Share

5.Reynand Amnesia

Author: Rika Jhon
last update Last Updated: 2023-10-08 00:21:03

"Siapa kau? Siapa mereka? Siapa kalian?" tanya Reynand.

Irani, Raymond, Mama Risa, dan Papa Rabbani, sangat terkejut mendengar pertanyaan Reynand tersebut. Mereka langsung berlari menghampirinya.

"Rey, syukurlah kau sudah sadar, 'Nak," ujar Mama Risa.

"Iya, 'Nak, kami sangat mengkhawatirkanmu," timpal Papa Rabbani.

"Terima kasih, Tuhan karena kau telah menyembuhkan adikku," Raymond pun menimpali.

"Siapa kalian?" tanya Reynand kembali.

Deg!

Semua orang yang berada di tempat tersebut sangat terkejut mendengarnya. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Bahkan, sejenak mereka melupakan ucapan Irani yang menyatakan bahwa Reynand yang telah menghamilinya. Kini, mereka tengah fokus pada Reynand yang terlihat sangat aneh sekali.

Raymond langsung berlari ke luar untuk memanggil dokter. Tidak berapa lama kemudian, dokter pun datang bersama dua orang suster yang mendampinginya, sementara Mama Risa dan Papa Rabbani, terlihat sangat tegang dan cemas. Begitu pula dengan Irani, ia pun tak kalah cemasnya. Dokter tersebut pun langsung memeriksa keadaan Reynand.

"Dok, apa yang terjadi pada putraku?" tanya Mama Risa.

"Iya, Dok, mengapa Reynand tidak bisa mengenali kami?" Papa Rabbani pun ikut bertanya.

Sang dokter menarik napas dengan berat, ia pun terlihat sangat tegang sehingga membuat keluarga Rabbani tersebut semakin cemas tak menentu.

"Begini, Tuan, Nyonya. Tuan Reynand ini mengalami amnesia atau lupa ingatan setelah terbangun dari koma. Ini akibat kecelakaan pada waktu itu sehingga menyebabkan kerusakan atau cedera pada otak akibat benturan keras di kepalanya pada saat kecelakaan," sang dokter menghela napas sejenak, kemudian ia kembali melanjutkannya. "Amnesia hanya bersifat sementara dan dapat sembuh ketika penderitanya pulih dari cedera otak yang memicu kondisinya tersebut," imbuh sang dokter.

Deg!

Deg!

Deg!

Jantung semua orang yang mendengarnya berpacu lebih cepat karena saking terkejut dan syok mendengarnya. Air mata pun sudah tidak bisa dibendung lagi.

Mama Risa dan Irani, kedua wanita itu tiada henti menangis, sementara Raymond dan Papa Rabbani, mereka pun sama, menangis, tapi mereka berusaha tegar.

***

Semenjak Reynand siuman dari koma dan dinyatakan amnesia, kini dia telah diperbolehkan oleh dokter untuk pulang, sementara masalah kehamilan Irani, kini menjadi bumerang untuknya karena keadaan Reynand yang lupa ingatan. Sehingga tidak bisa untuk mengingat semua yang telah ia lakukan terhadap Irani.

Sementara Raymond dan Mama Risa, semenjak mereka mengetahui bahwa Irani tengah mengandung benih pria lain, kini sikap mereka sangat berubah terhadap Irani.

Kini, Raymond dan Mama Risa terlihat sangat membenci Irani. Mereka merasa sangat jijik pada Irani dan mereka pun selalu mengabaikan Irani. Namun, berbeda halnya dengan Papa Rabbani. Karena dia tidak bisa bersikap seperti itu terhadap Irani, ia justru merasa kasihan terhadap menantunya tersebut.

Kini, Raymond dan Irani sudah tidur secara terpisah. Raymond tidur di kamar pribadinya, sementara Irani tidur di kamar pembantu. Dan kini, Irani diperlakukan layaknya seorang pembantu di rumah tersebut.

Semua pekerjaan rumah tangga, Irani lah yang mengerjakannya. Jika dia melakukan kesalahan, maka cacian, umpatan, dan kata-kata kasar lainnya akan terlontar dari mulut Raymond dan juga Mama Risa. Namun, Papa Rabbani lah yang selalu membela Irani.

Sementara Reynand, ia masih lupa ingatan. Ia Sehari-harinya hanya berada di dalam kamar. Ia tidak melakukan aktifitas apapun selain melamun dan semakin pendiam. Bahkan untuk makan dan minum pun, selalu dilayani oleh asisten rumah tangga, termasuk Irani. Terkadang Irani yang melayani kebutuhan Reynand.

Akan tetapi, jika malam hari, Reynand akan turun ke lantai bawah, seperti ke dapur untuk mengambil minum. Karena jika malam hari para asisten rumah tangga sudah beristirahat dan Reynand tidak ingin mengganggu istirahat mereka.

***

Siang itu, ketika Irani tengah memasak di dapur, tiba-tiba ia dikejutkan oleh kehadiran Reynand yang saat itu berada di dapur, yang sedang mengambil air minum dan baru kali ini Reynand turun ke dapur ketika siang hari.

Mata Irani terus tertuju pada sosok Reynand yang tengah meneguk air minum. Matanya berkaca-kaca, ia menatap Reynand sembari mengelus-elus perutnya.

Reynand yang tengah fokus minum itu, merasa jika dirinya sedang ditatap oleh Irani. Reynand seketika menoleh ke arah Irani sehingga matanya bersirobok dengan mata teduh Irani yang sedang berkaca-kaca. Tatapan Reynand pun turun ke bawah, ia memerhatikan tangan Irani yang sedang mengusap-usap perutnya yang masih rata itu.

"Kakak ipar, apakah kau haus? Ataukah keponakanku di dalam sedang kehausan?" tanya Reynand.

Irani memejamkan matanya, butiran bening pun membanjiri pipinya yang terlihat tirus karena semakin kurus. Hatinya terasa sangat sakit dan sedih ketika ia mendengar ucapan Reynand yang memanggilnya kakak ipar.

Karena ini kali pertama Reynand memanggilnya seperti itu. Dan yang lebih menyakitkan lagi, ketika Reynand menyebut bayi dalam kandungannya itu—keponakan. Sungguh betapa hancur hati Irani mendengarnya.

Tubuh Irani terasa tidak bertenaga lagi. Tungkai kakinya terasa lemas. Tubuhnya pun merosot ke bawah. Ia berpegangan pada sisi meja yang ada di dekatnya. Irani menumpahkan tangisannya secara tertahan. Reynand yang melihat itu, merasa kebingungan, lalu ia pun bergegas menghampiri Irani.

"Kakak Ipar, ada apa? Apa yang terjadi padamu? Mengapa kau menangis? Apakah perutmu terasa sakit? Apakah keponakanku di dalam, nakal?" tanya Reynand dengan bertubi-tubi.

Tangisan Irani pun semakin menjadi karena Reynand kembali memanggilnya kakak ipar dan menyebut bayi dalam kandungannya keponakan. Irani langsung menatap tajam Reynand dengan berlinangan air mata.

"Rey, apakah kau benar-benar tidak mengingatku? Apakah kau lupa aku ini siapa? Dan apakah kau lupa dengan bayi yang tengah aku kandung ini?" tanya Irani dengan bertubi-tubi pula.

"Tentu saja aku ingat siapa dirimu dan bayi dalam kandunganmu itu," jawab Reynand.

Bibir Irani pun seketika menyunggingkan senyuman ketika mendengar jawaban Reynand tersebut. Ada setitik harapan dalam dirinya bahwa Reynand sudah kembali mengingat semuanya, mengingat tentang dirinya, kehamilannya, dan peristiwa pada masa lalu mereka.

"Rey, cepat katakan, siapa aku dan bayi yang aku kandung!" titah Irani.

"Tentu saja kau adalahkakak iparku dan bayi dalam kandunganmu itu adalah keponakanku," jawab Reynand.

Deg!

Hancur dan pupus sudah harapan Irani mendengar jawaban Reynand. Tubuhnya kembali lemas tak bertenaga.

***

Malam itu, ketika Irani akan berbaring tidur, tiba-tiba ia merasa sangat haus sekali. Lalu, ia pun ke luar menuju dapur untuk mengambil air minum. Namun, ternyata di dapur sedang ada Reynand yang sedang minum juga.

Irani yang merasa terkejut, hampir saja terjengkang karena saking terkejutnya. Reynand yang melihat itu langsung berlari dan menahan tubuh Irani agar tidak jatuh. Reynand memeluk pinggang Irani dan Irani memegang lengan kekar Reynand.

Mata kedua insan itu saling bertatapan dengan lekat. Reynand menatap dalam ke dalam bola mata Irani dan Irani pun balas menatapnya. Reynand mengernyitkan keningnya, tiba-tiba kepalanya berdenyut nyeri. Reynand langsung melepaskan pelukannya di tubuh Irani. Lalu, ia memegang kepalanya yang terasa sangat sakit. Irani merasa sangat cemas melihat keadaan Reynand tersebut.

"Rey, kau kenapa? Apa yang terjadi padamu?" tanya Irani dengan cemas.

"Aakkhh! Kepalaku sakit sekali!" Reynand berteriak.

"Irani! Apa yang telah kau lakukan terhadap putraku?!"

TO BE CONTINUED

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ADIK IPARKU MANTAN KEKASIHKU   40. Happy Ending

    4 tahun kemudian“Irana, jangan lari ke jalan terus, Nak, banyak kendaraan.” Suara Irani terdengar berteriak seraya berlari mengejar seorang gadis kecil.“Ibu, aku mau ke rumah Ayah Bahri.” Gadis kecil tersebut berbicara seraya berlari.Meskipun usia gadis kecil itu baru 3 tahun lebih, tapi dia sangat pintar sekali. Suaranya pun tidak terdengar cadel seperti kebanyakan anak-anak kecil pada umumnya.Irana, itulah nama gadis kecil tersebut. Anak yang dikandung oleh Irani 4 tahun lalu. Irana memanggil Bahri ayah karena selama ini Bahri lah yang selalu membantu Irani mengurusnya. Jadi, Irana taunya bahwa Bahri merupakan ayahnya.Walaupun Irani sudah Berulang kali menjelaskan pada sang anak, bahwa Bahri bukanlah ayahnya, tetapi Irana tidak mempercayainya. Dia tetap menganggap bahwa Bahri lah ayahnya karena lelaki itulah yang selama ini selalu mengurusnya seperti anak sendiri.Letak rumah Bahri yang tidak begitu jauh dari rumah Irani, membuat Irana begitu mudah untuk pulang pergi sendiri. N

  • ADIK IPARKU MANTAN KEKASIHKU   39. Musyawarah

    Sementara itu, di kediaman Rabbani. Kini keluarga besar Rabbani dan orang tua Irani tengah berkumpul di ruang keluarga. Mereka sedang bermusyawarah tentang permasalahan rumah tangga anak mereka.“Di mana kita akan mencari Irani? Sedangkan tidak ada akses sedikitpun untuk berhubungan dengannya. Apalagi dia sedang hamil. Aku benar-benar sedih memikirkannya.” Bu Ina terisak-isak.Mama Risa mendekatinya. “Bu Ina, tolong maafkan aku. Semua ini salahku karena aku selalu bersikap buruk pada Irani.” Mama Risa pun terisak.“Maafkan aku juga, Bu, Pak. Karena selama aku menjadi suaminya, aku juga selalu bersikap buruk. Hingga akhirnya kami bercerai.” Raymond berkata dengan mimik wajah yang terlihat murung.Pak Ahmad dan Bu Ina menarik napas dengan berat. Dada mereka bergemuruh setiap kali mendengar pernyataan Mama Risa dan Raymond, yang mengakui dengan jujur tentang sikap buruk mereka pada Irani.Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Semua yang sudah terjadi tidak akan bisa kembali seperti semu

  • ADIK IPARKU MANTAN KEKASIHKU   38. Pak Ahmad Murka

    Pak Ahmad terpancing emosi karena Raymond tak kunjung menjawab pertanyaannya tentang keberadaan Irani.Plak! Plak!Bugh! Bugh!Akhirnya, Pak Ahmad menampar dan memukul Reynand serta Raymond secara bergantian. Amarahnya benar-benar sudah memuncak. Wajah kedua kakak beradik itu, kini sudah babak belur.Akan tetapi, mereka menerima semua perlakuan Ayah Irani tersebut karena mereka menyadari dan mengakui kesalahan yang telah mereka perbuat.Mama Risa histeris melihat kedua putranya yang dihajar habis-habisan oleh Pak Ahmad. Dia berusaha untuk memasang badan, dan memohon untuk dihentikan. Namun, Papa Rabbani menahannya.“Pak Ahmad, tolong hentikan. Kasihan kedua putraku!” teriak Mama Risa.“Pa, tolong kedua putra kita. Mengapa Papa hanya diam saja?!” Mama Risa histeris pada sang suami.“Ma, tenanglah. Ini semua hukuman yang pantas untuk kedua putra kita. Karena mereka telah berbuat kesalahan pada Irani.” Papa Rabbani mengelus-elus punggung Mama Risa.“Pa, mengapa kau tega pada putra-putra

  • ADIK IPARKU MANTAN KEKASIHKU   37. Reynand Sembuh Total

    Mata Irani membulat mendengar ucapan Bahri. Bagaimana tidak, di saat yang sedang genting seperti ini pun, Bahri masih tetap menyebalkan dan membuatnya kesal.Dengan sekuat tenaga Irani mencubit perut Bahri, hingga membuat lelaki tersebut menjerit karena merasakan perih di kulit perutnya.“Aww, aduh … Maharani, mengapa kau mencubitku? Aiiss, ini sangat sakit dan perih sekali rasanya,” ujar Bahri.“Karena kau selalu saja menyebalkan, Mas Bahri. Di saat aku sedang kesakitan dan kram seperti ini pun, kau masih saja bersikap seperti itu, huh!” Irani mendelikkan mata.“Ehehe … jangan marah-marah, nanti cantikmu hilang.”Ingin rasanya Irani kembali mencubit Bahri, tetapi rasa nyeri kembali menderanya. Akhirnya, dia hanya menurut saja mengikuti Bahri menuju ke arah motor, kemudian Bahri memboncengnya.Bahri menuju ke rumah seorang bidan yang membuka praktek di desa tersebut. Tidak butuh waktu lama, mereka telah sampai. Bahri bergegas menuntun Irani.“Assalamualaikum, Bu Bidan, tolong periksa

  • ADIK IPARKU MANTAN KEKASIHKU   36. Reynand Mengingat Irani

    Semua orang sangat terkejut mendengar pertanyaan dari sepasang suami istri yang baru saja datang tersebut.Reynand dan Raymond saling melepaskan pelukan karena nama mereka dipanggil. Mereka menatap ke arah sumber suara. Reynand menatap sepasang suami istri paruh baya tersebut, dia mengernyitkan kening karena kebingungan sebab dia tidak mengenal mereka.Sementara Raymond, wajahnya sudah memucat. Dia menatap kedua orang tersebut dengan bibir yang gemetar. “Ayah mertua, Ibu mertua,” gumamnya.Ayunda yang berdiri tepat di sampingnya, bisa mendengar dengan jelas gumaman Raymond tersebut. Entah mengapa, perasaannya semakin tak menentu mendengar Raymond yang memanggil kedua orang tersebut dengan sebutan ayah mertua dan ibu mertua.“Raymond, jawab pertanyaan ibu. Di mana Irani, putriku?” ujar Bu Ina—Ibu Irani.“Iya, Nak Ray, mana Irani?” timpal Pak Ahmad—Ayah Irani.Raymond kehilangan kata-kata. Otaknya benar-benar buntu, sementara kedua orang tuanya menatap Raymond dan besannya secara bergan

  • ADIK IPARKU MANTAN KEKASIHKU   35. Mood Ibu Hamil

    Suara teriakan seorang lelaki menghentikan tindakan para pemuda tersebut. Mereka beralih menatap ke arah sumber suara.Ayunda sangat mengenal suara itu. Dia mendongakkan wajah dan menatapnya. “Tuan Raymond,” gumamnya.“Kalian ini juga seorang perempuan, tetapi kalian malah menertawakannya. Di mana hati nurani kalian sebagai sesama perempuan?!” Raymond berteriak pada rombongan gadis yang tadi menertawakan Ayunda.Setelah itu, Raymond pun mulai berkelahi dengan para pemuda itu, sedangkan Edo berlari meminta bantuan para pengunjung lainnya, yang kala itu masih berada di alun-alun tersebut.Tentu saja perkelahian tersebut tidak seimbang. Karena Raymond yang hanya seorang diri, melawan beberapa orang. Dia kewalahan dan menjadi bulan-bulanan. Tubuhnya sudah tergeletak di rerumputan, ditendang oleh mereka. Raymond menutup wajahnya dengan tangan agar wajahnya tidak semakin lebam.Ayunda yang melihat itu berlari ke arah Raymond. Dia memeluk kepalanya dengan erat seraya menangis. Dia tidak teg

  • ADIK IPARKU MANTAN KEKASIHKU   34. Bahri

    Semua orang saling bertatapan, kemudian mereka tertawa terpingkal-pingkal. Irani menatap heran pada mereka karena bukannya menolong, tetapi justru menertawakan.“Ahahaha ….”“K-kenapa k-kalian malah tertawa?” Irani bertanya dengan terbata.“Rani, jadi dari tadi kamu itu berjalan tergesa-gesa karena ketakutan sama laki-laki itu?” Bu Marni bertanya seraya menatapnya.Irani hanya mengangguk. Dia sudah kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan ibu angkatnya itu, sementara lelaki yang sedari tadi mengikutinya malah selengehan. Irani benar-benar merasa sangat geram melihatnya.“Rani, perkenalkan, itu anak ibu yang baru pulang dari kota. Namanya Bahri. Bahri, perkenalkan, ini Rani saudara angkatmu, dia dari Kota Jakarta.” Bu Marni memperkenalkan anak kandung dan anak angkatnya.Irani terperanjat mendengarnya. Dia menatap Bu Marni, kemudian beralih menatap Bahri. “J-jadi, d-dia anak Ibu?”“Iya, Nak. Mungkin usianya tua sedikit darimu. Jadi, kau bisa memanggilnya Mas Bahri.”Irani terseny

  • ADIK IPARKU MANTAN KEKASIHKU   33. Reynand Masuk Kantor

    Pagi hari pun tiba. Raymond terbangun sambil memegang kepalanya yang masih berdenyut nyeri. Dia duduk dan mengedarkan pandangan. Matanya menatap Ayunda yang masih terlelap di sofa.Kening Raymond mengernyit, matanya menyipit. Dia tengah berpikir, mengapa Ayunda tidur di sofa kamarnya, mengapa bukan tidur di kamar yang tamu. Dia berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Namun, dia tidak bisa mengingatnya sama sekali.Perlahan kaki Raymond turun dari ranjang. Dia berjalan sempoyongan menghampiri Ayunda. Matanya menatap wajah Ayunda yang pucat, dan di keningnya terdapat noda darah yang sudah mengering.Raymond semakin mengernyitkan kening. Dia berusaha sekuat mungkin untuk bisa mengingat kejadian apa yang telah terjadi tadi malam, tetapi dia tetap tidak bisa mengingatnya.“Yunda, bangun. Mengapa kau tidur di sini, dan mengapa keningmu ada noda darah yang sudah mengering?” Raymond mengguncang bahu Ayunda.Ayunda menggeliatkan tubuh. Dia memegang kepalanya yang terasa nyeri. Matanya bersi

  • ADIK IPARKU MANTAN KEKASIHKU   32. Tekad Irani

    Semua orang saling berpandangan ketika mereka mendengar penuturan Irani. Bu Marni mendekati Irani dan melihat uang serta perhiasan tersebut.“Rani, apakah kamu bersungguh-sungguh ingin mempergunakan uang dan perhiasan ini sebagai modal?” tanya Bu Marni.“Iya, Rani, coba kamu pikir-pikir lagi. Karena kamu sedang hamil dan pasti membutuhkan modal untuk biaya persalinan,” timpal Bu Leha.Irani menunduk, kemudian dia mendongak dan menatap Bu Marni serta warga yang lainnya. Matanya sudah berkaca-kaca karena perasaan sedih kini menggelayuti hatinya.“Aku sudah berniat, Bu, Pak. Memang benar jika aku membutuhkan biaya untuk persalinanku nanti, tapi aku juga tidak akan mungkin jika selama kehamilan ini hanya berdiam diri saja.” Irani menghela napas.“Aku ingin mempergunakan uang dan perhiasan ini untuk modal menyewa lahan, dan kebutuhan yang lainnya. Semoga modal ini cukup,” sambungnya.Pak RT Bahrum saling bertatapan dengan sang istri. Mereka saling menganggukkan kepala. Pak Bahrum berjalan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status