Home / Romansa / 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah / Bab 1: Notifikasi yang Mengubah Segalanya

Share

7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah
7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah
Author: Mf²h

Bab 1: Notifikasi yang Mengubah Segalanya

Author: Mf²h
last update Last Updated: 2025-09-03 16:25:14

Alya tidak bisa tidur. Sudah jam dua pagi, tapi matanya masih terbuka lebar menatap langit-langit kamar kostnya yang mulai mengelupas di beberapa bagian. Ponsel pintarnya bergetar lagi. Notifikasi dari grup W******p "SMA Tanpa Drama" yang ironisnya selalu penuh drama.

"Ya Allah, kenapa mereka masih bangun semua?" gumamnya sambil membuka aplikasi.

Jempolnya bergerak menelusuri ratusan pesan yang masuk. Beberapa mengandung tautan siniar yang sedang ramai dibicarakan. Alya mengernyitkan dahi. Nama yang muncul di thumbnail siniar itu membuat jantungnya berdegup lebih kencang.

Faris Aditya.

"Si Genius Autis" SMA dulu. Mantan pacarnya. Lebih tepatnya, mantan pacar yang ke-17 kalinya.

Luna, sahabat dekatnya yang berprofesi sebagai detektif swasta, mengirim tangkapan layar yang membuat Alya nyaris menjatuhkan ponselnya.

"GILA! FARIS NGAKU GAY DI SINIAR! DIA PUNYA SUAMI!"

Alya langsung mendudukkan diri. Jantungnya berdegup tak karuan.

"Hah? Serius? Masa sih?" jemarinya bergetar saat mengetik balasan.

Rentetan notifikasi muncul bersamaan. Grup yang sudah tenang selama bertahun-tahun mendadak heboh.

Nadia: "Udah denger siniar terbaru Teknologi Besok? Faris jadi bintang tamunya!"

Indah: "Sebagai psikolog, aku diagnosa dia selama ini menekan orientasinya. Pantesan dulu aneh banget pacaran sama Alya."

Wulan: "Heh, jangan sembarangan diagnosa! Itu bisa kena somasi tau!"

Alya mendengus membaca pesan Indah. Temannya itu memang hobi mendiagnosa orang sembarangan meski ijazah psikologinya asli.

Dengan ragu, Alya menekan tautan siniar yang dikirim Luna. Suara Faris langsung terdengar dari ponselnya, masih sama seperti dulu, hanya terdengar lebih dewasa dan lebih percaya diri.

"...ya, saya dulu sering gagal dalam hubungan. Putus nyambung berkali-kali dengan cinta pertama saya. Tujuh belas kali, tepatnya. Sekarang saya sudah menemukan kebahagiaan sejati."

Alya memutar matanya. "Tujuh belas kali? Yang benar dong. Lima belas kali kali."

Dia lalu teringat. Ah, benar juga. Dua kali putus balikan terakhir terjadi setelah mereka lulus SMA, saat sama-sama kuliah di kota berbeda. Yang terakhir saat Faris mendapat beasiswa S2 ke luar negeri dan memutuskan hubungan mereka tanpa diskusi.

"Jadi sekarang Anda sudah menikah ya, Pak Faris?" tanya pewawancara.

Ada jeda sejenak sebelum Faris menjawab. "Ya, saya sudah menemukan seseorang yang memahami saya sepenuhnya."

"Bisa ceritakan bagaimana Anda bertemu dengan... suami Anda?"

Alya nyaris tersedak air liurnya sendiri.

"Suami?!"

Dia cepat-cepat mengecilkan volume, takut tetangga kostnya terbangun. Jam dinding menunjukkan pukul 02.17, tapi Alya tahu dia tidak akan bisa tidur setelah ini.

Faris menjawab dengan tawa kecil yang terdengar... canggung? "Kami bertemu di sebuah proyek kolaborasi. Dia bekerja di industri kreatif. Sangat berbeda dengan dunia saya yang penuh angka dan kode."

Alya merasa seperti disiram air es. Delapan tahun berlalu sejak perpisahan terakhir mereka. Delapan tahun dia mencoba move on. Delapan tahun mencoba membangun kehidupan tanpa bayangan Faris. Dan sekarang, lelaki itu tiba-tiba muncul kembali dengan pengakuan yang membuatnya meragukan seluruh masa lalu mereka.

Tujuh belas kali putus balikan, jika dihitung, total waktu pacaran mereka hampir tiga tahun. Bagaimana mungkin selama itu Faris tidak pernah menyinggung orientasi seksualnya?

"Tahu gak, aku selalu curiga," tulis Nadia di grup. "Inget pas prom night? Dia lebih sibuk ngobrol matematika sama Bimo daripada dansa sama Alya."

Alya mendengus. "Kamu aja yang iri karena Bimo gak ngajak kamu dansa," balasnya.

"HAHAHA IYA DONG. Makanya rela-relain buka salon pagi-pagi buat dandanin kamu buat reuni nanti. Biar si Faris nyesel udah ninggalin kamu buat cowok!"

Alya terdiam menatap pesan itu. Reuni. Dia hampir lupa. Seminggu lagi adalah reuni akbar angkatan mereka, perayaan sepuluh tahun kelulusan SMA. Awalnya Alya ragu untuk datang, tapi Luna sudah terlanjur membeli tiket untuknya dengan alasan "wajib hadir atau kena somasi."

Wulan memang sudah menularkan kebiasaan mengancam somasi ke teman-temannya.

Ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan pribadi dari Luna.

"Sayang, udah liat foto suaminya Faris? Nih."

Luna mengirimkan tangkapan layar dari I*******m. Faris berdiri di sebuah kafe bersama seorang lelaki tampan yang lebih muda. Mereka tidak bergandengan atau melakukan hal romantis apapun, tapi caption di bawahnya cukup jelas: "Coffee morning with the better half."

Separuh jiwa yang lebih baik.

Alya merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Bukan cemburu. Bukan marah. Entah apa. Mungkin shock. Atau mungkin... lega? Selama ini dia selalu berpikir ada yang salah dengan dirinya hingga hubungan mereka tidak pernah bertahan lama.

"Dia ganteng ya," balas Alya, berusaha terdengar santai.

"Ganteng sih, tapi lebih ganteng Faris."

Alya tersenyum kecil. Luna memang selalu bisa membaca perasaannya.

"Btw, kalau kamu penasaran, namanya Dika. Model dan aktor teater. Umurnya 25 tahun. Mereka ketemu sekitar 6 bulan lalu."

Alya menggelengkan kepala. Kemampuan investigasi Luna kadang mengerikan.

"Gimana kamu bisa tahu semua itu?"

"Hello? Detektif, ingat? Lagian ini semua ada di internet kok. Faris kan sekarang orang terkenal. Direktur utama perusahaan teknologi finansial syariah yang sedang naik daun."

Alya membuka I*******m dan mencari akun Faris. Terakhir kali dia mengintai akun itu sekitar dua tahun lalu, saat iseng mencari tahu kabar mantan-mantannya. Waktu itu, Faris hanya mengunggah foto-foto proyek dan pemandangan, tanpa tanda-tanda kehidupan percintaan.

Kini, lima unggahan teratas dipenuhi foto bersama lelaki yang sama. Dika. Kebanyakan di lokasi publik, kadang dengan rekan kerja, tak ada yang terlalu intim. Tapi jelas mereka dekat.

"Lu, menurut kamu mereka beneran... pasangan?" Alya mengetik dengan ragu.

"Belum bisa konfirmasi 100%, tapi semua tanda mengarah ke sana. Kenapa? Masih ada rasa?"

Alya mendengus. "Gak lah. Cuma... kaget aja."

"Oh ayolah. Kamu masih simpan semua suratnya kan? Bahkan yang pertama kamu laminating."

Wajah Alya memanas. "Kok kamu bisa tahu?!"

"Alya sayang, kita udah temenan berapa tahun? Waktu kamu pindah kost dua tahun lalu, aku bantuin beres-beres, ingat? Aku lihat kotak merah di bawah tempat tidur."

Alya menutup wajahnya dengan bantal dan mengerang pelan. Malu rasanya ketahuan masih menyimpan barang-barang dari mantan. Tapi surat-surat itu terlalu berharga untuk dibuang. Faris mungkin payah dalam mengekspresikan perasaan secara verbal, tapi tulisan tangannya selalu puitis dan dalam.

Ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan di grup.

Indah: "PENTING! Baru ketemu artikel psikologi tentang pasangan yang putus nyambung berkali-kali. Ada yang disebut trauma bonding! Alya, jangan-jangan kamu dulu kecanduan sama siklusnya, bukan sama Farisnya!"

Wulan: "Astaga Indah, bisa gak sih gak diagnosa orang sembarangan? Mau aku somasi?"

Indah: "Eh ini serius! Alya, kamu harus hadapi Faris di reuni untuk closure yang sesungguhnya!"

Luna: "SETUJU! Tim glow up Alya siap beraksi! Nadia, salon kamu buka jam berapa besok? Wulan, bikinin surat intimidasi palsu buat mantan-mantan Alya yang lain biar gak ganggu misi kita!"

Alya tertawa kecil membaca interaksi teman-temannya. Mereka memang gila, tapi mereka selalu ada untuknya.

"Guys, udah malem. Besok aja kita bahas, oke?" Alya mengetik, berharap bisa mengalihkan topik.

"BESOK KITA KUMPUL DI SALON NADIA JAM 10!" balas Luna dengan huruf kapital. "WAJIB HADIR ATAU KENA SOMASI!"

"Aku ada kelas mengajar sampai jam 12," balas Alya.

"Gak ada alasan! Ini misi penting! Kamu harus tampil maksimal di reuni nanti!" Luna menambahkan stiker wanita yang sedang menunjuk-nunjuk dengan galak.

Alya menghela napas. Dia tahu percuma berdebat dengan Luna jika temannya itu sudah punya misi.

"Baiklah. Tapi aku tidak mau macam-macam dengan rambutku."

"Tenang, aku cuma mau kasih perawatan. Sekalian facial dan luluran. Gratis kok, anggap aja hadiah karena kamu udah tahan jadi guru TK dengan gaji segitu," balas Nadia.

Alya tersenyum. Temannya itu memang sudah sukses dengan salon kecantikannya. Jauh berbeda dengan Alya yang memilih menjadi guru TK dengan penghasilan pas-pasan. Tapi Alya tidak pernah menyesal. Dia mencintai pekerjaannya.

"Besok juga kita rundingkan strategi lengkap. Operasi 'Bikin Faris Menyesal' resmi dimulai!" tulis Luna.

Alya memutar mata, tapi tidak bisa menahan senyum. Teman-temannya memang berlebihan, tapi dia tahu mereka melakukan ini karena sayang padanya.

Namun saat hendak meletakkan ponselnya, satu notifikasi baru muncul. Bukan dari grup, melainkan notifikasi I*******m.

"farisaditya02 menyukai foto Anda."

Jantung Alya serasa berhenti berdetak. Foto yang disukai Faris adalah foto yang diunggahnya tiga tahun lalu, saat wisuda S2-nya. Itu berarti Faris baru saja melihat-lihat profilnya.

"Ngapain dia stalking aku malem-malem begini?" gumam Alya bingung.

Tangannya sedikit gemetar saat membuka profil Faris lagi. Status aktivitasnya menunjukkan "Aktif sekarang".

Tanpa pikir panjang, Alya mengetik komentar di foto terakhir Faris bersama "suami"-nya.

"Cute couple!"

Segera setelah menekan tombol kirim, Alya melempar ponselnya ke ujung tempat tidur, merutuki dirinya sendiri.

"Ya Allah, apa yang baru saja kulakukan?!"

Dia cepat-cepat mengambil ponselnya lagi, berniat menghapus komentar itu. Tapi terlambat. Notifikasi baru sudah muncul.

"farisaditya02 menyukai komentar Anda."

Dan yang lebih mengejutkan lagi:

"farisaditya02 membalas komentar Anda: 'Terima kasih, Alya. Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?'"

Alya merasakan wajahnya memanas. Setelah delapan tahun, ini pertama kalinya mereka berkomunikasi langsung. Dan mengapa harus tentang "suami"-nya?

Sebelum dia sempat memutuskan apakah akan membalas atau tidak, ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan pribadi di I*******m.

Dari Faris.

"Hai Alya. Maaf mengganggumu malam-malam begini. Aku dengar kamu akan datang ke reuni minggu depan. Aku juga akan datang. Dengan Dika. Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu."

Alya menatap pesan itu dengan mulut sedikit terbuka. Hal penting apa? Dan mengapa harus menunggu reuni? Kenapa tidak sekarang saja?

Dengan jantung berdebar, Alya mengetik balasan.

"Hai Faris. Iya, aku akan datang. Hal penting apa?"

Jawaban datang nyaris seketika.

"Lebih baik dibicarakan langsung. Terlalu rumit untuk dijelaskan lewat pesan."

Alya menggigit bibir. Kepalanya dipenuhi berbagai kemungkinan. Apa Faris ingin meminta maaf? Atau justru ingin mengklarifikasi masa lalu mereka? Atau mungkin... tidak, tidak mungkin.

"Baiklah. Sampai jumpa di reuni kalau begitu."

"Sampai jumpa, Alya. Selamat malam."

Alya meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur dan berbaring menatap langit-langit. Tubuhnya di tempat tidur, tapi pikirannya melayang ke masa lalu, ke tujuh belas kali putus balikan yang penuh drama, ke surat-surat cinta yang masih tersimpan rapi dalam kotak merah di bawah tempat tidurnya.

Delapan tahun dia berusaha move on, dan hanya butuh satu malam untuk menghancurkan semua usahanya.

Tiba-tiba ponselnya bergetar lagi. Alya mengerang, mengira itu pesan dari Faris lagi. Tapi ternyata dari Luna.

"EMERGENCY! FARIS BARU SAJA KOMEN DI FOTO KAMU! Dan kamu komen di foto dia! Apa yang terjadi?! Telepon aku SEKARANG!"

Alya menutup wajahnya dengan bantal. Tentu saja Luna akan tahu. Dia bahkan mungkin sudah mengaktifkan notifikasi untuk semua aktivitas Faris dan Alya di media sosial.

Alya memutuskan untuk mengabaikan pesan Luna. Dia akan menghadapi interogasi besok. Sekarang, dia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya.

Namun, saat matanya mulai terasa berat, ponselnya bergetar sekali lagi. Dengan enggan, Alya mengintip notifikasi yang masuk.

Luna mengirimkan tangkapan layar dari T*****r. Sebuah cuitan viral dari akun gosip yang menampilkan komentar Alya di foto Faris dan balasan Faris. Captionnya berbunyi: "BREAKING: Faris Aditya, CEO gay, masih berhubungan dengan mantan pacar perempuannya! Segitiga cinta?"

"Ya Allah," Alya mengerang dan mematikan ponselnya sepenuhnya.

Dia tahu besok akan menjadi hari yang panjang. Seminggu menjelang reuni, dan hidupnya sudah berubah menjadi drama sabun yang tak pernah dia inginkan.

Tapi jauh di dalam hatinya, ada sebuah perasaan yang tidak bisa dia sangkal. Sebuah perasaan yang membuatnya takut.

Rasa penasaran. Dan mungkin... mungkin... secercah harapan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 23: Belanja Wig

    "Ini terlalu mencolok," Alya menggelengkan kepalanya, menatap bayangan di cermin dengan horor. Di atas kepalanya yang berambut pendek, terpasang sebuah wig pirang panjang bergelombang yang membuatnya terlihat seperti penyanyi dangdut."Justru itu tujuannya!" Nadia bersikeras, berdiri di belakang Alya dengan tangan di pinggang. "Untuk membuat Faris tidak bisa mengalihkan pandangan darimu.""Dia tidak akan bisa mengalihkan pandangan karena aku akan terlihat seperti badut, Nad," Alya memutar matanya.Mereka berada di toko wig terbesar di Jakarta, memilih rambut palsu untuk Alya sebagai antisipasi jika dia tiba-tiba kehilangan kepercayaan diri dengan potongan pixie cut barunya menjelang reuni. Toko ini, yang dengan kreatif dinamai "Rambut Impian", memiliki berbagai macam wig dengan berbagai warna, panjang, dan gaya."Bagaimana dengan yang ini?" Luna menawarkan, mengangkat wig hitam lurus sepunggung. "Lebih natural, mirip rambutmu yang dulu."

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 22: Konfrontasi Pertama

    Rizky tidak sengaja. Sungguh, dia tidak merencanakan untuk bertemu Maya di toko buku ini. Setelah pertemuan singkat mereka di pesantren kemarin, dia pikir dia punya waktu beberapa hari untuk mempersiapkan diri sebelum reuni. Tapi takdir, atau mungkin Allah, punya rencana lain.Dia sedang mencari buku referensi untuk ceramah mingguan di bagian keagamaan ketika melihatnya Maya, berdiri di bagian fiksi, jemarinya yang lentik menelusuri punggung-punggung buku dengan gerakan yang familier. Dia mengenakan jilbab lavender sederhana, berbeda dengan jilbab yang dia kenakan kemarin, tapi tetap elegan.Rizky membeku di tempatnya berdiri. Haruskah dia menyapa? Berpura-pura tidak melihat? Berbalik dan pergi? Sebelum dia bisa memutuskan, Maya menoleh, seolah merasakan kehadirannya, dan mata mereka bertemu.Sejenak, waktu seolah berhenti. Rizky bisa melihat keterkejutan di mata Maya, diikuti dengan... apa itu? Kegembiraan? Kecemasan? Sesuatu yang tidak bisa dia b

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 21: Sudut Pandang Nadia

    Nadia merapikan jilbab lavendernya di depan cermin besar yang menempati hampir seluruh dinding kamarnya. Cermin itu dikelilingi lampu-lampu kecil yang biasa dia gunakan untuk merekam tutorial kecantikan untuk kanal vlognya. Dengan teliti, dia memeriksa riasan wajahnya, memastikan semuanya sempurna, bahkan untuk sekedar pertemuan santai dengan teman-teman."Sempurna," gumamnya pada bayangan di cermin, menyapukan lipstik sekali lagi. "Siapa sangka dulu kamu gadis culun berkacamata tebal yang selalu diejek Bimo, dan sekarang..."Nadia tersenyum puas. Lima juta pengikut di media sosial tidak berbohong. Dia, yang dulu selalu menjadi bahan ejekan karena penampilan kutu bukunya, kini menjadi panutan gaya untuk ribuan perempuan Indonesia. Salah satu keberhasilan terbesar dalam hidupnya adalah mendirikan "Nadia Beauty House", salon kecantikan yang kini memiliki cabang di tiga kota besar.Ponselnya berdering, menampilkan nama Luna di layar."Halo, Lun

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 20: Pemotretan Pasangan

    Faris menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangan. Entah sudah berapa kali dia melakukan itu dalam satu jam terakhir. Ruang tamu apartemennya yang biasanya nyaman kini terasa seperti sauna. Padahal pendingin ruangan berfungsi normal, hanya saja rasa gugupnya membuat suhu tubuhnya meningkat."Rileks sedikit, Faris," Andi, sahabatnya sekaligus perencana pernikahan profesional, mengomel sambil mengatur pencahayaan untuk sesi foto. "Kamu terlihat seperti akan menghadapi eksekusi, bukan pemotretan pasangan.""Maaf," gumam Faris, berusaha melemaskan bahunya yang kaku. "Aku tidak terbiasa dengan... semua ini.""Jelas sekali," Andi memutar mata dramatis. "Tapi inilah gunanya kita latihan. Kamu harus terlihat nyaman bersama 'suami'mu di reuni nanti."Faris mengangguk kaku, melirik ke arah kamar mandi tempat Dika sedang bersiap-siap. Setelah pertemuan singkat dengan Alya dan teman-temannya di Kafe Semanggi tadi siang, Faris merasa semakin terte

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 19: Rambut Baru

    Alya tidak bisa berhenti menatap bayangannya di kaca spion mobil Wulan. Rambutnya yang dulu panjang sepunggung kini begitu pendek, hanya menyisakan beberapa senti di atas kepalanya. Potongan pixie cut yang beberapa jam lalu masih terasa asing kini mulai terasa... tidak terlalu buruk?"Berhenti menatap dirimu sendiri," Wulan menegur dari kursi pengemudi. "Aku tahu kamu cantik, tapi jangan jadi narsis begitu.""Aku masih tidak percaya melakukan ini," Alya menyentuh rambutnya untuk kesekian kali. "Tiga tahun aku memanjangkan rambutku, dan dalam lima menit semuanya hilang.""Dan kamu terlihat sepuluh kali lebih cantik," Nadia meyakinkan dari kursi belakang. "Serius, Al, potongan itu membuatmu terlihat lebih dewasa dan sophisticated.""Secara psikologis," Indah menambahkan, seperti biasa, "perubahan drastis pada penampilan sering menjadi katalis untuk perubahan internal juga. Ini fase metamorfosismu.""Metamorfosis dari ulat menjadi kupu-kupu maksudmu?"

  • 7 HARI SEBELUM REUNI, Misi Mantan Terindah   Bab 18: Boneka-Boneka Menari

    Maya menutup pintu mobilnya perlahan, tatapannya masih tertuju pada bangunan pesantren yang baru saja ditinggalkannya. Pesantren Hidayatullah, tempat Rizky mengajar dan membimbing para santri muda. Siapa sangka playboy sekolah dulu kini menjadi seorang ustadz? Hidup memang penuh kejutan."Bagaimana?" Sebuah suara mengejutkannya dari kursi penumpang.Maya menoleh, mendapati Pak Surya, mantan guru Bimbingan Konseling mereka, duduk dengan tenang sambil memegang sebuah buku catatan."Sesuai rencana," jawab Maya singkat, menyalakan mesin mobil. "Dia akan datang ke reuni.""Tentu saja dia akan datang," Pak Surya tersenyum penuh arti. "Tidak ada yang bisa menolak undangan dari cinta pertama, bukan?"Maya tersenyum tipis, tidak menjawab. Dia melajukan mobilnya keluar dari area parkir pesantren, pikirannya masih tertuju pada pertemuan singkat dengan Rizky barusan. Ustadz Rizky. Nama yang masih terasa aneh di lidahnya."Jadi, semua berjalan sesuai ren

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status