Home / Romansa / ADDIVA / 11. Dunia Milik Berdua

Share

11. Dunia Milik Berdua

Author: Ervin Warda
last update Huling Na-update: 2021-06-17 17:07:10

"ADIT."

Teriakan memanggil Adit terdengar sangat nyaring, sedangkan pemilik suara tidak menunjukkan batang hidungnya.

"Adit," panggil Bara di ambang pintu aula.

Ya, ternyata Bara lah pemilik suara nyaring tadi.

Mereka mendengkus kesal. Lagi asik melihat keromantisan ketua danger dan Bara datang sebagai pengganggu.

Dengan santainya Bara mendekat ke arah sepasang kekasih yang masih berpelukan.

"APA INI MISKAH," teriak Bara tidak percaya.

Serius? Ini Adit? Teman kulkasnya? Dan memeluk perempuan?

Saking tidak percayanya Bara sampai melongo.

"Ad-

"Lo kok ninggalin kita sih, Bar," potong Revan kesal yang baru saja sampai bersama Daniel.

"Bar, lo dengerin gue enggak sih," ucap Revan protes.

Daniel heran melihat ekspresi Bara yang melongo dengan mata melotot.

Mengikuti arah pandang Bara, Daniel ikut terdiam terkejut.

Itu sahabat batunya?

Revan semakin kesal melihat Daniel yang ikut terdiam.

"Kal-

Ucapan Revan terpotong saat Daniel menolehkan kepalanya ke arah sepasang kekasih yang sedari tadi tidak melepas pelukannya.

Revan melotot kaget. Semua yang ada di aula tertawa pelan kala melihat ekspresi inti danger.

"KALIAN NGAPAIN?" teriak Revan mengagetkan semuanya.

Bahkan Nisa dkk, Bara, dan Revan pun ikut terjingkat kaget. 

Karena malu Diva semakin menelusup kan kepalanya ke dada bidang Adit.

Mukanya memerah malu.

Muka Adit berubah datar, menatap tajam ke arah Revan yang sudah membuat gadisnya malu.

Tanpa berkata apa pun Adit menggendong Diva ala koala dan berlalu meninggalkan mereka yang masih melongo tidak percaya.

"Adit malu," bisik Diva mengeratkan pegangannya di leher Adit.

"Enggak papa, ada gue," jawab Adit menenangkan.

**

"Woy mau lo bawa kemana sahabat gue?" seru Mira kencang.

"Itu tadi Adit enggak kerasukan kan?" tanya Revan ngawur.

"MAK GUE PENGEN KAYA ADIT," teriak Bara nyaring dengan menghentak-hentakkan kakinya.

Mereka menutup telinga, percayalah suara Bara sangat nyaring. Mereka hanya takut telinganya akan rusak mendengar teriakan Bara tadi.

"Astaga suara lo, Bar," cetus Revan melirik sinis Bara.

"Nyaring amat, budeg nih," lanjut Mira ketus.

"Harus ke THT ini mah," ucap Tika enteng.

Bara melotot kesal. Padahal suaranya limited edition tapi mereka bersikap seolah suaranya akan merusak telinga mereka. Dasar tidak berprikesuaraan.

Sebelum Bara melontarkan protesannya mereka sudah berlalu pergi Bara sendirian di aula.

Tanpa Bara sadari ternyata seluruh murid sudah keluar aula sedari tadi.

"Gini banget nasib gue," ucap Bara dramatis.

Merasa tidak mendengar suara siapa pun Bara melihat sekeliling yang ternyata hanya tinggal dirinya sendiri di dalam aula.

"Hehe kok gue sendirian ya?" tanya Bara kepada dirinya sendiri seraya mengusap tengkuknya merinding.

Berjalan pelan menuju pintu keluar. "Permisi, Bara ganteng cuma mau lewat," ucapnya sebelum berlari kencang.

**

Sahabat Diva dan Adit berjalan menelusuri koridor dengan tampang kebingungan.

"Kemana sih mereka?" tanya Nisa kesal.

Mereka sedang mencari Adit dan Diva, hampir 15 menit dan mereka belum ketemu. 

"Capek gue." Keluh Tika.

"Kita udah kemana aja tadi?" tanya Revan.

"Ke kelas, kantin, dan perpustakaan," jawab Daniel seadanya.

"Rooftop," seru Mira antusias.

Dirinya sangat yakin bahwa mereka pasti ada disana.

"Lah iya, kenapa enggak dari tadi coba," sahut Revan terkekeh.

**

Terlihat sepasang kekasih yang sedang tertidur dengan pulasnya,  dan posisi si cewek berada di pangkuan cowoknya. Tanpa memikirkan sahabatnya yang kebingungan mencari mereka.

Ya, sepasang kekasih yang tertidur dengan posisi intim itu adalah Adit dan Diva.

Tadi sewaktu keluar dari aula Diva tertidur di gendongannya, yang berakhir Adit membawanya ke rooftop. Niat hati hanya ingin menjaga Diva yang tertidur, apalah daya kala kantuk menyerangnya. Membuat ia tertidur dengan memeluk Diva erat.

**

"Gila capek banget." Keluh Tika mengelap peluh di dahinya.

"Demi diva nih gue rela naik tangga sebanyak ini," sambung Mira seraya mengatur nafas.

"Baru kali ini gue ke sini," ucap Nisa lesu.

"Udah si diem, mending kita langsung masuk aja," sela Daniel sebelum mereka mengeluh lebih banyak lagi.

Mereka masuk secara bergantian.

Setelah semuanya masuk, mereka tercengang. Pemandangan yang langka dengan posisi yang intim.

"Ini gimana?" tanya Revan berbisik.

"Bangunin lah, yakali kita diem aja," jawab Mira ngegas.

"Gue setuju sama Mira, posisi mereka tuh intim banget," tutur Nisa menunjuk Diva yang tertidur di pangkuan Adit.

Daniel mengangguk menyetujui. Memang benar, posisi mereka sangat intim untuk seukuran kekasih. Bagaimana pun mereka juga normal yang mempunyai nafsu.

"Yaudah bangunin sana!" Perintah Tika dengan seenak jidat.

"Terus lo mau ngapain?" tanya Revan ketus.

"Gue? ya diem lah," jawabnya enteng yang justru membuat temannya geram.

Ini sih definisi teman enggak ada akhlak. Mereka di suruh bangunin macan, dan dia hanya diam? Enak sekali dirimu Tika.

"Enak aja, lo juga bantu bangunin dong," tukas Mira tidak terima.

"Tinggal bangunin aja kan?" tanya Tika dengan polosnya.

"Apa lo bilang? tinggal bangunin aja? gila lo, ini yang mau kita bangunin adit, Tik," jelas Revan dengan raut tidak percayanya.

"Emang kenapa kalau Adit?" tanya Tika lagi.

"Udah deh, mending lo diem aja," sela Daniel jengah.

Mereka seharusnya bersatu. Karena kita akan membangunkan tidur ketua Danger yang terkenal bringas itu.

"Kalian kan sahabatnya, kenapa enggak kalian aja?" tanya Nisa yang di tujukan ke Revan dan Daniel.

"Bukannya gimana, kita cuma enggak mau ambil resiko. Daniel sebagai sahabat yang paling dekat sama Adit aja enggak berani, apalagi gue," jelas Revan.

"Adit itu tipe cowok yang paling enggak suka di ganggu apalagi saat tidur. Gue pernah satu kali bangunin dia, dan kalian tau apa yang Adit lakuin ke gue?" Sambung Daniel dan bertanya ke Nisa dkk.

Mereka kompak menggeleng tidak tahu.

"Adit mukulin gue sampai gue di larikan ke rumah sakit," jawabnya terus terang.

"Segitu parahnya?" tanya Tika bergidik ngeri.

Daniel mengangguk. Sampai sekarang pun Daniel tidak berani lagi membangunkan Adit. Dia trauma.

"Khem." 

Suara deheman seseorang membuat mereka meneguk salivanya susah payah. 

Dengan kaku mereka menoleh ke arah sofa. Ternyata Adit sudah bangun dan sedang menatap mereka tajam. Layaknya singa yang kelaparan.

"Hehe, Bos, lo udah bangun?" tanya Revan cengengesan.

"Yaiyalah bangun, orang matanya udah melek gitu," jawab Mira berbisik kesal.

"Ngapain?" tanya Adit dingin.

"Em kita mau manggil Diva, nah iya Diva," balas Nisa gugup.

Ingin sekali dirinya menghilang sekarang. Tidak sanggup jika harus ditatap tajam oleh Adit.

Adit tidak menjawab. Tangannya masih setia mengelus lembut rambut sang kekasih.

Merasa terusik Diva perlahan membuka matanya.

"Jangan dikucek," ucap Adit lembut seraya menjauhkan tangan Diva yang mengucek matanya.

"Hihi iya," jawab Diva tersenyum imut.

"Kalian ngapain disini?" tanya Diva kebingungan ketika melihat para sahabatnya berdiri kaku di dekat pintu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mamah Tyo
adit baik bngett yaa
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • ADDIVA   83. Hamil?

    Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad

  • ADDIVA   82. Undangan Pertunangan

    Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa

  • ADDIVA   81. Terima Kasih, Adit

    Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko

  • ADDIVA   80. Aku Pergi Kamu Mendekat

    Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.

  • ADDIVA   79. Menjadi Pendiam

    "Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung

  • ADDIVA   78. Hati Gue Kenapa?

    Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status