Share

NADIO YANG ABSURB

Karmila gegas menyelesaikan tugas. Namun, dia sudah beberapa kali menghapus dan mengetik ulang data di komputer. Berapa lembar kertas dia pakai menuliskan kembali kata-kata yang terlupa.

Namun, itu pun sering kali diremas dan berakhir di keranjang sampah. Nadio melihat semua tingkah laku Karmila dari jendela dan gemas juga dibuatnya.

Karmila tak sadar ada sepasang mata elang sedang mengawasinya. Dia sedang iseng putar-putar bolpoin di jari jemari lalu tiba-tiba terlempar dekat pintu. Saat dia menggerakkan kursi roda dan akan mengambil, akhirnya pandangan mata mereka bertemu.

Nadio tersenyum telah berdiri depan pintu. Pria itu mengambil bolpoin lalu melangkah menghampiri meja Karmila. Seketika wanita ini duduk terpaku, raut wajahnya bersemu merah.

“Hmm ... ada apa, Lu? Gelisah banget?” tanya Nadio tepat di depan meja.

Karmila jadi kikuk, tak sanggup harus ngomong apa? Hanya bisa tersipu malu karena tingkahnya ketahuan Nadio. Namun juga ada rasa marah di hatinya.

“Beresin berkas lu, kita makan siang. Gua tunggu di mobil,“ ucap Nadio sambil berlalu melangkah menuju lift.

Kini tinggal Karmila yang gelagapan membersihkan meja kerja. Dia masih berharap di detik-detik terakhir ada sesuatu yang membatalkan ajakan pria tersebut. Oleh sebab Karmila tak habis pikir dengan sikap Nadio.

Secara selama ini, Karmila terkenal lugu, tak pernah mempunyai teman pria.

Sekarang secara mengejutkan, Nadio mengajaknya jalan bareng. Makan siang di luar kantor, antara dirinya yang nota bene seorang kru divisi dengan big bos. Hal itu tak berkaitan dengan masalah kerja tentunya. Padahal, dirinya dan Vivian sudah menduga akan ada masalah besar mengenai proposal yang divisi ajukan.

Namun sekarang, kepala Karmila dibuat pusing oleh perilaku seenaknya Nadio. Pria tersebut tak memikirkan akibat kedekatan mereka di mata seluruh penghuni kantor. Dia dan Nadio tak pernah kenal sebelumnya, di mata mereka.

▪▪▪▪¤▪°▪¤▪▪▪▪

Siang yang terik saat Karmila menemani Nadio pergi makan siang. Debu jalanan dan asap kendaraan menyatu membentuk kumpulan kabut kelabu di antara kendaraan yang melaju. Mata Karmila nanar melihat kendaraan di depan yang terselimuti gumpalan kelabu.

Pikiran Karmila sudah melayang kemana-mana, membayangkan kebersamaan mereka semalam dan pagi tadi di klinik kesehatan. Nadio bukan tak memperhatikan tingkah wanita di sebelahnya. Hingga mobil Nadio telah berhenti di tempat parkir, Karmila masih asik melamun.

“Apa perlu dibopong lagi?” tanya Nadio lirih di telinga Karmila. Wanita itu pun seketika tersadar dari lamunan.

“Eh, sudah sampai, ya, Ho ....,”

“Kita turun,” balas Nadio gegas ke arah bagasi. Pria tersebut mengambil kursi roda lalu meletakkan di samping pintu depan. Karmila keluar dibantu oleh Nadio untuk menempati kursi roda.

“Kita akan bahas proposal, kan? Kenapa harus ke sini segala?” tanya Karmila masih dengan rasa jengkelnya. Wanita ini masih menggenggam berkas proposal dengan amplop cokelat terselip di antaranya.

“Tentu aja, kita akan bahas pekerjaan, terutama attitude lu. Memalukan!” serang Nadio sambil berjalan mendahului.

Karmila tak terima dengan penghakiman yang dilakukan oleh Nadio barusan. Dia pagi ini sudah melakukan prosedur kerja yang sesuai. Bahkan ada surat keterangan dari dokter atas keterlambatannya.

Dia yang seharusnya cuti, memaksakan diri untuk masuk demi memenuhi rasa tanggung jawab, pengajuan proposal divisi dalam rapat. Di luar ekspektasinya tentang bonus akhir tahun.

“Hei! Attitude yang mana?” tanya Karmila di belakang langkah panjang Nadio.

Situasi masih sepi dan lengang saat mereka memasuki sebuah warung. Sengaja Nadio mengajak makan siang lebih awal karena tadi pagi tak sempat sarapan.

Pria berambut gondrong tersebut memilih duduk di dekat jendela, agar bisa mengawasi lalu lintas di depan. Sebelum Karmila sampai, Nadio telah sigap menyingkirkan sebuah kursi untuk ditempati oleh Karmila.

Dalam otak Nadio terpenuhi memori kebersamaan dengan Karmila serta saat pengobatan kaki di klinik barusan. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan wanita di depannya.

“Lu sadar sedang bekerja?” tanya Nadio setelah memesan menu. Sedangkan, Karmila hanya memesan minuman, beralasan masih kenyang.

Padahal fakta sesungguhnya, wanita bermuka manis ini ingin segera balik ke kantor.

“Ya, gua tahu itu. Emang ada yang salah?” tanya Karmila ketus. Dia teringat kembali saat nyaris dilecehkan oleh Nadio. Kakinya kini pincang pun karena imbas semalam. Tak berapa lama, pelayan mengantarkan menu pesanan. Nadio bersiap akan menyantap makanannya. Saat Karmila menatapnya dengan ekspresi kesal.

“Gua gak sempat sarapan. Kita bahas selesai makan,” ujar Nadio yang segera menikmati makanannya.

Karmila memandang pria ini dengan perasaan campur aduk. Antara kesal, sedih dan kasihan menghadapi pria yang baru dia tahu, adalah direktur utama tempatnya bekerja. Karmila segera menyesap habis minumannya, hingga terdengar suara angin di sedotan.

Beberapa menit kemudian, Nadio telah menghabiskan makan siangnya. Pria ini mengambil tisu lalu mengusap bibirnya. Dia bangkit dan tanpa bicara apa pun lalu melangkah ke arah kasir untuk membayar pesanan. Nadio keluar dari warung menuju tempat parkir.

Karmila yang melihat kelakuan absurb sang bos tak bisa menahan emosi. Baiklah, lu jual gua beli! Batin wanita ini kesal. Karmila segera memesan taksi online. Beruntung, dalam waktu lima menit telah terhubung sopir.

“Selamat siang, Bu. Lokasi sesuai aplikasi?”

“Selamat siang, Pak. Ya, sesuai aplikasi. Tolong jemput segera,”balas Karmila dengan hati lega.

Wanita berambut ikal tersebut menggerakkan kursi roda ke arah pintu masuk. Mobil Nadio dengan pintu terbuka masih bertengger di tempat parkir. Hal tersebut membuat hati Karmila semakin emosi.

Apa maksud lu? Gua kaga mau ngemis-ngemis minta nebeng mobil elu, kata hati Karmila sambil menyeka buliran bening yang menyembul dari kedua sudut mata. Dia tak akan merendahkan diri kepada pria yang telah berniat jahat padanya.

Tak berapa lama, tampak taksi yang dipesan oleh Karmila. Wanita berkursi roda tersebut segera beranjak menghampiri taksi. Nadio masih tampak tenang sedang bertelepon. Karmila mendengar ponselnya berdering. Dia segera mengambil dari dalam tas sambil berusaha masuk taksi.

Sopir sigap melipat kursi roda lalu menyimpan dalam bagasi. Karmila menerima panggilan telepon dari Nadio, tetapi tak ingin bersuara. “Tunggu bentar. Gua ada barang lu,” ucap Nadio dari seberang telepon.

Tak lama kemudian, pria berambut gondrong tersebut telah menghampiri Karmila lalu menyodorkan sebuah bungkusan kecil.

“Sampe kantor. Kita bahas. Penting,” ujar Nadio dengan ekspresi datar.

Perilaku pria ini semakin membuat emosi Karmila meluap. Wanita ini pun tak sia-siakan kesempatan. Dia segera mengambil amplop cokelat dari dalam berkas.

“Gue gak butuh. Sekalian gua pamit resign. Surat pengunduran diri, segera gua bikin. Biaya dokter dan kursi roda, bisa potong dari gaji terakhir gua. Kalo tak cukup, akan gua bayar via transfer,” ucap Karmila sambil menyodorkan amplop cokelat lalu segera menutup pintu.

"Jalan, Pak!” pintanya kepada sopir. Taksi mulai beranjak dan sang sopir memberi kode klakson kepada Nadio. Pria ini tersenyum kecut lalu melambaikan tangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status