Share

2. Kita Bicara

Penulis: Rumi Cr
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-04 22:56:25

“Mas Satria, masih mau lanjut kerja atau istirahat?” tanya Kanaya setelah menutup pintu kamar Saka. Saat pengurus rumah membawa tas kerja Satria, beberapa map tebal turut dipindahkan ke ruang kerja.

Satria memeriksa notifikasi di layar ponselnya, lalu menjawab, “Mau bicara sama kamu.”

“Sekarang? Di sini?”

Satria menggeleng, mengendik ke arah pintu ganda di seberang kamar anaknya. “Di kamar,” katanya, kemudian melangkah ke sana.

Kanaya sempat terdiam sejenak, namun akhirnya mengikuti suaminya dan masuk ke kamar mereka. Satria beralih ke tas kerja yang diletakkan di kursi baca, mengambil komputer tablet, mengunduh beberapa file, lalu menunjukkannya pada sang istri yang duduk di pinggir tempat tidur.

Kanaya memperhatikan file itu. “Itu apa?”

“Berkas rekam medisnya Kakek. Walaupun mereka berhasil menyelamatkannya, tapi pembuluh darah yang pecah itu termasuk vital. Kemungkinan besar kondisi koma Kakek akan berlangsung lama, bahkan bisa selamanya.”

Kanaya terkesiap. “Aku temani Kakek agak l
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   42. Berkas Gugatan

    “Kamu ketemu Kanaya besok aja. Aku harus atur beberapa hal dulu.” “Ngatur apa?” tanya Ghea penasaran. “Jangan banyak tanya, dan jangan dulu kirim barang-barang dari Surabaya. Ikutin semua arahanku.” “Ya! Tapi harus jelas juga maksudmu—” Ghea terpotong oleh getaran ponselnya. “Ah, Ibu nih … mau ngomong sama kamu soal Kanaya.” Satria beralih duduk, menunggu Ghea mengatur posisi ponsel dan menerima panggilan video itu. Wajah Bu Risma terlihat sedih, bercucuran air mata. “Naya ... gimana? Kamu bagaimna bawa mobilnya sampai kecelakaan begitu?" “Ghea sudah cerita apa saja ke Ibu?" Tanya Satria sembari melirik tajam ke arah sepupunya itu. Bu Risma bercerita sebagaimana yang diceritakan oleh keponakan suaminya itu. "Ya, begitulah, Bu ... masih sama aja kondisinya. Minta doanya ya, Bu ... Untuk saat ini, belum bisa mengingat semuanya,” jawab Satria muram. Ghea mengelus pelan lengan kakak sepu

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   41. Duplikat

    Satria mengelus punggung anaknya dan berjalan ke pintu di belakangnya, menggesernya hingga cukup untuk mereka masuki. Ia saling pandang dengan Kanaya yang tampak menahan napas. “Saka .…” panggil Kanaya lembut. Satria terkesiap. Cara Kanaya memanggil nama itu sama, enggak berubah. Lengan kanan istrinya juga terangkat begitu saja. “Mamaaa .…” seru Saka antusias, tangannya terulur, berusaha meraih Kanaya. Satria mempercepat langkahnya, mendekatkan mereka, dan mendapati Kanaya tersenyum lebar tatkala Saka beringsut ke sisi kanan tubuhnya, memeluk erat. “Mama lama bangunnya .…” ucap Saka pelan, suaranya teredam di dada Kanaya. Kanaya menunduk, menciumi helaian rambut ikal anaknya, juga pelipisnya yang lembut dengan aroma susu dan buah raspberry-lime. “Iya, maaf ya … Saka pasti kangen banget, ya?” “Iya.” Saka menegakkan diri dan duduk baik-baik. “Enggak boleh peluk lama, soalnya Mama sakit.” Kanaya tertawa kecil. Ada rasa bahagia yang tak bisa ia ungkapkan setelah melihat, m

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   40. Kangen Kamu

    "Apakah selama kita menikah, Saka juga memanggilmu, Papa?”"Tentu. Aku, kan ayahnya.""Soalnya, bagi Saka ... papanya ya, Mas Kanzu. Mamanya itu, Kak Ainun.""Itu, dulu ... setelah Saka tinggal bersama kita. Dia juga memanggil kita berdua mama dan papa." Kanaya mendengkus. “Saka lebih suka mandi air hangat atau dingin?” “Hangat. Sama kayak aku.” “Warna favoritnya?” “Biru dan hijau. Lagi-lagi sama kayak aku.” “Ck! Kamu sengaja pamer, ya?” “Buat apa pamer? Memang anaknya mirip aku banget.” Kanaya kembali menyesap kuah kaldu. “Makanan favoritnya?” “Belakangan ini DinoJelly sama DinoCookies.” “Belakangan ini?” “Dia belum konsisten soal makanan favorit. Tapi akhir-akhir ini suka makan itu, buatan Mama Nununnya. Sebelumnya kamu yang selalu buatkan untuknya, Nay ...." “Oh, apakah dia sekarang semakin pinta

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   39. Enggak

    “Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Kanaya sambil menatap Satria. “Kita pergi bertiga ke Yogyakarta untuk liburan di Camping Park Merapi selama tiga hari. Lalu di hari terakhir, saat perjalanan cari oleh-oleh, terjadi kecelakaan. Jeep kita ditabrak truk yang remnya blong.” Napas Kanaya tertahan. “Bertiga, apakah bersama Saka juga. Bagaimana keadaannya ... apakah anakku baik-baik saja.” “Ya, dia baik-baik saja! Saka ada di sini selama kamu dirawat. Dia sangat sehat dan ceria. Baru kemarin dia ikut sepupu suamimu ke hotel,” jelas dr. Jihan “Aku ingin menemuinya, tolong,” pinta Kanaya, tidak bisa menunggu lebih lama. “Enggak!” ucap Satria. Enggak? ulang Kanaya dalam hati. Kesedihan yang muncul membuatnya kembali menangis. Ia tidak tahu kenapa rasanya sangat sakit mendengar Satria menolak permintaannya. “Kamu enggak bisa langsung begitu aja ketemu dia, Nay.” “Ya, tolonglah ...” kata Wafa, meny

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   38. Sabar, Nay

    “Akhirnya, Mbak Wafa datang juga ....”Wafa tersenyum pada suster yang menyapanya, meletakkan wadah makanan berisi dua belas sandwich dan enam kemasan jus.“Silakan ya, buat sarapan.”“Terima kasih, Bu. Saya kabari dr. Jihan dulu.”“Suami adik ipar saya sudah bangun?”“Sudah, Mbak Kanaya juga sudah.” Suster tersenyum lebar. “Ini baru mau saya teleponkan Mbak sebenarnya.”“Telepon saya? Ada apa?”“Mbak Kanaya yang minta, katanya tolong bilang Kak Aihun supaya segera datang.”Wafa menyipitkan mata. Lebih masuk akal jika Kanaya minta tolong Satria untuk meneleponnya.“Kok, Kanaya tahu suster bisa telepon—”Indikator pemanggil yang kemudian menyala-nyala membuat mereka terkesiap.“Itu ruangan Kanaya! Minta dr. Jihan segera ke ruangannya,” pinta Wafa setengah berlari memasuki ruang rawat adik iparnya.“Nay ....”Kanaya menangis keras, wajahnya basah dengan cucuran air mata. Satria tampak kebingungan untuk menenangkan.“Kakaaakk ....” isak Kanaya.“O ... oh iya, ini kakak, Nay ....” Wafa b

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   37. Tidak Mungkin

    Satria mendapati notes tersebut di meja saat terbangun. Saat itu pukul lima lewat lima belas. Ia meraih sebotol air mineral baru, membukanya sambil duduk, lalu meneguk hingga setengahnya. Setelah menutup kembali botol itu, Satria meregangkan tubuh, beranjak ke lemari untuk mengambil baju ganti, dan membawanya ke kamar mandi. Kanaya masih pulas, dan setiap grafik di monitornya stabil. Satria menarik napas panjang, berlalu memasuki kamar mandi dan memulai rutinitas paginya. Suara pintu geser yang bergerak membuat Satria mematikan shower dan memasang telinga. Suara ucapan selamat pagi yang samar membuatnya kembali tenang — pasti suster yang datang untuk memeriksa. Satria mengambil kemasan sabun cuci muka, tapi tiba-tiba terdengar jeritan Kanaya. “Yaa Tuhan, Nay ...” panggil Satria, meninggalkan sabunnya. Ia meraih handuk, melilitkannya di pinggang, dan bergegas keluar dari kamar mandi. “Astaga!!” seruan itu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status