LOGIN
Alya tidak bisa tidur. Sudah jam dua pagi, tapi matanya masih terbuka lebar menatap langit-langit kamar kostnya yang mulai mengelupas di beberapa bagian. Ponsel pintarnya bergetar lagi. Notifikasi dari grup W******p "SMA Tanpa Drama" yang ironisnya selalu penuh drama.
"Ya Allah, kenapa mereka masih bangun semua?" gumamnya sambil membuka aplikasi.
Jempolnya bergerak menelusuri ratusan pesan yang masuk. Beberapa mengandung tautan siniar yang sedang ramai dibicarakan. Alya mengernyitkan dahi. Nama yang muncul di thumbnail siniar itu membuat jantungnya berdegup lebih kencang.
Faris Aditya.
"Si Genius Autis" SMA dulu. Mantan pacarnya. Lebih tepatnya, mantan pacar yang ke-17 kalinya.
Luna, sahabat dekatnya yang berprofesi sebagai detektif swasta, mengirim tangkapan layar yang membuat Alya nyaris menjatuhkan ponselnya.
"GILA! FARIS NGAKU GAY DI SINIAR! DIA PUNYA SUAMI!"
Alya langsung mendudukkan diri. Jantungnya berdegup tak karuan.
"Hah? Serius? Masa sih?" jemarinya bergetar saat mengetik balasan.
Rentetan notifikasi muncul bersamaan. Grup yang sudah tenang selama bertahun-tahun mendadak heboh.
Nadia: "Udah denger siniar terbaru Teknologi Besok? Faris jadi bintang tamunya!"
Indah: "Sebagai psikolog, aku diagnosa dia selama ini menekan orientasinya. Pantesan dulu aneh banget pacaran sama Alya."
Wulan: "Heh, jangan sembarangan diagnosa! Itu bisa kena somasi tau!"
Alya mendengus membaca pesan Indah. Temannya itu memang hobi mendiagnosa orang sembarangan meski ijazah psikologinya asli.
Dengan ragu, Alya menekan tautan siniar yang dikirim Luna. Suara Faris langsung terdengar dari ponselnya, masih sama seperti dulu, hanya terdengar lebih dewasa dan lebih percaya diri.
"...ya, saya dulu sering gagal dalam hubungan. Putus nyambung berkali-kali dengan cinta pertama saya. Tujuh belas kali, tepatnya. Sekarang saya sudah menemukan kebahagiaan sejati."
Alya memutar matanya. "Tujuh belas kali? Yang benar dong. Lima belas kali kali."
Dia lalu teringat. Ah, benar juga. Dua kali putus balikan terakhir terjadi setelah mereka lulus SMA, saat sama-sama kuliah di kota berbeda. Yang terakhir saat Faris mendapat beasiswa S2 ke luar negeri dan memutuskan hubungan mereka tanpa diskusi.
"Jadi sekarang Anda sudah menikah ya, Pak Faris?" tanya pewawancara.
Ada jeda sejenak sebelum Faris menjawab. "Ya, saya sudah menemukan seseorang yang memahami saya sepenuhnya."
"Bisa ceritakan bagaimana Anda bertemu dengan... suami Anda?"
Alya nyaris tersedak air liurnya sendiri.
"Suami?!"
Dia cepat-cepat mengecilkan volume, takut tetangga kostnya terbangun. Jam dinding menunjukkan pukul 02.17, tapi Alya tahu dia tidak akan bisa tidur setelah ini.
Faris menjawab dengan tawa kecil yang terdengar... canggung? "Kami bertemu di sebuah proyek kolaborasi. Dia bekerja di industri kreatif. Sangat berbeda dengan dunia saya yang penuh angka dan kode."
Alya merasa seperti disiram air es. Delapan tahun berlalu sejak perpisahan terakhir mereka. Delapan tahun dia mencoba move on. Delapan tahun mencoba membangun kehidupan tanpa bayangan Faris. Dan sekarang, lelaki itu tiba-tiba muncul kembali dengan pengakuan yang membuatnya meragukan seluruh masa lalu mereka.
Tujuh belas kali putus balikan, jika dihitung, total waktu pacaran mereka hampir tiga tahun. Bagaimana mungkin selama itu Faris tidak pernah menyinggung orientasi seksualnya?
"Tahu gak, aku selalu curiga," tulis Nadia di grup. "Inget pas prom night? Dia lebih sibuk ngobrol matematika sama Bimo daripada dansa sama Alya."
Alya mendengus. "Kamu aja yang iri karena Bimo gak ngajak kamu dansa," balasnya.
"HAHAHA IYA DONG. Makanya rela-relain buka salon pagi-pagi buat dandanin kamu buat reuni nanti. Biar si Faris nyesel udah ninggalin kamu buat cowok!"
Alya terdiam menatap pesan itu. Reuni. Dia hampir lupa. Seminggu lagi adalah reuni akbar angkatan mereka, perayaan sepuluh tahun kelulusan SMA. Awalnya Alya ragu untuk datang, tapi Luna sudah terlanjur membeli tiket untuknya dengan alasan "wajib hadir atau kena somasi."
Wulan memang sudah menularkan kebiasaan mengancam somasi ke teman-temannya.
Ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan pribadi dari Luna.
"Sayang, udah liat foto suaminya Faris? Nih."
Luna mengirimkan tangkapan layar dari I*******m. Faris berdiri di sebuah kafe bersama seorang lelaki tampan yang lebih muda. Mereka tidak bergandengan atau melakukan hal romantis apapun, tapi caption di bawahnya cukup jelas: "Coffee morning with the better half."
Separuh jiwa yang lebih baik.
Alya merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Bukan cemburu. Bukan marah. Entah apa. Mungkin shock. Atau mungkin... lega? Selama ini dia selalu berpikir ada yang salah dengan dirinya hingga hubungan mereka tidak pernah bertahan lama.
"Dia ganteng ya," balas Alya, berusaha terdengar santai.
"Ganteng sih, tapi lebih ganteng Faris."
Alya tersenyum kecil. Luna memang selalu bisa membaca perasaannya.
"Btw, kalau kamu penasaran, namanya Dika. Model dan aktor teater. Umurnya 25 tahun. Mereka ketemu sekitar 6 bulan lalu."
Alya menggelengkan kepala. Kemampuan investigasi Luna kadang mengerikan.
"Gimana kamu bisa tahu semua itu?"
"Hello? Detektif, ingat? Lagian ini semua ada di internet kok. Faris kan sekarang orang terkenal. Direktur utama perusahaan teknologi finansial syariah yang sedang naik daun."
Alya membuka I*******m dan mencari akun Faris. Terakhir kali dia mengintai akun itu sekitar dua tahun lalu, saat iseng mencari tahu kabar mantan-mantannya. Waktu itu, Faris hanya mengunggah foto-foto proyek dan pemandangan, tanpa tanda-tanda kehidupan percintaan.
Kini, lima unggahan teratas dipenuhi foto bersama lelaki yang sama. Dika. Kebanyakan di lokasi publik, kadang dengan rekan kerja, tak ada yang terlalu intim. Tapi jelas mereka dekat.
"Lu, menurut kamu mereka beneran... pasangan?" Alya mengetik dengan ragu.
"Belum bisa konfirmasi 100%, tapi semua tanda mengarah ke sana. Kenapa? Masih ada rasa?"
Alya mendengus. "Gak lah. Cuma... kaget aja."
"Oh ayolah. Kamu masih simpan semua suratnya kan? Bahkan yang pertama kamu laminating."
Wajah Alya memanas. "Kok kamu bisa tahu?!"
"Alya sayang, kita udah temenan berapa tahun? Waktu kamu pindah kost dua tahun lalu, aku bantuin beres-beres, ingat? Aku lihat kotak merah di bawah tempat tidur."
Alya menutup wajahnya dengan bantal dan mengerang pelan. Malu rasanya ketahuan masih menyimpan barang-barang dari mantan. Tapi surat-surat itu terlalu berharga untuk dibuang. Faris mungkin payah dalam mengekspresikan perasaan secara verbal, tapi tulisan tangannya selalu puitis dan dalam.
Ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan di grup.
Indah: "PENTING! Baru ketemu artikel psikologi tentang pasangan yang putus nyambung berkali-kali. Ada yang disebut trauma bonding! Alya, jangan-jangan kamu dulu kecanduan sama siklusnya, bukan sama Farisnya!"
Wulan: "Astaga Indah, bisa gak sih gak diagnosa orang sembarangan? Mau aku somasi?"
Indah: "Eh ini serius! Alya, kamu harus hadapi Faris di reuni untuk closure yang sesungguhnya!"
Luna: "SETUJU! Tim glow up Alya siap beraksi! Nadia, salon kamu buka jam berapa besok? Wulan, bikinin surat intimidasi palsu buat mantan-mantan Alya yang lain biar gak ganggu misi kita!"
Alya tertawa kecil membaca interaksi teman-temannya. Mereka memang gila, tapi mereka selalu ada untuknya.
"Guys, udah malem. Besok aja kita bahas, oke?" Alya mengetik, berharap bisa mengalihkan topik.
"BESOK KITA KUMPUL DI SALON NADIA JAM 10!" balas Luna dengan huruf kapital. "WAJIB HADIR ATAU KENA SOMASI!"
"Aku ada kelas mengajar sampai jam 12," balas Alya.
"Gak ada alasan! Ini misi penting! Kamu harus tampil maksimal di reuni nanti!" Luna menambahkan stiker wanita yang sedang menunjuk-nunjuk dengan galak.
Alya menghela napas. Dia tahu percuma berdebat dengan Luna jika temannya itu sudah punya misi.
"Baiklah. Tapi aku tidak mau macam-macam dengan rambutku."
"Tenang, aku cuma mau kasih perawatan. Sekalian facial dan luluran. Gratis kok, anggap aja hadiah karena kamu udah tahan jadi guru TK dengan gaji segitu," balas Nadia.
Alya tersenyum. Temannya itu memang sudah sukses dengan salon kecantikannya. Jauh berbeda dengan Alya yang memilih menjadi guru TK dengan penghasilan pas-pasan. Tapi Alya tidak pernah menyesal. Dia mencintai pekerjaannya.
"Besok juga kita rundingkan strategi lengkap. Operasi 'Bikin Faris Menyesal' resmi dimulai!" tulis Luna.
Alya memutar mata, tapi tidak bisa menahan senyum. Teman-temannya memang berlebihan, tapi dia tahu mereka melakukan ini karena sayang padanya.
Namun saat hendak meletakkan ponselnya, satu notifikasi baru muncul. Bukan dari grup, melainkan notifikasi I*******m.
"farisaditya02 menyukai foto Anda."
Jantung Alya serasa berhenti berdetak. Foto yang disukai Faris adalah foto yang diunggahnya tiga tahun lalu, saat wisuda S2-nya. Itu berarti Faris baru saja melihat-lihat profilnya.
"Ngapain dia stalking aku malem-malem begini?" gumam Alya bingung.
Tangannya sedikit gemetar saat membuka profil Faris lagi. Status aktivitasnya menunjukkan "Aktif sekarang".
Tanpa pikir panjang, Alya mengetik komentar di foto terakhir Faris bersama "suami"-nya.
"Cute couple!"
Segera setelah menekan tombol kirim, Alya melempar ponselnya ke ujung tempat tidur, merutuki dirinya sendiri.
"Ya Allah, apa yang baru saja kulakukan?!"
Dia cepat-cepat mengambil ponselnya lagi, berniat menghapus komentar itu. Tapi terlambat. Notifikasi baru sudah muncul.
"farisaditya02 menyukai komentar Anda."
Dan yang lebih mengejutkan lagi:
"farisaditya02 membalas komentar Anda: 'Terima kasih, Alya. Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?'"
Alya merasakan wajahnya memanas. Setelah delapan tahun, ini pertama kalinya mereka berkomunikasi langsung. Dan mengapa harus tentang "suami"-nya?
Sebelum dia sempat memutuskan apakah akan membalas atau tidak, ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan pribadi di I*******m.
Dari Faris.
"Hai Alya. Maaf mengganggumu malam-malam begini. Aku dengar kamu akan datang ke reuni minggu depan. Aku juga akan datang. Dengan Dika. Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu."
Alya menatap pesan itu dengan mulut sedikit terbuka. Hal penting apa? Dan mengapa harus menunggu reuni? Kenapa tidak sekarang saja?
Dengan jantung berdebar, Alya mengetik balasan.
"Hai Faris. Iya, aku akan datang. Hal penting apa?"
Jawaban datang nyaris seketika.
"Lebih baik dibicarakan langsung. Terlalu rumit untuk dijelaskan lewat pesan."
Alya menggigit bibir. Kepalanya dipenuhi berbagai kemungkinan. Apa Faris ingin meminta maaf? Atau justru ingin mengklarifikasi masa lalu mereka? Atau mungkin... tidak, tidak mungkin.
"Baiklah. Sampai jumpa di reuni kalau begitu."
"Sampai jumpa, Alya. Selamat malam."
Alya meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur dan berbaring menatap langit-langit. Tubuhnya di tempat tidur, tapi pikirannya melayang ke masa lalu, ke tujuh belas kali putus balikan yang penuh drama, ke surat-surat cinta yang masih tersimpan rapi dalam kotak merah di bawah tempat tidurnya.
Delapan tahun dia berusaha move on, dan hanya butuh satu malam untuk menghancurkan semua usahanya.
Tiba-tiba ponselnya bergetar lagi. Alya mengerang, mengira itu pesan dari Faris lagi. Tapi ternyata dari Luna.
"EMERGENCY! FARIS BARU SAJA KOMEN DI FOTO KAMU! Dan kamu komen di foto dia! Apa yang terjadi?! Telepon aku SEKARANG!"
Alya menutup wajahnya dengan bantal. Tentu saja Luna akan tahu. Dia bahkan mungkin sudah mengaktifkan notifikasi untuk semua aktivitas Faris dan Alya di media sosial.
Alya memutuskan untuk mengabaikan pesan Luna. Dia akan menghadapi interogasi besok. Sekarang, dia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya.
Namun, saat matanya mulai terasa berat, ponselnya bergetar sekali lagi. Dengan enggan, Alya mengintip notifikasi yang masuk.
Luna mengirimkan tangkapan layar dari T*****r. Sebuah cuitan viral dari akun gosip yang menampilkan komentar Alya di foto Faris dan balasan Faris. Captionnya berbunyi: "BREAKING: Faris Aditya, CEO gay, masih berhubungan dengan mantan pacar perempuannya! Segitiga cinta?"
"Ya Allah," Alya mengerang dan mematikan ponselnya sepenuhnya.
Dia tahu besok akan menjadi hari yang panjang. Seminggu menjelang reuni, dan hidupnya sudah berubah menjadi drama sabun yang tak pernah dia inginkan.
Tapi jauh di dalam hatinya, ada sebuah perasaan yang tidak bisa dia sangkal. Sebuah perasaan yang membuatnya takut.
Rasa penasaran. Dan mungkin... mungkin... secercah harapan.
Maya tidak pernah membayangkan bahwa pernikahan atau lebih tepatnya walimah pertamanya akan berlangsung di ballroom hotel tempat reuni SMA, dihadiri oleh seluruh teman sekelasnya dulu, dan menjadi bagian dari konspirasi besar yang ia rancang sendiri. Tapi di sinilah dia, berdiri di samping Rizky, menerima ucapan selamat dari satu per satu teman lamanya."Selamat ya, Maya, Rizky," kata Pak Surya, mantan guru BK mereka yang kini menjadi bagian penting dalam rencana Maya. "Semoga pernikahan kalian diberkahi dan langgeng hingga maut memisahkan.""Aamiin," jawab Maya dan Rizky bersamaan."Terima kasih juga untuk bantuannya, Pak," tambah Maya dengan senyum tulus. "Tanpa Bapak, rencana ini tidak mungkin berhasil."Pak Surya tertawa kecil. "Aku hanya membantu sedikit, Maya. Kamu yang merancang semuanya dengan begitu brilian.""Dan syukurlah semuanya berjalan lebih baik dari yang direncanakan," tambah Rizky, merangkul pinggang istrinya dengan
Luna tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini. Dia, seorang detektif swasta yang selalu mengandalkan logika dan bukti, kini duduk di tengah-tengah rencana pernikahan massal bersama teman-teman SMA-nya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, dia duduk sangat dekat dengan seorang aktor yang baru dikenalnya beberapa hari lalu."Kamu terlihat serius," bisik Dika di telinganya, membuat Luna sedikit tersentak. "Memikirkan kasus baru?"Luna tersenyum tipis. "Lebih tepatnya, memikirkan betapa anehnya situasi ini.""Aneh dalam arti baik atau buruk?" tanya Dika, matanya menyelidik seperti karakter detektif yang pernah ia perankan dalam sebuah film indie."Aneh dalam arti... tidak terduga," jawab Luna jujur. "Seminggu lalu, aku sedang menyelidiki kasus perselingkuhan klienku. Sekarang, aku duduk di reuni sekolah, menyaksikan mantan teman sekelasku menikah, dan membantu merencanakan pernikahan massal."Dika tertawa kecil. "Hidup mem
Ballroom hotel semakin ramai saat malam semakin larut. Alih-alih menurun, energi para alumni justru meningkat. Mungkin karena fakta bahwa reuni ini telah menghasilkan tidak hanya satu, tapi tiga pasangan resmi: Maya dan Rizky yang sudah menikah, Bimo dan Nadia yang baru bertunangan, serta Alya dan Faris yang akan memulai proses taaruf. Belum lagi pasangan-pasangan lain yang mulai terlihat akrab selama acara berlangsung."Aku tidak percaya tahun depan kita semua mungkin sudah menikah," komentar Luna saat mereka semua berkumpul kembali di meja mereka untuk menikmati hidangan penutup."Atau setidaknya bertunangan," tambah Dika, melirik Luna dengan senyum penuh arti.Luna tersedak minumannya. "Jangan terburu-buru, Tuan Aktor. Kita baru kenal beberapa hari.""Tapi rasanya seperti sudah bertahun-tahun," balas Dika dengan kedipan mata yang membuat pipi Luna memerah."Yah, kalian masih punya waktu," kata Maya dengan senyum puas. "Sementara Al
Alya masih tidak bisa percaya dengan semua yang terjadi malam ini. Dari pernikahan Maya dan Rizky, ceramah menginspirasi sang ustadz, hingga revelasi mengejutkan bahwa orang tua mereka ternyata bagian dari konspirasi besar ini. Rasanya seperti hidup dalam novel romansa yang, yah, memang benar adanya."Masih syok?" tanya Faris lembut, jarinya masih bertautan dengan jari Alya di atas meja."Sangat," Alya menggelengkan kepala tidak percaya. "Kamu?""Entahlah," Faris tersenyum tipis. "Antara syok, malu, dan... lega.""Lega?""Ya," Faris menatap matanya dalam-dalam. "Lega karena ternyata bukan hanya kita yang masih peduli pada hubungan ini. Bahkan orang tua kita...""...telah merencanakan perjodohan kita sejak SMA," Alya melengkapi dengan tawa kecil. "Gila, kan?""Sangat gila," Faris mengangguk. "Tapi entah mengapa, aku tidak keberatan."Alya merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. "Aku juga tidak."Musik k
Luna tidak pernah menyangka bahwa ia akan berdansa dengan seorang aktor di tengah ruangan penuh mantan teman sekolahnya. Terlebih, seorang aktor yang awalnya disewa untuk berpura-pura menjadi suami orang lain. Hidup memang penuh kejutan."Jadi," Dika berbisik di telinganya sambil memutar tubuh Luna dengan lembut, "seorang detektif berdansa dengan aktor. Siapa yang akan menduga?""Tidak ada dalam prediksi investigasiku," Luna tersenyum. "Dan aku selalu membanggakan kemampuan analisaku.""Mungkin ada beberapa hal yang tidak bisa diprediksi," Dika mendekatkan wajahnya. "Seperti kimia antara dua orang yang bertemu dalam situasi paling tidak terduga."Luna merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. Sebagai detektif, dia terbiasa menyembunyikan emosi, menjaga jarak, dan selalu rasional. Tapi entah mengapa, di dekat Dika, semua pertahanan itu runtuh."Kamu tahu," Luna memutuskan untuk jujur, "awalnya aku menyelidikimu karena mencurigai ada
Rizky berdiri di samping Maya, masih tidak percaya dengan kenyataan bahwa wanita cantik di sampingnya kini resmi menjadi istrinya. Bukan lagi sekadar nikah siri yang mereka lakukan tiga bulan lalu, tapi pernikahan yang disaksikan oleh seluruh teman sekolah mereka. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan."Rizky," suara MC memecah lamunannya. "Sebagai seorang ustadz, mungkin kamu ingin memberikan sedikit ceramah atau nasihat pernikahan untuk semua yang hadir di sini?"Rizky menoleh ke arah Maya yang mengangguk menyemangati. Dia tidak merencanakan untuk berbicara, tapi entah mengapa hatinya tergerak. Ada banyak hal yang ingin ia sampaikan. Tentang perjalanannya dari seorang playboy menjadi ustadz. Tentang bagaimana cinta bisa menjadi pendorong perubahan terbesar dalam hidup seseorang. Dan tentang bagaimana Tuhan selalu memiliki rencana yang lebih indah dari yang bisa dibayangkan manusia.Dengan satu tarikan napas dalam, Rizky berjalan ke tengah







