Share

4.Irani Hamil

Sudah 3 minggu semenjak Reynand mengalami kecelakaan, dia belum sadarkan diri dari koma. Reynand dirawat di ruang ICU agar kondisinya dapat terpantau secara intensif. Tubuhnya dipasang alat bantu napas untuk menjaga laju pernapasannya. Hingga saat ini, tubuh Reynand masih terlentang tak berdaya di brankar rumah sakit.

Saat itu, kedua orang tua Reynand, Raymond, dan Irani, sedang berada di ruangan ICU untuk memantau perkembangan Reynand.

Papa Rabbani dan Mama Risa, terlihat sangat terpukul melihat keadaan sang putra bungsu mereka yang lemah tak berdaya tersebut. Begitu pula dengan Raymond—sang kakak, dan Irani—sang mantan kekasih sekaligus kakak iparnya, mereka ikut terpuruk dan sangat terpukul sekali melihat kondisi Reynand.

"Ma, Pa, lebih baik kalian pulang saja, biarkan aku dan Irani yang akan menjaga Rey," ujar Raymond.

"Tapi kalian juga butuh istirahat, 'Nak," sahut Mama Risa.

"Tidak apa, Ma. Mama dan Papa yang perlu beristirahat total."

"Baiklah jika begitu, mama dan Papa pulang dulu. Nanti jika ada apa-apa, kalian hubungi mama, ya."

"Iya, Ma."

Akhirnya, Papa Rabbani dan Mama Risa pun pulang. Dan kini, hanya tinggal Raymond dan Irani di ruangan ICU tersebut.

"Sayang, aku akan membeli makanan dulu, kau tunggu dulu di sini, ya," tutur Raymond.

"Iya, Mas,' jawab Irani.

Raymond pun berlalu pergi meninggalkan Irani yang kini hanya berdua dengan Reynand di ruangan ICU tersebut. Reynand terlihat masih nyaman dengan tidur panjangnya itu. Ketika Raymond sudah pergi, Irani mendekati brankar Reynand. Ia menggenggam jemari Reynand dengan bercucuran air mata. Irani mengusap-usap kepala dan wajah Reynand.

"Rey, tolong cepatlah bangun. Aku tidak bisa melihatmu seperti ini terus menerus. Sudah 3 minggu lamanya kau terbaring tidak berdaya seperti ini." Irani mengusap air matanya.

"Tolong bangunlah, aku lebih baik melihatmu dalam keadaan sadar walaupun kau membenciku, daripada aku harus melihatmu terbaring lemah tidak berdaya seperti ini. Aku tidak kuat, Rey." Irani terus terisak.

Irani terus menangis dan memeluk tubuh Reynand. Air matanya pun jatuh dan mengenai wajah Reynand. Setelah puas menangis, ia langsung membasuh wajahnya di kamar mandi agar tidak diketahui oleh Raymond bahwa dia tadi menangis.

***

Pagi itu, ketika Irani bangun tidur, dia tiba-tiba merasa sangat pusing dan mual. Irani langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahkan cairan bening hingga cairan kuning kental pun keluar yang sangat terasa pahit di lidahnya.

Raymond yang kala itu akan berangkat ke kantor, bergegas menghampiri Irani ke kamar mandi. "Sayang, kau kenapa?"

Raymond memijit-mijit tengkuk leher Irani. "Ayo, kita ke rumah sakit, kau pasti sedang sakit," ajak Raymond.

"Aku hanya masuk angin biasa, Mas. Nanti juga pasti akan sembuh. Jadi, tidak usah ke rumah sakit," sahut Irani.

"Hey! Lihatlah wajahmu sangat pucat pasi seperti ini. Kau pasti sedang sakit. Ayo, kita ke rumah sakit." Raymond langsung menggamit tangan Irani dan keluar dari kamar mandi.

"Tapi, Mas, kau 'kan akan berangkat ke kantor."

"Sudahlah, tidak usah dipikirkan hal itu. Bagiku yang terpenting kesehatan dan keselamatan istriku."

Raymond pun bergegas akan membawa Irani ke rumah sakit. Dan pada saat itu, Mama Risa juga akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan Reynand, sementara Papa Rabbani sedang pergi jogging.

"Ray, kau dan Irani mau pergi ke mana, 'Nak?" tanya Mama Risa.

"Irani sakit, Ma, aku akan mengantarkannya ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya," jawab Raymond.

"Ya sudah, kalau begitu kita ke rumah sakit yang sama saja, ke tempat adikmu dirawat."

"Oh iya, betul, ayo, Ma, kita berangkat bersama-sama saja kalau begitu."

Akhirnya, Raymond, Irani, dan Mama Risa pun berangkat bersama untuk menuju ke mobil. Ketika mereka akan masuk ke dalam mobil, tiba-tiba Papa Rabbani terlihat baru pulang dari jogging.

"Hey, kalian mau pergi ke mana?" tanya Papa Rabbani.

"Kami akan ke rumah sakit, Pa," jawab Raymond.

"Untuk menjenguk Rey?" tanya Papa Rabbani.

"Mama yang akan menjenguk, Rey. Tapi aku akan mengantarkan istriku ke dokter, dia sedang sakit."

"Iya, Pa, Irani sedang sakit. Jadi, sekalian saja kita melihat keadaan Rey," Mama Risa menimpali.

"Tunggu! Papa Ikut. Papa mandi dulu sebentar dan berganti pakaian, oke?" usul Papa Rabbani.

Tanpa menunggu jawaban, Papa Rabbani pun langsung berlari masuk ke dalam rumah. Tidak berapa lama kemudian, dia sudah kembali dengan penampilan yang sudah rapi. Lalu, mereka pun berangkat menuju ke rumah sakit.

Setelah sampai di rumah sakit tersebut, Mama Risa dan Papa Rabbani langsung menuju ke ruang ICU, sedangkan Raymond dan Irani, mereka langsung menuju ke dokter umum.

Mereka mengantri karena pada saat itu pasien sangat ramai sekali. Ketika nama Irani dipanggil, Irani dan Raymond pun langsung masuk bersama. Irani menceritakan apa yang dia rasakan. Dokter wanita yang menangani Irani itu pun menatap wajah Irani yang sangat pucat.

"Maaf, Nyonya, silakan ke kamar mandi. Karena saya butuh air urin Anda untuk meyakinkannya," ujar sang dokter.

"Baik, Dok." Irani langsung ke kamar mandi.

Sementara dokter tersebut menunggu Irani di sebuah ruangan. Setelah selesai, Irani memberikan air urinnya, lalu dia kembali menemui Raymond. Sang dokter pun langsung memeriksanya. Tidak berapa lama kemudian, dokter tersebut keluar menemui Irani dan Raymond.

"Bagaimana, Dok?" tanya Raymond penasaran.

"Selamat Tuan Raymond, Nyonya Irani tengah mengandung, yang berusia 5 minggu," terang sang dokter.

Raymond dan Irani sama-sama sangat terkejut mendengarnya. Mata Raymond langsung menatap Irani dengan tajam, sementara mata Irani sudah berkaca-kaca. Dengan susah payah Irani menelan ludahnya yang terasa pahit.

"Baik, Dok, terima kasih." Lalu setelah itu, Raymond dan Irani pun keluar.

Sembari berjalan, pikiran Raymond terus berkecamuk tidak menentu. Ia bertanya-tanya, bagaimana mungkin Irani bisa mengandung, apalagi usia kandungannya sudah 5 minggu, sedangkan semenjak mereka menikah, dia tidak pernah menyentuh Irani, sementara Irani hanya bisa menangis sesenggukkan, ia tahu bahwa ini akibat perbuatan Reynand pada saat itu.

"Ikut aku." Raymond menarik tangan Irani.

Raymond membawa Irani ke toilet. Lalu, mereka masuk ke dalam toilet rumah sakit tersebut. Mata Raymond sudah memerah dan wajahnya pun sudah merah padam karena emosi yang tertahan. Ia mencengkram bahu Irani dengan kuat.

"Irani! Katakan padaku, siapa laki-laki yang telah menghamilimu?!" tanya Raymond dengan tegas.

"A-aku ... aku —"

Ketika Irani akan menjawab, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu toilet tersebut. Mereka pun akhirnya keluar dari toilet itu dan berjalan menuju ke ruangan ICU, ruangan Reynand.

Mereka langsung masuk ke dalam ruangan ICU, yang ternyata masih ada Mama Risa dan Papa Rabbani. Mata Irani dan Raymond terbelalak lebar ketika mereka melihat Reynand sudah siuman.

"Irani! Katakan sekarang juga, di hadapan kedua orang tuaku!" titah Raymond.

Irani berlari menuju brankar Reynand. Ia langsung memeluk tubuh Reynand. Raymond dan kedua orang tuanya terperanjat kaget melihat Irani yang memeluk Reynand.

"Rey, tolong katakan pada mereka, bahwa aku mengandung benihmu. Ini semua akibat perbuatanmu waktu itu, Rey." Irani terus terisak.

"Siapa kau? Siapa mereka? Siapa kalian?"

TO BE CONTINUED

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status