Share

Mulai Menjauh

Semenjak kejadian tersebut, Yuni lebih banyak diam, kadang sesekali Ramdani memergoki Yuni tengah melamun di halaman belakang rumah.

Walaupun begitu, Yuni masih melayani Ramdani dengan baik, dia masih memperlakukan Ramdani layaknya suami, meskipun Ramdani justru sebaliknya.

"Rion, mau main sama, Papah, gak?"

Rion yang merupakan anak pertama Ramdani hanya menggeleng pelan, dia lebih asyik dengan mainan yang ada di hadapannya, dibandingkan dengan Papahnya sendiri.

Padahal, biasanya Rion tidak bisa jauh dari Papahnya, dia sering memanggil Papahnya, meskipun tidak selalu dihiraukan oleh Ramdani.

"Nak, Papah, punya mainan baru, kamu mau lihat, gak?"

Akhirnya Rion menoleh, menatap sang Papah yang sedang menyunggingkan senyuman.

"Tada!" sambung Ramdani sambil memamerkan mainan robot yang tadi dia beli di jalan.

"Nak, makan dulu, ya!"

Rion kembali menoleh, menatap Ibunya yang melangkah ke arahnya sambil membawa semangkuk makanan.

"Mamah, makan."

Meskipun belum terlalu lancar berjalan, tetapi Rion tidak pernah menyerah, dia adalah anak yang pekerja keras.

"Iya, Sayang. Ayo, makan, ya! Mamah, suapin."

Mendengar hal tersebut, Rion langsung terkekeh pelan, dia langsung merentangkan tangan ketika Ibunya semakin mendekat ke arahnya.

Tanpa menoleh maupun mengucapkan sepatah kata pun, Yuni menyimpan mangkuk berisi nasi dan sayuran tersebut di atas meja, kemudian meraih Rion yang masih merentangkan tangannya.

"Rion, mau makan di sini?"

Belum sempat anak sulungnya menjawab, Ramdani sudah lebih dulu berucap.

"Nak, di sini aja, ya, makannya. Papah, mau liat Rion makan lahap."

Rion sempat menatap Papahnya sekilas, sebelumnya akhirnya menggeleng, kemudian jarinya menunjuk ke arah belakang.

"Mamah, belakang. Ion belakang."

"Iya, Sayang. Mau makan di taman belakang, aja, ya!"

Yuni dan Rion langsung meninggalkan Ramdani tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Ramdani menunduk, menatap mainan robot-robotan yang belum sempat Rion ambil. 

Padahal biasanya, Rion begitu antusias ketika mendapat mainan dari Ramdani, tetapi kali ini justru berbeda. Rion, seakan-akan menghiraukan dirinya, layaknya Yuni.

Ramdani terpejam selama beberapa saat, kemudian menghempaskan tubuhnya sendiri ke atas sofa. Disimpannya yang mainan tersebut di samping tubuhnya, kemudian memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut.

"Mbok!" panggil Ramdani, ketika melihat asisten rumah tangga satu-satunya tersebut melintas. 

Karena memang, Dona melarang anaknya tersebut untuk memperkerjakan banyak orang dengan alasan boros dan Yuni sendiri bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri.

Namun, semenjak Yuni hamil besar, dia sudah jarang mengerjakan pekerjaan rumah dan hanya mampu membantu sesekali saja, karena tubuhnya sudah sering sekali lelah.

"Ya, Tuan. Ada keperluan apa?"

"Apa Yuni sering bercerita sesuatu sama Mbok? Karena memang, hanya Mboklah yang dekat dengannya."

Mbok Darmi terdiam sejenak. Karena memang benar adanya, kalau Nyonya tersebut lebih dekat dengan dirinya, bahkan bisa dibilang dirinya sebagai tempat keluh kesahnya Yuni.

Meskipun begitu, Mbok Darmi tidak merasa keberatan, karena dia tahu, bagaimana kesepiannya Yuni.

"Mbok, kenapa terdiam? Apa memang benar, kalau Yuni sering bercerita pada Mbok?"

"Be-benar, Tuan. Nyonya Yuni, sering bercerita pada saya, malahan--" Mbok Darmi mengangguk, dia tidak yakin ingin mengatakan hal ini pada Tuannya.

"Malahan apa, Mbok? Yuni, sering menceritakan apa? Tolong, katakan!"

"Nyonya Yuni sering bercerita sambil menangis, dia berkata sudah lelah dengan semua yang telah dia jalani, dia benar-benar hampir menyerah."

Ramdani tertegun, baru kali ini dia mengetahui tentang fakta tersebut, karena memang dia tidak pernah bertanya pada Yuni maupun yang lainnya.

Beberapa kali Ramdani menghela napas sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan sedikit kasar. Dia tidak pernah berpikir, kalau semuanya akan serumit ini.

"Lalu, apa lagi, Mbok?"

"Maaf, Tuan, kalau saya lancang, tapi apa Tuan sudah tidak mencintai Nyonya Yuni lagi?"

Ramdani terperanjat ketika mendengar pertanyaan Mbok Darmi. 

Batinnya terus bertanya-tanya, kenapa asisten rumah tangga tersebut sampai menanyakan hal tersebut padanya.

"Maksud, Mbok?" 

"Saya hanya ingin menanyakan hal itu pada Tuan saja, soalnya saya kasihan dengan Nyonya Yuni."

Entah kenapa, Ramdani merasa tidak enak ketika mendengar hal tersebut. Apa maksudnya Mbok Darmi menanyakan hal itu padanya, memangnya apa yang kurang selama ini.

"Kasihan bagaimana, Mbok? Saya memberikan Yuni tempat tinggal yang layak, dia juga tidak saya ijinkan bekerja, agar bisa lebih fokus mengurus anak dan rumah. Serta soal jatah bulanan, saya juga kadang-kadang memberikannya sama dengan Ibu saya."

"Apa Nyonya tidak mengeluh akan hal itu pada, Tuan?"

Ramdani terdiam, selama ini istrinya tersebut memang tidak pernah mengeluh soal jatah bulanan, malahan ketika dia lebih banyak memberikan uang pada Ibunya.

Di saat itu pula, Yuni selalu menerimanya dan tidak pernah mengungkit hal tersebut. 

"Tidak."

Sontak, Ramdani langsung menyipitkan mata ketika melihat Mbok Darmi tersenyum tipis. Dia merasa ada yang aneh di sini.

"Nyonya, tidak pernah mengeluh apa karena Tuan tidak pernah menanyakan hal tersebut padanya?"

Pertanyaan Mbok Darmi tersebut, langsung membuat Ramdani terdiam. Perkataan Mbok Darmi benar adanya, kalau dia memang tidak pernah menanyakan hal tersebut pada Yuni.

"Sekarang Tuan mengerti, kenapa saya menanyakan hal tersebut?"

Untuk yang kesekian kalinya, Ramadani terdiam, dia langsung menoleh, menatap Mbok Darmi dengan intens.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Wajar aj putranya ndak mau deket sama bapaknya dia peka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status