Share

AKMD 04

Aku bingung mendengar ucapannya yang hanya dua patah kata. Apa maksudnya?

Ku beranikan untuk bertanya "maksud ibu apa ya?"

"Tidak bermaksud apa apa, saya hanya ingin kamu berhati-hati".

Setelah mengatakan itu beliau beranjak pergi meninggalkan tanda tanya besar di benakku.

"Dinda, apa yang kau obrolkan bersama ibu?"

Aku kaget, sejak kapan mas Hendra berada di situ?

"Eh, tidak ada mas. Aku hanya bertanya beliau sedang apa, tapi ibu malah beranjak pergi." ucapku berbohong.

"Jangan dengarkan kalau ibu bicara yang aneh aneh."

Eh, apa maksud suamiku itu. Apakah memang seperti ini hubungan dia dengan ibunya.

"Iya mas, sebenarnya aku juga mau ke dapur kok, ambil minum. "

Aku kemudian beranjak ke dapur untuk menghindari pertanyaan2 mas Hendra.

Pun begitu, selama makan malam berlangsung ibu mertua hanya terdiam bahkan sma sekali tidak menatapku.

"Apakah kalian sudah berusaha program hamil?"

Aku menoleh mendengar pertanyaan tiba tiba papa mertuaku.

Ku lirik mas Hendra yang sepertinya tidak terganggu sama sekali.

"Sedang berusaha pa," timpal suamiku itu.

"Berusahalah yang sungguh sungguh, papa sudah ingin segera menimang cucu, "

Aku hanya terdiam, takut salah jika ikut menimpali. 

****

Di pagi harinya aktivitas berjalan seperti biasa, yang beda hanya detak jantungku yang terasa lebih bertalu talu.

"Jangan lupa nanti program hamilnya Din, jam 10 yaa... sudah mas pesankan dokternya." ucap mas Hendra tadi pagi mengingatkan.

Jam 10 dan sekarang sudah jam 9, tapi aku sama sekali belum menemukan jalan keluar jika benar hari ini mas Hendra akan membunuhku.

Untungnya tadi malam aku bisa membuka hp milik mas Hendra dengan memasukkan sidik jarinya saat ia tidur. 

Membaca pesan dari gundiknya yang ternyata berisi mengingatkan bahwa hari ini mas Hendra tidak boleh lupa dengan rencananya.

Kemudian ku gulir lagi pada sebuah nomor tanpa nama (bos mobil akan meledak setengah jam setelah keberangkatan. Nanti saya akan menghadangnya di tepi jurang agar lebih aman. Buat mobil seakan akan masuk jurang baru meledak).

Tidaklupa aku menscreenshoot percakapan itu dan mengirimnya ke ponselku. Aku yakin suatu saat akan membutuhkannya.

Akhirnya terlintas sebuah ide di kepalaku, semoga saja medannya mendukung.

Pukul 10.00

Aku menyetir sendirian, sepanjang perjalanan aku terus kepikiran. 

Bagaimana jika aku gagal ?

Bagaimana jika akhirnya aku benar benar mati dalam kecelakaan ini?

Meskipun aku bukan bocah kemarin sore yang baru bisa menyetir mobil, tapi kalau untuk urusan maut, aku takut untuk menantangnya.

Karena hanyut dalam lamunan aku sampai tidak sadar jika sudah berkendara selama 20 menit, yang artinya tinggal 10 menit lagi jika menurut perkiraan.

Jalanan memang mulai menanjak dengan hamparan jurang di kanan kirinya. Aku mulai negatif thinking. Kepercayaan diri akan keselamatanku menghilang begitu saja. Aku hanya mampu berserah kepada sang pencipta.

Aku mencoba berprasangka jika semua akan baik baik saja, tapi hatiku tetap goyah.

Apalagi ketika terlihat dari arah depan sebuah mobil box melaju ke arahku. Seolah memang menargetkan ku. Jaraknya dengan mobil yang ku tumpangi hanya sekitar 50 meter lagi.

Ku lepas sabuk pengaman dan membuka kunci pintu mobil. Aku langsung banting setir ke kiri untuk menghindari mobil box tersebut. Otomatis mobilku langsung melaju bebas ke arah jurang. 

Bruukk

Aku terpental dan

Blammm

Suara letusan bersama kobaran api membumbung begitu dahsyat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status