia masih tampak percaya diri seolah itu bukanlah tawaran paling absurd yang pernah ia ucapkan.

“Menikah? Kontrak? Kamu pikir hidup ini sinetron?”

Arka bersandar santai di jok mobil, melipat tangan di dada. “Bukan sinetron. Ini bisnis.”

“Bisnis?” Alya mengerutkan kening, nyaris tertawa sinis. “Kamu bahkan nggak tahu siapa aku.”

“Justru itu bagus. Artinya kamu bukan penggemar yang bakal nguntit aku setelah kontrak selesai.”

Alya menggeleng. “Kamu benar-benar gila.”

Arka mendekat sedikit, ekspresinya serius.

“Dengar, aku nggak punya banyak waktu. Skandal ini bisa hancurkan karierku. Aku butuh istri yang bisa jadi tameng citra. Dan kamu… kamu kebetulan muncul di waktu yang tepat.”

“Dan aku harus senang karena jadi ‘istri dadakan’ selebriti sok penting?” tukas Alya, nadanya mulai naik.

“Aku nggak maksa. Tapi aku bisa bayar utang rumah sakit adikmu, lunas. Bahkan lebih.”

Kata-kata itu menusuk. Alya terdiam, tubuhnya kaku.

“Aku tahu kamu butuh uang. Aku lihat tadi kamu baca pesan rumah sakit. Ponselmu tak sengaja terbuka waktu kita masuk mobil.” Arka menatapnya lurus. “Kita bisa bantu satu sama lain. Kontrak satu tahun, tanpa sentuhan pribadi, hanya tampil di depan publik. Setelah itu, kamu bebas.”

Alya masih terpaku. Kata-kata Arka berputar di kepalanya seperti gema yang sulit hilang.

“Kontrak satu tahun…” gumamnya pelan. “Tanpa cinta. Tanpa... apa pun.”

Arka mengangguk. “Cukup tampil seolah kita pasangan bahagia. Di depan kamera, media, dan penggemar. Sisanya, urusan masing-masing.”

Alya mengernyit. “Kamu yakin bisa percaya sama orang asing buat urusan sebesar ini?”

“Yakin.” Arka tersenyum kecil. “Orang asing lebih bisa dipercaya daripada mereka yang pura-pura kenal.”

Senyum sinis muncul di wajah Alya. “Kamu pasti sering disakiti ya, sampai segitu sinisnya.”

“Dan kamu pasti sedang putus asa, sampai berani naik ke mobil orang asing,” balas Arka tenang.

Alya memalingkan wajah ke jendela. Lampu-lampu kota Jakarta berpendar kabur di balik kaca berembun. Ia benci mengakuinya, tapi pria ini... tahu di mana titik lemahnya.

Saat mobil benar-benar berhenti di halte, Arka menyodorkan sebuah kartu nama.

“Kalau kamu berubah pikiran, hubungi nomor ini. Aku serius.”

Suaranya datar, nyaris dingin. Tapi mata Arka menatap dengan keyakinan yang aneh. Seolah ia tahu, Alya akan meneleponnya.

Mobil berhenti di depan halte. Alya turun tanpa bicara lagi. Saat pintu ditutup, Arka hanya memandangi sosoknya menghilang di balik hujan.

Dan di dalam hati Alya, satu pertanyaan bergema, "Apakah ini jalan keluar atau awal dari kehancuran?"

Malam itu, Alya duduk di pojok ruang tunggu rumah sakit. Risa tertidur di ranjang, wajahnya pucat, selang infus masih menancap di tangannya.

Alya menatap kosong ke arah lantai rumah sakit yang dingin. Jemarinya masih menggenggam kartu nama Arka Mahendra yang mulai basah oleh keringat.

Kepalanya penuh suara-suara, pikiran saling bertabrakan, dan hatinya... kacau.

“Al, kamu kenapa?”

Suara itu membuat Alya tersentak. Ia menoleh dan mendapati Rani, sahabatnya sejak kuliah, berdiri dengan kantong plastik berisi makanan dan teh hangat.

Alya memaksakan senyum. “Enggak apa-apa. Cuma... lagi mikir.”

Rani menaruh plastik di meja, lalu duduk di samping Alya. “Mikir apaan sampai wajahmu kayak orang habis ditolak beasiswa dan dilamar utang sekaligus?”

Alya tak menjawab. Ia hanya menyodorkan kartu nama itu dengan pelan. Rani mengambilnya, membaca tulisan di atasnya, lalu mengangkat alis tinggi-tinggi.

“Arka Mahendra? Yang itu? Aktor super tampan tapi banyak skandal itu?”

Alya mengangguk pelan. “Dia nawarin... pernikahan kontrak.”

Rani nyaris tersedak udara. “Apa?!”

Alya menarik napas panjang, lalu menceritakan semuanya. Tentang kebetulan mereka bertemu. Tentang tawaran gila itu. Tentang janjinya melunasi semua biaya rumah sakit Risa.

Setelah cerita selesai, hening mengisi ruangan. Hanya suara mesin infus dan napas pelan Risa yang terdengar.

“Gila juga hidupmu, Al,” gumam Rani. “Tapi... tunggu. Jadi kamu nolak?”

Alya memeluk lututnya. “Aku nggak tahu, Ran. Ini bukan cuma soal uang. Ini hidupku. Masa depanku. Nama baik keluargaku. Gimana kalau nanti semua orang tahu kalau pernikahan ini cuma sandiwara? Gimana kalau... aku malah makin hancur?”

Rani menatapnya lama. Lalu, ia menarik napas dan berkata pelan, “Aku ngerti ketakutanmu. Tapi Al... Risa butuh kamu. Sekarang. Bukan nanti.”

Alya menoleh, matanya mulai berkaca-kaca.

“Apa kamu akan berpikir aku jahat kalau aku bilang... terima aja tawaran itu?”

Alya terdiam.

“Denger, Al. Hidup kadang maksa kita buat milih jalan yang nggak ideal. Tapi bukan berarti itu jalan yang salah. Kamu bukan jual diri. Kamu nggak ngorbanin harga diri. Kamu berkorban buat nyelamatin adikmu. Itu beda.”

Alya menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis.

“Dan satu hal lagi,” lanjut Rani. “Kamu bukan sendirian. Aku bakal tetap di sampingmu, apa pun keputusanmu.”

Alya menunduk. Butuh waktu baginya untuk berkata, “Tapi aku takut, Ran. Pernikahan kontrak ini sangat beresiko. Bagaimana jadinya nanti kalau publik tahu aku hanya istri kontrak Arka?”

Lantas akankah Alya terima tawaran Arka untuk jadi istri kontrak sang selebriti?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
udah terima aja dulu, Al. ...
goodnovel comment avatar
LilyAnnie
Terima aja dulu Al, terus bikin dia klepek2 beneran ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Ancaman 24 Jam

    "Aku… aku tidak tahu harus bagaimana, Rey," lirih Alya, nadanya cemas, suara yang berusaha ia sembunyikan justru pecah di ujung kalimat. Isakan kecil itu bukan hanya tanda keputusasaan, tetapi juga ketakutan yang merayap dingin ke seluruh tubuhnya, meremas jiwanya hingga tak berbentuk.Di ujung telepon, Reyhan terdiam sejenak. Ia bukan saja mendengar suara Alya yang bergetar, tetapi ia bisa merasakan getaran ketidakberdayaan yang terpancar kuat, menembus jarak yang memisahkan mereka. “Alya, tenang. Ada apa? Kamu bisa bercerita padaku. Aku di sini.” Suaranya lembut, menenangkan, seperti embusan angin di tengah badai, tapi badai dalam hati Alya terlalu besar untuk sekadar ditenangkan.Alya menarik napas dalam-dalam, mencoba menguasai dirinya, namun udara yang ia hirup terasa berat, tidak mampu mengisi paru-parunya. Matanya tertutup rapat, membayangkan wajah Rio yang dingin dan senyum penuh kemenangannya. Ia teringat amplop cokelat itu, dan ancaman yang menggantung seperti pedang Damoc

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Pilihan di Ambang Malapetaka

    “Kenapa setiap kali aku ingin percaya padamu… kamu selalu memberiku alasan untuk meragukanmu, Ka?”Alya mematung di samping ranjang, ponsel di genggamannya bergetar pelan, seolah ikut merasakan gejolak dalam hatinya. Foto Arka dan Sasha yang tersenyum sambil bergandengan tangan menyalakan api ketakutan di dadanya, bukan cemburu lagi—karena ia sudah tahu, Om Tio lah dalang di balik masa lalu Arka. Yang membuatnya takut sekarang adalah kemungkinan Rio benar-benar akan menyerahkan bukti itu ke Arka.Ponselnya berdering lagi. Sebuah panggilan video. Nomor asing yang sama. Jantung Alya berdentum kencang. Ia menekan tombol terima dengan tangan gemetar.Layar menyala, menampilkan wajah Rio. Tatapannya tenang, dingin, seolah sedang menonton pertunjukan yang ia atur sendiri. Latar belakangnya rapi, penuh rak buku dan meja kayu gelap, kontras dengan kekacauan yang Rio ciptakan dalam hidup Alya.“Halo, Alya,” suaranya datar, tapi setiap kata terasa menusuk. “Aku harap pesan pagiku tidak terlalu

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Saling Menyakiti

    Alya masih diam cukup lama. Kata-kata Arka barusan terasa menekan dadanya. Berat, tapi ada celah kecil yang mulai retak di dinding yang selama ini ia bangun rapat-rapat. “Aku nggak pernah niat nyembunyiin, Ka,” suaranya pelan sekali. “Aku cuma takut kamu makin kepikiran. Udah cukup banyak yang kamu hadapi.” Arka menghela napas panjang, lalu duduk di sisi ranjang. Tangannya sempat ragu sebelum akhirnya berhenti di atas selimut, dekat pahanya. “Ly, aku pengin ikut ada di perjuanganmu. Sama Risa juga. Jangan pikir aku bakal terbebani. Justru aku pengin kamu cerita semuanya ke aku.” Alya menunduk, jemarinya mencengkram ujung selimut erat-erat. “Aku masih ragu, Ka… apa kamu beneran tulus, atau cuma karena kontrak ini.” . Arka menoleh, matanya menatap tajam tapi juga rapuh. Ada sesuatu yang bergetar di balik tatapan itu, sesuatu yang Alya belum pernah lihat sejelas malam ini. “Kalau cuma kontrak,” suaranya berat, tertahan, “aku nggak mungkin sepusing ini tiap kali kamu terluka. Aku n

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Sesal Dibalik Amarah

    Alya duduk di kursi berhadapan dengan Dr. Hiroshi, seorang pria paruh baya berkacamata dengan wajah ramah. Tangannya gemetar memegang map hasil pemeriksaan sementara Risa yang sudah ia bawa dari Jakarta.“Jadi… ini adik saya, Dok. Namanya Risa,” suara Alya terdengar parau. “Saya ingin tahu, masih ada harapan untuknya?”Dr. Hiroshi membuka lembaran demi lembaran, sesekali mengernyit, lalu menatap Alya dan Reyhan. “Kasus seperti ini memang berat,” katanya pelan, seolah memilih kata dengan hati-hati. “Tapi saya tidak ingin membuat Anda putus asa. Masih ada opsi terapi lanjutan di sini, di rumah sakit kami. Kami pernah menangani pasien dengan kondisi serupa.”Mata Alya langsung berkaca-kaca, sementara Reyhan mencondongkan tubuhnya, mencoba menangkap detailnya.“Artinya… Risa bisa sembuh?” tanya Alya, nyaris berbisik.“Bukan sembuh total,” jawab Dr. Hiroshi tenang. “Tapi kami bisa memperpanjang usia, meningkatkan kualitas hidup, dan—jika tubuhnya merespons dengan baik—ada kemungkinan pemul

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Pertengkaran Hebat

    Alya sampai di lantai 15. Lorong hotel sepi, hanya suara langkahnya yang terdengar. Ia membuka pintu kamar dengan hati berat.Arka sudah duduk di kursi dekat jendela. Wajahnya dingin, sorot matanya tajam.“Kenapa kamu pulangnya malam? Dari mana saja?” tanyanya.Alya menaruh tas di meja. “Aku ketemu teman. Ngobrol lama di kafe.”“Teman?” Arka menyipitkan mata. “Aku lihat kamu di Kyoto International Conference Center. Sama Reyhan. Aku juga lihat kamu tertawa lepas di sana. Tawa yang jarang aku dengar kalau kamu bersamaku.”Alya menatapnya, kesal. “Jadi salahku kalau tertawa? Kamu ingin aku selalu menderita di dekatmu?”“Aku nggak rela kalau kamu bahagia dengan orang lain!” suara Arka meninggi.“Berarti kamu memang ingin aku menderita, Arka. Nggak bisakah kamu biarkan aku sedikit saja bahagia tanpa kamu.”Arka melangkah cepat dan meraih lengan Alya. “Kamu istriku!”Alya menepis dengan kasar. “Lepas! Jangan lupa, pernikahan kita cuma kontrak.”Kata-kata itu menampar Arka. Rahangnya menger

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Cinta yang Tak Meminta Balasan

    Alya langsung menegang. Jantungnya berdegup cepat. “Ada apa dengan Risa? Apa sesuatu terjadi padanya?” tanyanya cemas. tangannya tampak gemetar di atas meja.Reyhan yang duduk di depannya langsung sadar. Ia mengulurkan tangannya, menutupi punggung tangan Alya dengan lembut.“Tenang, Alya. Ini bukan kabar buruk,” ucap Reyhan cepat, mencoba menenangkan. Tatapannya lembut, seolah ingin mengatakan semuanya akan baik-baik saja. “Ini justru kesempatan.”Alya mengerutkan kening. Ia masih belum mengerti.“Kesempatan apa? Aku nggak paham,” tanyanya dengan suara sedikit bergetar.Reyhan menarik napas, lalu mulai menjelaskan perlahan.“Beberapa hari lalu aku ikut seminar onkologi ortopedi di Kyoto International Conference Center. Pembicaranya seorang dokter terkenal dari Jepang, namanya Dr. Hiroshi Ichiro.”Ia berhenti sejenak, memastikan Alya mendengar.“Dia ahli kanker tulang, terutama stadium awal. Reputasinya sangat baik.”Alya menatap Reyhan dengan bingung. Ia belum berani menaruh harapan,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status