Seusai mandi ia langsung mengenakan kaus dan merebahkan diri di pembaringan.
"Mas ...." Aku tahu dia tak akan menjawab ucapanku dan kusadari percuma saja aku menggumamkan namanya, karena dalam pikirannya saat ini hanya Erika. Kuambil posisi di sebelahnya kurebahkan diri dan kami saling membelakangi, biasanya, sebelum suamiku mengenal Erika ranjang ini tak pernah sepi, selalu ada obrolan yang kami sebut ngobrol bantal, ada diskusi tentang masa depan dan candaan yang menderaikan tawa bahagia. Kini, hampir berbulan-bulan, Mas Danu tak lagi membagi kehangatannya denganku, rumah dan peraduan ini seolah olah hanya persinggahan sesaat tempat ia melepas lelah lalu pergi lagi untuk berpetualang mencari bahagia. "Ya Allah, suamiku, jangan kau sesatkan dia terlalu jauh, Tuhanku," bisikku lirih dan perlahan tanpa kusadari air mata ini menetes di bantal tidurku. Pada akhirnya jika sikap Mas Danu berlarut-larut kubiarkan maka tak bisa kuhindari jika ini adalah ambang kehancuran pernikahan kami. Begitu juga jika aku terlalu terburu-buru menyergapnya dengan tuduhan tanpa bukti tentu dia akan melawan dengan alibi yang lebih kuat, dan hal itu akan membuatku kalah telak. sebenarnya aku bisa membuat wanita itu bertekuk lutut di hadapanku akan kubuat dia menyesali semua perbuatannya atau kupermalukan dia di klub-klub sosialita kukatakan bahwa dia telah memanfaatkan suamiku untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Tapi itu terlalu mudah untuknya, bisa saja dia bisa memutar balikkan fakta dan membuat seolah-olah Aku adalah istri yang bersalah, seolah-olah Aku adalah wanita yang tidak becus mengurus suami tidak mengerti seluk beluk berumah tangga. Entah mengapa wanita yang cantik, mandiri dan punya banyak uang sepertinya mau mengganggu suami orang lain, tidak sadarkah dia bahwa dia pun telah tersakiti dengan statusnya yag dijandakan mantan suaminya? Tidak punya otak. **. Aku lupa bahwa sore ini ada arisan bulanan kami para sosialita istri pengusaha yang suami-suami kami saling berurusan satu sama lain dalam kerja sama. Maka tak ingin membuang waktu, setelah kusiapkan makan malam lebih cepat di meja, kupanggil asisten rumah tangga dan kuminta dia memberi tahu Laila putriku jika aku akan terlambat pulang sore nanti, kukatakan bahwa aku ada arisan. Kunaiki tangga dan menuju kamar tidur utama, kusiapkan baju yang akan dikenakan suamiku sepulang kerja di atas ranjang, lalu bergegas mandi dan menyiapkan diri. Kulirik jam dinding telah menunjukkan pukul tiga sore, dan biasanya Mas Danu sudah ada dirumah di jam seperti ini. Namun ia masih belum kunjung kembali. Aku berangkat di antar Pak Sardi supir pribadiku, dan tanpa sengaja di perempatan lampu merah kulihat mobil mas Danu di jalan yang bersebrangan dengan tempat mobilku berada. "Apa gerangan yang Mas Danu lakukan di jejeran ruko megah dengan logo brand-brand mahal luar negeri, apakah suamiku punya bisnis di sini?" batinku. Baru saja bersenandika seperti itu, tiba-tiba suamiku keluar dari salah satu store yang berasal dari Inggris Peacock. Ia terlihat membawa banyak paper bag belanjaan dan tak lama kemudian seorang wanita menyusul dan menggandeng tanganya mesra. "Astaga Erika lagi ...." Hendak kuperhatikan mereka akan kemana tapi kemudian lampu lalu lintas mendadak hijau dan meluncur meninggalkan tempat itu. "Ah, ya Tuhan," desahku sambil memijiti kepala yang mendadak berdenyut sakit. Satu jam kemudian mobilku sampai di sebuah resto bintang lima yang megah. Kumasuki lobi utama dan staf langsung menyambut setelah kuperlihatkan card anggota arisan kami. "Silakan nyonya," katanya sambil memintaku mengikutinya. Ketika melihatku para anggota langsung menyambut ramah dan berdiri untuk menyalami. "Hai Sarah, makin cantik aja," sapa mereka. Kubalas dengan seulas senyum di bibir, mereka ibu ibi cantik yang kaya terlihat saling berkedip dan saling melirik perhiasan mereka. Jika melihat ada perbandingan atau sesuatu yang baru dari seorang anggota maka akan menjadi topik bahasan dan bahan candaan anggota lain. Sebenarnya aku kurang suka bergabung mereka tapi demi permintaan suami,m menghormati koleganya, kubaurkan diri ke gabungan Nyonya-nyonya dengan ego dan gaya tinggi ini. Setengah jam kemudian wanita yang kubenci itu datang, ia berjalan penuh gaya dengan tas mewah ditangan, balutan dress ketat selutut berwarna maroon dengan model kerah sabrina membuat bahu dan dadanya terbuka dan memperlihatkan bentuk tubuhnya yang nyaris sempurna. "Hai teman semua," sapanya sambil melambai manja. "Oh hai, Ibu Erika," sapa anggota lain. "Sorry agak telat, abis nyari gaun yag oantas buat ketemu kalian," katanya dengan nada suara nyaris berbisik dan ekspresi bibirnya dibuat secantik mungkin. "Oh ya ampun , ha ha ha," timpal yang lain tertawa. "Beli dimana?" tanyaku seketika memasang wajah antusias. "Di Peacock dong," jawabnya sambil memutar tubuhnya penuh percaya diri. Yang lain berdecak kagum melihat bentuk tubuh Erika dari balutan gaun mewah itu. "Dibelikan atau beli sendiri?" kataku. "Eh, itu rahasia," ucapnya sambil menempelkan jari di bibirnya dan tertawa salah tingkah. "Berarti dibelikan," ucapku yang tertawa dan sontak membuat wajahnya memerah. "Dibelikan pacar atau calon suami?" "Calon dong ya? Hahahaha," timpal sosialita yang lain. "Calonnya single atau suami orang," sambungku yang seketika memmbuat tawa mereka berderai di udara. "Suami orang atau single penting aku bahagia, ka ya?" Ucapnya mencari dukungan. "Duh jangan gitu, kasihan istrinya," kata anggota berbaju hijau dengan gelang berlian di tangan. "Iya, dosa lho, ya, ntar karma," imbuh yag lain. "Lha, jaman sekarang ya ibu-ibu ga ada lagi yang mikirin dosa dan karma, penting mereka bahagia bodoh amat dengan derita orang lain," cetusku menyindirnya. "Hu-uhm, perempuan seperti itu harus dijambak dan disiram air panas." Wanita itu terlihat salah tingkah dan langsung terdiam seketika. "Eh, Jeng, kira-kira apa yang kalian lakukan kalo suami kalian mendadak ketahuan pacaran?" Pancingku untuk mengintimidasi wanita itu. "Gua sunat!" timpal Nyonya Rina pengusaha batu bara. "Langsung kuceraikan," tambah Bu Joko yang suaminya pengusaha properti. "Kalo aku sih, rumah pelakornya langsung kubakar, wanita murahan seperti itu harus dimusnahkan atau bahkan kusewa sekalian pembunuh bayaran," imbuh yang lain dengan berapi-api. "Gimana kalo ternyata pelakornya sahabat kalian sendiri?" Mendadak hening dan Erika terlihat pucat dan ketakutan, buktinya ia hanya terdiam dan sesekali hanya menanggapi dengan senyuman. Nyatanya dipermalukan juga lebih menyakitkan.Jadi menang aku atau Gundiknya? Aku bertanya pada diriku di depan kaca rias sambil membersihkan sisa sisa make up sore tadi.Selepas arisan dan sepulangnya para sahabat dan kolega akhirnya aku bisa berbenah lalu mengistirahatkan diri lepas dari sedikit masalah tentang Erika.Suamiku mendatangi ke tempat tidur dan merebahkan dirinya ke sampingku."Bagaimana, apakah hari ini hari yang panjang bagimu, Mas?""Aku cukup lelah Sarah, aku mohon untuk tak perlu membahasnya lagi," ucapnya sambil memejamkan mata."Aku juga lelah Mas, sebaiknya kita tak perlu bicara banyak," balasku lalu merebahkan diri dan memejamkan mata.***Kutemui putriku pagi ini meja makan dia terlihat bersemangat membenahi rambut dan tasnya."Kamu sudah siap ke sekolah Nak?""Iya, Ma.""Kamu gak apa-apa?"Ia terlihat membulatkan mata dan tersenyum tipis "Buat apa malu atau takut, Ma.""Oke sayang, kalo gitu mari makan," kataku.Suamiku bergabung bersama kami tak lama setelahnya."Oh ya, Pa, aku mau minta tambahan uang y
"Lihat apa yang terjadi Sarah," ujar Mas Danu sambil menghempas tubuhnya dengan frustrasi di sofa selepas ia pulang kerja sore ini."Ada apa, Mas?""Erika membuat mereka yang tadinya ingin mengambil mutiara dengan nilai beli 700 juta akhirnya membatalkan kerja samanya," ucap Mas Danu kecewa."Benaran, Mas, Bisa secepat itu?" "Iya bisa dong, Erika punya banyak kolega dan relasinya menyebar di mana-mana, ia punya pengaruh." Mas Danu memijiti kepalanya."Andai tidak ada latar belakang dendam asmara, mungkin ia tak akan membatalkan kontrak tanpa sebab, wanita itu mudah baper dan tidak profesional sama sekali," celaku pada gundiknya."Bukan begitu ....""Kenapa? Memang kenyataannya kok," sergahku."Lagian Mas juga andai ga menjalin cinta, Mas tidak akan rugi," tudingku sambil menuangkan segelas air minum di meja makan yang tak jauh darinya.Ia hanya membuang napas kasar dan terlihat amat gusar."Kendalikan sikap dan emosimu Sarah.""Aku telah mengendalikannya dengan baik, Mas. Andai tidak
"Kurang ajar!" Teriaknya yang lalu keluar dari mobilnya, suasana malam di komplek kami tidak ramai dan temaram membuat Etika berani keluar dari pintu mobilnya."Kamu kelewatan ya, aku bisa saja mematikan bisnis perhiasan dan mutiara suamimu," katanya dengan nada emosi."Kau pikir kau Tuhan yang bisa mematikan rezeki orang lain?" balasku."Kurang ajar," geramnya meradang lantas datang menghampiri dan mulai mendorong bahuku dengan kedua tangannya.Aku pun tak mau kalah membalas dan terjadilah saling dorong mendorong di antara kita berdua, ia mengenakan sepatu tinggi dan dress selutut sedangkan aku menggunakan sandal berbulu khusus di untuk di dalam rumah.Kami saling mobil, saking membenturkan badan ke mobil dan saling berjatuhan, bergulingan dan saling memukul dan mencakar."Dasar kepar**" teriaknya."Wanita murahan," balasku.Ia menampar wajahku keras hingga pipiku terasa sangat pedas, lantas kubalas dengan satu gerakan dan seketika wajahnya luka oleh bekas jari kukuku."Hei, ada apa
"Laila buka pintunya Nak," bujukku sambil mengetuk pintu kamarnya."Aku gak lagi mau bicara dengan siapa pun Ma," jawabnya, " Biarkan Laila sendiri."Aku tak bisa memaksanya jika itu memang keinginan anakku, maka aku beranjak dari depan pintu kamarnya.Aku kembali ke bawah dan menemui asisten rumah tangga dan memintanya menyiapkan makan malam."Ina, tolong ini dimasak ya," kataku sambil menunjukkan kantong berisi cumi dan sayuran."Iya, Bu."Kemudian kutemui Mas Danu yang masih membisu di ruang tivi. Kuhempaskan diri di sampingnya lalu berkata,"Katanya Mas tidak akan bersama Erika lagi, nyatanya apa?"Ia masih membisu." Mas menyuruhku menyiapkan kebutuhan untuk ke luar kota tapi Mas malah pergi belanja dengan wanita lain, dan membeli kebutuhannya," ujarku marah."Tolong jangan menyalahkan aku.""Lho siapa yang mau disalahkan kalo bukan Mas, siapa?" lanjutku."Aku ... Aku minta maaf," katanya lirih."Maaf terus, seolah semua masalah kelar dengan kata maaf, tobatnya Mas, seperti tobat
"Mama ... itu Papa dengan siapa?" ucap putriku dengan raut wajah kebingungan.Saat itu aku sendiri juga tak tahu harus mengatakan apa kepada Laila sedang suamiku berdiri terpaku juga wanita yang menjadi kekasihnya kehilangan kata-kata."Kenapa Papa bisa bersama dengan wanita itu?" Lanjut Laila."Papa menemaninya saja," ujar Mas Danu terhadap pertanyaan dan sangkaan putriku"Tapi kenapa dia sampai bergelayut di lengan Papa?" Pertanyaan itu membuat Mas Danu terkejut dan tidak bisa menjawab"D-Dia hanya teman Papa," balas Mas Danu.Belum selesai suamiku bicara, anakku telah mendekat menghampiri Erika, tanpa aba-aba ia menjambak wanita itu dengan keras."Laila ...," Seruku berusaha menghampirinya cepat untuk menghentikannya."Arggh ...." Wanita itu menggeram karena tidak sigap menerima gerakan Laila.Erika gelagapan karena rambut poninya yang ditarik dengan keras oleh anakku."Kamu pelakor hah?!" Laila mendesis sambil terus menjambaknya.Wanita itu tidak berusaha melawan melainnkan han
Kubuka pintu rumah dengan santai melewati ruang tamu yang di sana sudah menunggu suamiku. Kulirik Jam dinding bergaya klasik berukuran besar yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam."Kamu dari mana, Ma?""Dari arisan Pa.""Kok lama banget," tanyanya."Udah biasa kan, Pa?""Apakah tidak terjadi keributan di sana?" tanyanya tiba-tiba, suaranya memantul dalam keheningan rumah seolah menginterogasi kesalahanku.Aku langsung menangkap, tampaknya wanita itu tak melewatkan sedikit hal pun untuk tidak disampaikan pada suamiku."Apa maksudmu, Mas?" tanyaku membalikkan badan."Kamu bertengkar lagi""Gak.""Tapi ...."Gumbrang ....Aku sudah muak, sebingga reflek kuhempas aksesoris yang terpajang di bufet depan."Selalu tentang Erika, tentang laporan wanita itu lagi!" Desisku marah.Ia memandang pecahan kaca itu dan berkata,"Tidak, bukan tentang itu," bantahnya cepat."Lantas?""Cincin."Kulirik benda cantik yang melingkari jari manis ku. Kuremas jemariku sendiri."Kenapa?","Katakan yang