Sudah 3 minggu semenjak Reynand mengalami kecelakaan, dia belum sadarkan diri dari koma. Reynand dirawat di ruang ICU agar kondisinya dapat terpantau secara intensif. Tubuhnya dipasang alat bantu napas untuk menjaga laju pernapasannya. Hingga saat ini, tubuh Reynand masih terlentang tak berdaya di brankar rumah sakit.
Saat itu, kedua orang tua Reynand, Raymond, dan Irani, sedang berada di ruangan ICU untuk memantau perkembangan Reynand.Papa Rabbani dan Mama Risa, terlihat sangat terpukul melihat keadaan sang putra bungsu mereka yang lemah tak berdaya tersebut. Begitu pula dengan Raymond—sang kakak, dan Irani—sang mantan kekasih sekaligus kakak iparnya, mereka ikut terpuruk dan sangat terpukul sekali melihat kondisi Reynand."Ma, Pa, lebih baik kalian pulang saja, biarkan aku dan Irani yang akan menjaga Rey," ujar Raymond."Tapi kalian juga butuh istirahat, 'Nak," sahut Mama Risa."Tidak apa, Ma. Mama dan Papa yang perlu beristirahat total.""Baiklah jika begitu, mama dan Papa pulang dulu. Nanti jika ada apa-apa, kalian hubungi mama, ya.""Iya, Ma."Akhirnya, Papa Rabbani dan Mama Risa pun pulang. Dan kini, hanya tinggal Raymond dan Irani di ruangan ICU tersebut."Sayang, aku akan membeli makanan dulu, kau tunggu dulu di sini, ya," tutur Raymond."Iya, Mas,' jawab Irani.Raymond pun berlalu pergi meninggalkan Irani yang kini hanya berdua dengan Reynand di ruangan ICU tersebut. Reynand terlihat masih nyaman dengan tidur panjangnya itu. Ketika Raymond sudah pergi, Irani mendekati brankar Reynand. Ia menggenggam jemari Reynand dengan bercucuran air mata. Irani mengusap-usap kepala dan wajah Reynand."Rey, tolong cepatlah bangun. Aku tidak bisa melihatmu seperti ini terus menerus. Sudah 3 minggu lamanya kau terbaring tidak berdaya seperti ini." Irani mengusap air matanya."Tolong bangunlah, aku lebih baik melihatmu dalam keadaan sadar walaupun kau membenciku, daripada aku harus melihatmu terbaring lemah tidak berdaya seperti ini. Aku tidak kuat, Rey." Irani terus terisak.Irani terus menangis dan memeluk tubuh Reynand. Air matanya pun jatuh dan mengenai wajah Reynand. Setelah puas menangis, ia langsung membasuh wajahnya di kamar mandi agar tidak diketahui oleh Raymond bahwa dia tadi menangis. ***Pagi itu, ketika Irani bangun tidur, dia tiba-tiba merasa sangat pusing dan mual. Irani langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahkan cairan bening hingga cairan kuning kental pun keluar yang sangat terasa pahit di lidahnya.Raymond yang kala itu akan berangkat ke kantor, bergegas menghampiri Irani ke kamar mandi. "Sayang, kau kenapa?"Raymond memijit-mijit tengkuk leher Irani. "Ayo, kita ke rumah sakit, kau pasti sedang sakit," ajak Raymond."Aku hanya masuk angin biasa, Mas. Nanti juga pasti akan sembuh. Jadi, tidak usah ke rumah sakit," sahut Irani."Hey! Lihatlah wajahmu sangat pucat pasi seperti ini. Kau pasti sedang sakit. Ayo, kita ke rumah sakit." Raymond langsung menggamit tangan Irani dan keluar dari kamar mandi."Tapi, Mas, kau 'kan akan berangkat ke kantor.""Sudahlah, tidak usah dipikirkan hal itu. Bagiku yang terpenting kesehatan dan keselamatan istriku."Raymond pun bergegas akan membawa Irani ke rumah sakit. Dan pada saat itu, Mama Risa juga akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan Reynand, sementara Papa Rabbani sedang pergi jogging."Ray, kau dan Irani mau pergi ke mana, 'Nak?" tanya Mama Risa."Irani sakit, Ma, aku akan mengantarkannya ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya," jawab Raymond."Ya sudah, kalau begitu kita ke rumah sakit yang sama saja, ke tempat adikmu dirawat.""Oh iya, betul, ayo, Ma, kita berangkat bersama-sama saja kalau begitu."Akhirnya, Raymond, Irani, dan Mama Risa pun berangkat bersama untuk menuju ke mobil. Ketika mereka akan masuk ke dalam mobil, tiba-tiba Papa Rabbani terlihat baru pulang dari jogging."Hey, kalian mau pergi ke mana?" tanya Papa Rabbani."Kami akan ke rumah sakit, Pa," jawab Raymond."Untuk menjenguk Rey?" tanya Papa Rabbani."Mama yang akan menjenguk, Rey. Tapi aku akan mengantarkan istriku ke dokter, dia sedang sakit.""Iya, Pa, Irani sedang sakit. Jadi, sekalian saja kita melihat keadaan Rey," Mama Risa menimpali."Tunggu! Papa Ikut. Papa mandi dulu sebentar dan berganti pakaian, oke?" usul Papa Rabbani.Tanpa menunggu jawaban, Papa Rabbani pun langsung berlari masuk ke dalam rumah. Tidak berapa lama kemudian, dia sudah kembali dengan penampilan yang sudah rapi. Lalu, mereka pun berangkat menuju ke rumah sakit.Setelah sampai di rumah sakit tersebut, Mama Risa dan Papa Rabbani langsung menuju ke ruang ICU, sedangkan Raymond dan Irani, mereka langsung menuju ke dokter umum.Mereka mengantri karena pada saat itu pasien sangat ramai sekali. Ketika nama Irani dipanggil, Irani dan Raymond pun langsung masuk bersama. Irani menceritakan apa yang dia rasakan. Dokter wanita yang menangani Irani itu pun menatap wajah Irani yang sangat pucat."Maaf, Nyonya, silakan ke kamar mandi. Karena saya butuh air urin Anda untuk meyakinkannya," ujar sang dokter."Baik, Dok." Irani langsung ke kamar mandi.Sementara dokter tersebut menunggu Irani di sebuah ruangan. Setelah selesai, Irani memberikan air urinnya, lalu dia kembali menemui Raymond. Sang dokter pun langsung memeriksanya. Tidak berapa lama kemudian, dokter tersebut keluar menemui Irani dan Raymond."Bagaimana, Dok?" tanya Raymond penasaran."Selamat Tuan Raymond, Nyonya Irani tengah mengandung, yang berusia 5 minggu," terang sang dokter.Raymond dan Irani sama-sama sangat terkejut mendengarnya. Mata Raymond langsung menatap Irani dengan tajam, sementara mata Irani sudah berkaca-kaca. Dengan susah payah Irani menelan ludahnya yang terasa pahit."Baik, Dok, terima kasih." Lalu setelah itu, Raymond dan Irani pun keluar.Sembari berjalan, pikiran Raymond terus berkecamuk tidak menentu. Ia bertanya-tanya, bagaimana mungkin Irani bisa mengandung, apalagi usia kandungannya sudah 5 minggu, sedangkan semenjak mereka menikah, dia tidak pernah menyentuh Irani, sementara Irani hanya bisa menangis sesenggukkan, ia tahu bahwa ini akibat perbuatan Reynand pada saat itu."Ikut aku." Raymond menarik tangan Irani.Raymond membawa Irani ke toilet. Lalu, mereka masuk ke dalam toilet rumah sakit tersebut. Mata Raymond sudah memerah dan wajahnya pun sudah merah padam karena emosi yang tertahan. Ia mencengkram bahu Irani dengan kuat."Irani! Katakan padaku, siapa laki-laki yang telah menghamilimu?!" tanya Raymond dengan tegas."A-aku ... aku —"Ketika Irani akan menjawab, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu toilet tersebut. Mereka pun akhirnya keluar dari toilet itu dan berjalan menuju ke ruangan ICU, ruangan Reynand.Mereka langsung masuk ke dalam ruangan ICU, yang ternyata masih ada Mama Risa dan Papa Rabbani. Mata Irani dan Raymond terbelalak lebar ketika mereka melihat Reynand sudah siuman."Irani! Katakan sekarang juga, di hadapan kedua orang tuaku!" titah Raymond.Irani berlari menuju brankar Reynand. Ia langsung memeluk tubuh Reynand. Raymond dan kedua orang tuanya terperanjat kaget melihat Irani yang memeluk Reynand."Rey, tolong katakan pada mereka, bahwa aku mengandung benihmu. Ini semua akibat perbuatanmu waktu itu, Rey." Irani terus terisak."Siapa kau? Siapa mereka? Siapa kalian?" TO BE CONTINUED"Siapa kau? Siapa mereka? Siapa kalian?" tanya Reynand.Irani, Raymond, Mama Risa, dan Papa Rabbani, sangat terkejut mendengar pertanyaan Reynand tersebut. Mereka langsung berlari menghampirinya."Rey, syukurlah kau sudah sadar, 'Nak," ujar Mama Risa."Iya, 'Nak, kami sangat mengkhawatirkanmu," timpal Papa Rabbani."Terima kasih, Tuhan karena kau telah menyembuhkan adikku," Raymond pun menimpali."Siapa kalian?" tanya Reynand kembali.Deg!Semua orang yang berada di tempat tersebut sangat terkejut mendengarnya. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Bahkan, sejenak mereka melupakan ucapan Irani yang menyatakan bahwa Reynand yang telah menghamilinya. Kini, mereka tengah fokus pada Reynand yang terlihat sangat aneh sekali.Raymond langsung berlari ke luar untuk memanggil dokter. Tidak berapa lama kemudian, dokter pun datang bersama dua orang suster yang mendampinginya, sementara Mama Risa dan Papa Rabbani, terlihat sangat tegang dan cemas. Begitu pula dengan Irani, ia pun tak kalah c
"Irani! Apa yang telah kau lakukan terhadap putraku?!"Irani tersentak tatkala ia mendengar suara teriakan sang ibu mertua. Mama Risa bergegas menghampiri Reynand yang tengah kesakitan."Dasar wanita jalang! Tidak tahu malu! Kau pasti sengaja 'kan ingin menggoda putra bungsuku karena kau sedang mencari tumbal untuk menutupi anak harammu itu!" hardik Mama Risa.Betapa sakit dan hancurnya hati dan perasaan Irani, tatkala mendengar sumpah serapah yang dilontarkan oleh sang ibu mertua. Butiran bening telah membanjiri pipinya yang tirus."Ma, mengapa Mama berbicara seperti itu terhadap Kakak ipar? Bukankah bayi yang dikandungnya merupakan calon cucu Mama? Anak Kak Ray?" tanya Reynand.Mama Risa tidak menjawab pertanyaan Reynand, ia justru mengajak sang putra untuk kembali ke kamarnya. "Sudahlah, 'Nak, lebih baik kau beristirahat saja di kamarmu," ujar Mama Risa untuk mengalihkan pertanyaan Reynand."Iya, Ma," sahut Reynand patuh.Mama Risa membantu Reynand bangkit berdiri, kemudian, mereka
"Sedang apa kalian di dalam kamar mandi berduaan?!"Suara Mama Risa terdengar melengking. Dia tiba-tiba sudah berdiri di pintu kamar mandi. Betapa terkejutnya Irani dan ketakutannya pun semakin terpancar dari wajahnya karena kini dia dipergoki tengah berduaan di dalam kamar mandi bersama Reynand—adik iparnya, yang merupakan mantan kekasihnya itu."Dasar tidak tahu malu kau, ya! Dasar wanita jalang. Apa-apaan kau ini, Irani? Ingat! Bahwa Rey adalah adik iparmu! Jadi, kau tidak pantas jika ingin menggodanya!" teriak Mama Risa.Irani hanya menundukkan wajahnya, air mata pun sudah berlinangan membasahi pipinya. Dia tidak berani untuk mengangkat wajahnya untuk melihat wajah sang ibu mertua. Tubuhnya gemetaran dan keringat dingin pun sudah membanjiri tubuhnya."Kau benar-benar tidak tahu diri, ya! Kau mencari kesempatan dan memanfaatkan putra bungsuku untuk kau jadikan tumbal sebagai ayah biologis dari anak harammu itu!" dada Mama Risa terlihat naik turun karena dia sedang dilanda emosi. "K
Pagi itu, Irani sedang membersihkan halaman belakang rumah. Dia sedang menyapu dedaunan kering yang sangat banyak. Karena di belakang rumah keluarga Rabbani tersebut terdapat kebun buah-buahan.Sebenarnya, di kediaman keluarga Rabbani itu ada banyak asisten rumah tangga dan mereka memiliki peran masing-masing atau tugas masing-masing. Namun, semenjak Irani ketahuan hamil bukan anak Raymond maka sejak saat itu pula, Mama Risa—sang ibu mertua, selalu menghukumnya dan memperlakukannya seperti pembantu.Semua pekerjaan pembantu di rumah tersebut, Irani lah yang harus mengerjakannya, sementara Raymond yang kecewa dan masih marah pada Irani, tidak mempedulikan hal tersebut, dia justru selalu menunjukkan kebenciannya terhadap sang istri.Ketika Irani sedang menyapu di bawah pohon mangga dan sedang berbuah lebat, dia melihat ke atas pohon tersebut. Di atas pohon itu terlihat berjuntaian buah mangga yang masih muda-muda. Irani menelan air liurnya sembari mengusap-usap perutnya. 'Sepertinya ena
"Irani! Apa yang tengah kau lakukan?!"Suara teriakan Mama Risa terdengar melengking. Irani seketika melepaskan dirinya dari tubuh Reynand. Reynand dan Irani langsung bangkit. Mereka melihat kedatangan Mama Risa yang tergesa-gesa dengan wajah yang sudah memerah."Irani, apa yang kau lakukan terhadap putraku?!" Mama Risa kembali berteriak."Ma, a-aku —" "Aku apa?" Mama Risa langsung menyela ucapan Irani."Ma, jangan marah pada kakak ipar, dia tidak bersalah," Reynand menimpali.Seketika Mama Risa menatap Reynand. Matanya terbelalak ketika melihat wajah dan tubuh putra bungsunya itu sudah merah dan dipenuhi bentol. "Ya, Tuhan, Rey, kau kenapa, Nak? Apa yang terjadi padamu?" tanya Mama Risa dengan cemas.Mata Mama Risa melihat ke arah buah mangga yang tergeletak di tanah dan dia melihat tangga yang masih berdiri di pohon mangga tersebut. Mama Risa menatapnya lama, lalu matanya beralih menatap ke arah Irani."Ini pasti perbuatanmu 'kan, wanita jalang? Kau 'kan yang menyuruh putraku untuk
"Rey, Irani, kalian sedang apa duduk berdua di gazebo belakang rumah?!"Reynand dan Irani yang sedang menikmati rujak buah mangga muda tersebut, seketika tersentak mendengar suara Raymond yang tiba-tiba sudah berdiri di dekat gazebo.“Kak Ray,” ucap Reynand.“Mas, kau sudah pulang?” tanya Irani.Raymond menatap Reynand dan Irani dengan tajam karena pada saat itu Reynand masih bertelanjang dada. “Kalian sedang apa? Dan kau, Rey, mengapa kau bertelanjang dada seperti itu? Apa yang terjadi?” tanya Raymond.“Ah … maaf, Kak, tadi Kakak ipar menginginkan mangga muda yang ada di atas pohon. Jadi, aku berinisiatif menolongnya untuk mengambilkan buah mangga muda tersebut,” jawab Reynand, “Tetapi karena di pohon mangga itu banyak serangga sehingga aku digerogoti serangga. Makanya aku membuka bajuku,” imbuhnya.“Oh, begitu!” ucap Raymond dengan ketus.Raymond menatap Irani dengan tatapan yang jijik, sedangkan Irani hanya menundukkan kepalanya. Dia tidak berani untuk membalas tatapan sang suami. R
Setelah Reynand keluar dari kamar pembantu tersebut, Irani kembali menumpahkan tangisannya. Dia masih membayangkan perempuan yang tadi datang ke rumah bersama Raymond dan bergelayut manja dengan suaminya tersebut. ‘Siapa perempuan itu sebenarnya? Mengapa dia bersikap manja pada Mas Ray. Jika hanya sekretaris, tidak akan mungkin dia bersikap seperti itu,’ batin Irani, ‘Apakah dia tidak tahu bahwa aku adalah istrinya Mas Raymond dan apakah Mas Raymond tidak memberitahu bahwa dia sudah memiliki istri,’ batin Irani kembali.Irani masih sesenggukkan. ‘Ya Tuhan, begitu berat cobaan hamba setelah menikah. Apakah hamba mampu menghadapi ujian ini untuk seterusnya? Bagaimana dengan nasib dan masa depan anakku nanti, Tuhan,’ Irani kembali membatin.“Enak sekali, ya, pagi-pagi begini kau sudah tidur di kamar!”Suara Mama Risa terdengar melengking. Irani yang kala itu sedang membaringkan tubuhnya, seketika terduduk. Dia langsung mengusap air matanya dan langsung berdiri. “Maaf, Ma, aku … aku sedan
“Kakak ipar, apa yang terjadi? Mengapa kau menangis?” tanya Reynand.Irani tidak bisa berkata-kata, dia hanya bisa menangis dengan sesenggukkan. Reynand meraih kepala Irani dan dipeluknya. Dia mengusap punggung Irani dan kepalanya. Ketika Reynand memeluk tubuh sang kakak ipar, tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang tidak asing. Keningnya mengerut, perasaan aneh itu pun tiba-tiba hadir kembali. Dia merasa seperti tidak asing dengan semua ini. Namun, karena kondisi Irani sedang tidak baik-baik saja, dia terpaksa melupakan perasaan anehnya itu.“Kakak ipar, apa yang terjadi padamu? Mengapa kau menangis malam-malam dan mengapa kau berada di kamar pembantu ini lagi? Kau tidur di sini?” Reynand melepaskan pelukannya dan menatap Irani.Irani mengangguk. “Iya, Rey, aku … aku … tidur di sini, aku merasa gerah,” ucap Irani dengan terbata.Reynand mengernyitkan keningnya mendengar jawaban dari kakak iparnya tersebut. Dia menatap mata Irani dengan dalam, tetapi Irani tidak berani untuk membalas tat