Tania sedang asyik melakukan video call dengan Fahira. Ia terlihat ikut merasakan kebahagiaan saat melihat perut Fahira yang membuncit. Kamania dan bik Atun juga tampak begitu bahagia.
"Jadi, kau tetap kuliah dengan perut seperti itu, Teh?"
"Ya tentu, malah aku begitu bersemangat. Mungkin, bayiku ini ingin menjadi pintar juga hahahha. Bagaimana kondisimu,sehat? Pekerjaanmu lancar?" tanya Fahira.
"Alhamdulillah, aku udah tambah lancar sekarang. Kata ceu Inayah aku bisa ni kaya Teteh nantinya hihi ...."
Tiba- tiba pintu terdengar diketuk. Tanpa melepaskan ponselnya. Tania beranjak membuka pintu. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat siapa yang datang.
"Ka-kamu-"
"Assalamualaikum."
"Wa-waalaikumsalam"
"Ada siapa Nia? Tamu ya? Ya udah teteh sudahi dulu video callnya. Assalamualaikum."
Tanpa menunggu jawaban Tania, Fahira pun menutup percakapan lewat video call itu. Sementara Tania
Sonia menatap Gilang yang duduk di hadapannya dengan tenang. Ia merasa begitu berdosa. Selama ini, sikap Gilang tidak pernah kasar kepadanya. Bahkan apa yang ia minta sedapat mungkin selalu dipenuhi oleh Gilang. Seharusnya, ia tidak mengikuti apa yang ibu tirinya perintahkan. Penyesalan memang selalu datang terlambat."Kau masih mau menjenguk aku di sini, Mas?" tanya Sonia lirih. Gilang hanya tersenyum."Kau masih istriku.""Kenapa kau tidak menceraikan aku saja? Bahkan kau malah mencabut laporanmu. Kamu cabut pun aku tetap akan menjalani persidangan dan menanti hukuman." Kata Sonia terbata- bata. "Aku mencabut laporanku karena aku sudah memaafkanmu. Aku sudah mendengar dari penyidik, kalau selama ini kamu dieksploitasi oleh ibu tirimu. Jadi, aku dan Rivaldo sepakat untuk mencabut laporan kami kepadamu. Karena, kamu hanyalah alat saja. Lagi pula, kamu sedang mengandung anakku bukan? Ya, aku tau mungkin meski kami mencabut laporan kami k
_3 bulan kemudian_ Gilang bergegas melangkahkan kakinya di koridor rumah sakit. Begitu tiba di Bandara ia langsung naik taksi menuju Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Sonia dilarikan ke rumah sakit karena ia terjatuh dan air ketubannya pecah. Gilang begitu panik. Ia langsung memesan tiket pesawat melalui aplikasi dan langsung berangkat. Bahkan saking paniknya ia tidak membawa apa pun selain surat- surat penting, ponsel, dan atmnya. Saat ia tiba Sonia rupanya sudah dibawa ke ruang operasi. Posisi bayinya rupanya terlilit tali pusar. Dan Sonia sudah kehabisan tenaga. Seorang Polwan nampak berjaga di depan pintu ruang operasi. Gilang bergegas menghampirinya."Siang bu, saya Gilang suami Sonia." Kata Gilang sampai mengulurkan tangannya."Ah, ya pak. Saya AIPDA Anita. Bu Sonia sekarang tengah ditangani oleh dokter. Tadi, kondisinya lemah sekal
Setelah menyelesaikan semua admistrasi rumah sakit, juga menandatangani beberapa berkas dari kepolisian. Gilang pun akhirnya bisa kembali ke Bandung dengan membawa Elvano. Sesuai saran dari pihak rumah sakit, Gilang menggunakan transportasi kereta api.Dan setelah kurang lebih 12 jam di dalam kereta, Gilang pun tiba di stasiun Bandung. Beruntung sekali selama di kereta ada pasangan suami istri yang kebetulan membawa bayi juga, dan sang ibu dengan baik hati mau membantu memberi ASInya pada Elvano. Gilang pun berkenalan dengan pasangan suami iatri itu yang kebetulan rumahnya ternyata tidak jauh juga dari rumah Gilang."Mampir nanti ke rumah kami Pak Gilang," ujar Satriawan."Kalau bapak berkenan, ASI saya kebetulan melimpah. Banyak sekali di rumah. Saya bisa mendonorkan ASI saya untuk Elvano. Bukankah jadinya nanti Elvano dan Haras bisa menjadi saudara sesusuan," kata Melinda menimpali ucapan suaminya.&nbs
Tidak terasa hampir 3 bulan, setiap pagi sampai sore hari Tania akan datang ke rumah Gilang dan mengurus Elvano. Dan, 2 hari ini Gilang akhirnya mendapatkan baby sitter. Sebetulnya, Gilang sudah mencari dan banyak yang melamar sebagai baby sitter Elvano. Tapi, tidak ada yang sreg. Sampai, akhirnya piliihan mereka jatuh kepada Siti. Dia gadis yang ramah, dan keliatannya suka anak kecil. Pagi ini seperti biasa Tania sudah datang. Tania selalu datang sebelum Gilang berangkat kerja. Dan pulang setelah Gilang pulang dari bekerja. Ketika Tania datang, Gilang sedang sarapan, sementara Siti sedang asik memberikan susu pada Elvano."Eh, kamu sudah datang, Nia? Sudah makan?" tanya Gilang. Tania mengangguk. "Sebelum ke sini tadi aku makan dulu." Gilang menatap Tania, Tania di mata Gilang adalah sosok wanita yang baik dan ramah. Terlebih ia begitu baik dan sayang kepada Elvano."Ada apa ngeliatin kayak gitu, Mas? Aku ada buat sal
Fahira menatap bayi mungilnya dengan bahagia. Melalui proses alami, Fahira melahirkan seorang bayi lelaki dengan berat 3,6 kg dan panjang 48 cm. Bayi itu diberi nama Arjuna Pratama. Kamania tentu saja senang memiliki adik kecil. Ia tak henti- hentinya bertanya kapan ia boleh menggendong adik kecilnya.Pagi, itu saat sedang memberi asi pada Arjuna telepon milik Fahira berdering. Yoga yang sedang menemani Kamania sarapan, bergegas meraih ponsel Fahira yang kebetulan ada di dekatnya."AssalamualaikuM ... eh, Tania. Fahira ada, tunggu aku berikan teleponnya.""Ya Tania, tumben menelponku. Ada hal penting ya?" sapa Fahira. Tak urung, ia merasa heran ,karena biasanya dialah yang menelpon."Teh, aku ganggu ya?" tanya Tania dengan berdebar." Tidak, aku sedang memberi ASI Arjuna. Kenapa, Nia?""Teh, kemarin aku ... hmmm, jadi Teteh kan tau, kalau aku membantu menjaga anaknya mas Gilang. Jadi-" Fahi
Niat yang baik tidak boleh ditunda- tunda. Hanya 2 minggu berselang, dan pagi ini Gilang dan Tania sudah berada di KUA. Mengenakan kebaya sederhana, Tania terlihat cantik. Hanya ada Beberapa orang saksi. Yaitu ceu Inayah, Hesti dan Rivaldo, dan Ustaz Darda. Juga Tuti dan Siti. Tidak ada pesta resepsi. Mereka hanya memesan catering dan memasang tenda di depan rumah, serta mengundang para tetangga dekat dan anak- anak kos untuk makan bersama. Tidak ada juga kursi pelaminan. Tania memang menolak semua itu. Menurut Tania bukan pesta yang meriah yang menjamin rumah tangga yang bahagia. Tapi, bagaimana kehidupan setelah ijab qobul itu. Jadi, mereka memutuskan untuk mengadakannya dengan sesederhana mungkin. Yang penting sah. Dan setelah suara "Sah" terdengar dan doa- doa dipanjatkan. Juga menandatangani buku nikah dan lainnya mereka pun pulang ke rumah. Dan mulai dengan acara makan bersama. Tania juga tidak memin
Fahira tak kuasa membendung air matanya. Setelah semua yang ia lalui, akhirnya hari ini adalah hari yang bersejarah. Beberapa tahun lalu, ia hanyalah Fahira wanita yang hanya tamatan SMA. Tapi, hari ini dia berada di sini. Dan hari ini adalah hari wisudanya. Bahkan mertuanya pun datang dari Yogya di hari bahagia ini. Dengan bangganya ia memakai Toga. Semua tampak bahagia hari itu. Setelah upacara wisuda selesai dan foto bersama, mereka pun memutuskan untuk makan bersama. The Tempat Makan hari itu tidak terlalu ramai. Jadi, Surya bisa duduk menemani mereka, sambil menggendong si kecil Arjuna."Sudah pantas sepertinya kamu menjadi seorang ayah, Sur," komentar Arya yang disambut gelak tawa Surya."Loh, Arjuna dan Kamania kan anakku juga, Yah." Jawabnya."Maksud ayah, kapan kau akan mulai memikirkan diri sendiri. Usahamu sudah maju. Kehidupanmu sudah mapan, masa tidak ada wanita yang menarik hatimu?" Surya hanya te
Pagi itu suasana rumah Gilang sudah tampak sibuk. Meja makan sudah dirapikan. Makanan sudah siap di atas meja. Ada opor ayam, ketupat, rendang , sambal goreng hati ,pepes ikan mas. Ikan gurami goreng dan makanan lain. Tania sendiri tampak begitu cantik dengan gamis dan hijabnya. Sejak 5 tahun yang lalu, Tania memang memutuskan untuk berhijab. Dan, keputusannya tentu didukung penuh oleh Gilang."Jam berapa Hesti dan Fahira akan datang bersama anak- anak?" tanya Gilang."Teh Fahira, tadi sudah di tol. Mbak Hesti sama Mas Rivaldo juga sudah di jalan. Tadi, ada chat katanya sudah sampai Rancaekek. Paling sekitar satu jam lagi sampai sini," jawab Tania."Aku sudah kangen pada Kamania dan si kembar." Kata Gilang. Tania hanya tersenyum melihat tingkah suaminya itu. Setiap bulan, mereka memang selalu berkumpul,kadang di rumah Gilang, kadang di Jakarta, kadang di Tasik. Tujuannya satu, silaturahmi. Mereka sepakat, untuk selalu