Home / Rumah Tangga / AMBISI IBU MERTUA / Bab 3: Dianggap perempuan tidak becus.

Share

Bab 3: Dianggap perempuan tidak becus.

Author: Putrisyamsu
last update Huling Na-update: 2025-07-11 21:56:24

Tak puas melampiaskan rasa dongkol pada dua kucing peliharaannya, sambil mengumpat-ngumpat dengan wajah bersungut-sungut Mak Onah pergi menemui teman-teman karibnya. 

Seperti biasa empat nenek-nenek itu berkumpul setelah sholat dhuhur. Pertemuan rutin yang selalu mereka lakukan tanpa direncanakan. Seperti terjadwal secara otomatis. Kali ini rumah Mak Sri yang mereka dijadikan tempat untuk berkumpul. Membahas kehidupan orang-orang disekitar mereka.

Ada saja yang mereka bicarakan, seakan tidak pernah habis. Jika diibaratkan suara kentut tetangga yang terdengar sayup-sayup pun tak akan luput dari perhatian mereka. 

“Dasar menantu-menantu tidak tahu diri. Kenapa bisa anak-anakku mau menjadikan mereka istri,” umpat Mak Onah. “Apa anak-anakku sudah diguna-guna oleh mereka, sehingga mereka lebih mendengar ucapan istrinya daripada aku ibunya sendiri?” ujar Mak Onah mulai menjelek-jelekkan menantunya. 

“Kenapa kamu tidak mencari dukun untuk mengembalikan mantra-mantra menantumu itu,” celetuk Mak Sri menanggapi perkataan Mak Onah. Membuat yang lainya mulai bersiap-siap membahas bahan gosip yang dibawa Mak Onah

Lain pula dengan Mak Endah, ia merasa pembahasan tentang menantu Mak Onah sudah bukan lagi berita hangat. Wanita bertubuh gempal itu lebih memilih membahas tentang cucu perempuan Mak Onah. 

“Mak Onah, memang nya kamu tidak tahu, Tania cucu perempuanmu itu sudah berani menemui laki-laki di luar rumah,” ujar Mak Endah sambil mencolek paha Mak Sri. 

Belum sempat Mak Onah merespon ucapan Mak Endah, Mak Sri yang sudah paham dengan kode dari Mak Endah langsung bersuara.  

“Memangnya kamu tahu dari mana Mak Endah? Rasanya aku baru dengar. Hm, tapi sepertinya tidak mungkin. Selama ini yang aku tahu Tania itu anaknya baik, sopan, seperti yang selama ini Mak Onah ceritakan,” ujar Mak Sri dengan nada mencemooh sambil melirik Mak Asnah yang duduk bersandar pada tiang kayu penyangga atap teras. 

Mendengar nama cucu perempuannya menjadi bahan ghibah teman- teman karibnya Mak Onah memandang Mak Endah dengan kening berkerut dan bibir cemberut. Sedang hatinya bertanya. Darimana temannya itu mendapatkan berita tentang cucunya? 

“Zaman sekarang jangan percaya dengan anak gadis yang kelihatan baik. Di rumah, didepan orang tuanya pintar bersandiwara bersikap manis, seperti anak bangsawan. Tapi diluar sana entah apa yang dikerjakannya. Apalagi anak gadis sekarang sekolah membawa motor sendiri, pegang Handphone sendiri. Ih, aku tidak bisa membayangkannya,” ujar Mak endah. Sepertinya ia terlihat begitu senang berbicara begitu pada Mak Onah.

Sudah menjadi rahasia umum, meski mereka terlihat akrab, tapi diantara mereka tidak akan pernah merasa senang jika ada yang lebih menonjol dalam hal apapun salah satu diantara mereka. 

Mendengar kata-kata Mak Endah, Mak Onah merasa mukanya memanas. Seketika ia terbayang wajah Tania cucu perempuan kebanggaannya. Gadis belia berwajah cantik yang selalu mengenakan kerudung setiap keluar rumah

Meskipun Mak Onah dan ibu cucunya tidak pernah akur. Namun ia selalu membanggakan Tania pada teman-temanya, karena selalu berprestasi di sekolah. Kadang ia terlalu berlebihan membanggakan cucunya membuat ketiga sahabatnya merasa muak. 

“Iya, tetangga saudaraku anaknya seumuran Tania, kelakuannya terlihat baik. Kerudung tidak pernah lepas dari kepalanya. Tidak taunya dia dihamili oleh pacarnya.” Dengan wajah serius Mak Asnah bercerita tentang tentang berita yang didengarnya, berharap Mak Onah akan kena mental. 

“Cobalah katakan pada Wanda anakmu itu, supaya lebih berhati-hati menjaga anak gadisnya. Sayang jika punya anak perempuan sebaik itu, tiba-tiba dia mendadak minta dikawinkan karena sudah hamil,” ucap, Mak Sri berapi-api. Harapannya sama dengan kedua temannya. Membuat Mak Onah kena mental. 

“Seandainya nanti Tania menikah, kita bisa makan enak. Sambal rendang daging buatan Mak Onah,” Sorak Mak Asnah membayangkan makanan enak. 

“Hahaha!” Tanpa dikomando ketiga teman Mak Onah tertawa terpingkal-pingkal seolah merasa ada yang lucu. Sepertinya teman-teman mak Onah sengaja memanas- manasi hati Mak Onah, mereka terlihat begitu bahagia seolah merasa terhibur melihat Mak Onah bertambah kesal. 

“Kamu tidak punya anak perempuan, Mak Onah. Jadi kamu tidak tahu caranya mendidik dan menjaga anak perempuan,” tambah Mak Asnah sambil menyunggingkan senyum khasnya. Senyum yang oleh sebagian orang akan merasa muak melihatnya. Karen dari senyumannya itu terekspresi sifatnya yang suka mencemooh orang. 

Mendengar perkataan teman-teman karibnya, hati Mak Onah semakin panas. Dadanya seakan terbakar hingga membuat nafasnya naik turun dengan cepat. Menimbulkan suara dengusan kecil dari lobang hidungnya. 

“Ini semua karena Nadya yang tidak becus mendidik cucuku. Tania itu tidak tau apa-apa. Pasti dia seperti itu karena terbawa-bawa oleh kelakuan mamanya yang tidak pantas. Dasar menantu tidak jelas!” ucap Mak Onah dengan nafas terengah- engah. Membuat ketiga teman nya semakin senang, terlihat rasa puas pada wajah mereka. 

“kamu harus bertindak cepat, Mak Onah. Sebelum semuanya terlambat. Memangnya kamu mau jika salah satu keturunanmu merusak harkat dan martabat keluarga kalian?” tambah Mak Asnah dengan semangat. 

Tanpa berkata apa-apa dengan ketiga temannya, Mak Onah beranjak dari duduknya. Dengan tergesa-gesa ia meninggalkan teman-temannya. Wajah ketiganya terlihat berbinar-binar seolah merasa bahagia karena telah sukses membuat mak Onah kebakaran jenggot. 

“Mak Onah, kamu mau kemana?” teriak Mak Endah begitu mak Onah sudah hampir berada di jalan. 

Tanpa melihat sedikitpun pada ketiga temannya, Mak Onah terus berjalan tanpa memperhatikan jalan yang ia lewati. Hingga membuatnya hampir terjatuh karena tersandung batu. 

“Hei, nenek-nenek tua bangka tukang adu domba. Sudah sering kena batunya tidak juga kalian merasa kapok!” Tiba-tiba dari arah samping rumah Mak Sri muncul seorang wanita seumuran Nadya. Matanya melotot sambil berkacak pinggang. Tampak sekali jika ia sangat tidak suka pada Mak Onah dan teman-temannya. 

“Katanya sahabat karib, nyatanya jadi korban adu domba kalian juga. Dasar, sudah tua bukannya memperbanyak ibadah. Malah menjadi-jadi berbuat dosa,” ujar Yuni perempuan yang tinggal disamping rumah Mak Sri dengan nada ketus. 

“Bukan urusan kamu, Yuni. Awas ya kalau nanti Nadya sampai tahu, pasti kamu yang mengadukannya pada Nadya,” cecar Mak Asnah. Ia juga tidak terima telah dibentak oleh orang yang lebih muda darinya. 

“Kalau iya, memangnya kenapa? Masalah buat kalian?” ucap Yuni seakan menantang wanita-wanita tua itu. Dari sorot matanya yang tajam ia seperti menyimpan kebencian dan dendam yang begitu mendalam. Dendan yang sudah terpendam lama. 

Sementara Mak Onah yang berjalan dengan tergopoh-tergopoh tanpa memperdulikan orang yang menegur dan memandangnya dengan tatapan aneh. Tak lama orang tua itu akhirnya tiba di halaman rumahnya. 

“Tania … Tania …!” teriak Mak Onah di depan pintu rumah Nadya. Nafasnya tersengal-sengal akibat berjalan terburu-buru, ditambah karena menahan emosi yang menggebu-gebu, yang telah berhasil disulut oleh ketiga teman karibnya. 

                              ******

                      Bersambung

      

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 45: Ada apa dengan Mak Onah?

    Bab 45 : Ada apa dengan Mak Onah? Mak Sri dan Mak Endah berlari keluar rumah, disusul oleh Mak Yeyen yang pakaian bawahnya telah basah karena buang air kecil yang tidak bisa ditahannya. tubuh mereka gemetaran melihat lima orang polisi berpakaian preman dan berwajah menyeramkan berdiri tegap di depan tempat tidur Mak Onah. Di teras beberapa warga menghadang dan menangkap ketiga nenek itu yang mereka kira hendak melarikan diri. “Ayo, mau lagi kemana kalian!” sergap salah seorang tetangga. “Tangkap nenek-nenek jahat ini pak polisi, jangan biarkan mereka kabur!” Warga berteriak ikut melampiaskan kekesalan mereka selama ini karena ulah Mak Onah dan teman-temannya. “Masukkan mereka ke penjara biar tidak bikin onar lagi!” teriak yang lainya. Membuat ketiganya semakin ketakutan. . “Ampun, tolong, tolong jangan tangkap kami. Biarkan kami lepas. Kasihani kami sudah tua.” Mereka meratap memohon ampun di tengah kerumunan warga yang

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 44: Akhirnya semua orang tahu perbuatan gila Mak Onah dan teman-temannya.

    Bab 44: Akhirnya semua orang tahu perbuatan gila Mak Onah dan teman-temannya. “Mamak sudah sadar!” jerit Rina. Mereka berlari ke dalam ingin mengetahui keadaan Mak Onah. Hanya Wanda yang masih bertahan berdiri di halaman meratapi kepergian istrinya. Seperti anak kecil yang tidak tahu malu lelaki bertubuh tegap itu terus berteriak memanggil nama istrinya. Membuat tetangga yang terusik dengan kehebohan itu keluar rumah dan mendatangi kediaman Mak Onah. “Nadya…jangan pergi… maafkan abang…!” lulungnya begitu dramastis. Membuat Orang-orang yang sudah berkumpul memandangnya keheranan. “Nadya…!” jeritnya lagi. Suaranya sangat mengenaskan. Sepintas orang yang mendengar akan ikut terhanyut merasakan kepiluan hatinya “Akh… !” “Wanda, kenapa kamu ini? Apa kamu sudah gila?!” teriak salah seorang dari mereka ketika melihat Wanda menghantamkan kepalanya di tiang penyangga

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 43: Keputusan akhir Nadya.

    Bab 43 : Keputusan akhir Nadya. Tubuh Mak Onah tergeletak pingsan di di tempat tidur yang sudah dipindahkan anak-anaknya di ruang tengah. Tampak tubuh kurus wanita tua renta itu terbaring lemah dengan kepala dan kaki diperban. “Kenapa mamak bisa ditabrak mobil, memangnya kalian dari mana?” tanya Feri sangat cemas dengan keadaan Mak Onah. Begitu juga dengan Danur. Mendengar kabar Mak Onah mengalami kecelakaan mereka bergegas menyusul ke kerumah sakit. Mak Onah mengalami patah tulang akibat benturan benda keras yang menghantam kakinya. Sementara kepalanya harus dijahit karena koyak. “Mereka memutuskan untuk tidak merawat Mak Onah berobat di rumah sakit. Karena pihak rumah sakit menyarankan agar kaki Mak Onah dioperasi. Karena faktor usia, semua anaknya memilih melanjutkan pengobatan alternatif patah tulang. “Mamak sebenarnya tidak ditabrak tapi mamak yang menabrakkan diri,” jawab Wanda. “Apa?! Masak mamak mau bunuh diri

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 42: Penyesalan betujung bencana.

    Bab 42 : Penyesalan berujung bencana. “Pak polisi, jangan masukkan saya ke penjara…” raung Mak Onah. Perempuan itu dengan sisa-sisa kekuatannya merangkak ke arah lelaki berseragam polisi. Membuat pemandangan di ruangan itu semakin menggemparkan. “Siapa nenek ini, Kak Alifa?” tanya lelaki itu dengan sorot mata kebingungan. Bagaimana dia tidak bingung, baru saja datang, seorang nenek tua memeluk kakinya sambil meraung-raung seperti orang kesurupan, hingga ia kesusahan untuk berdiri. Sedangkan Wanda yang merasa nyawanya sudah melayang ke langit hanya termangu. Otak nya sudah tidak dapat berpikir dengan jernih. “Ada apa sebenarnya ini, Kak? tolong jelaskan,” pinta lelaki itu. Matanya menatap pada semua orang yang berada di ruangan itu meminta penjelasan. “Tidak ada masalah bukan dengan acara pernikahanya?” tanyanya lagi dengan cemas. Dengan hati yang masih diliputi rasa bingung ia berusaha melepas tangan Mak Onah yang memeluk kakinya

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 41: Menerima kenyataan

    Bab 41: Menerima kenyataan. “Iya, memang sudah beberapa bulan ini Syarif tidak di sini. Sedang ada urusan di Malaysia. Makanya, setiap Mak Onah datang kemari tidak pernah bertemu denganya,” terang Bu Anggraini. Dengan sangat santun Syarif menyalami Wanda dan Mak Onah. Saat tangan mereka bersentuhan Syarif merasakan tangan kedua orang yang baru dikenalnya itu terasa begitu dingin. “Tapi bukankah Laras dan suaminya sudah bercerai?” tanya Mak Onah dengan suara bergetar. Seluruh tubuh perempuan tua itu terasa panas dingin. Begitu juga dengan Wanda. Bukan hanya terkejut. Lelaki itu merasa sangat malu hingga tidak sanggup mengangkat wajahnya. “Siapa yang mengatakan begitu pada Mak Onah?” tanya Laras dengan kening berkerut. Ia lalu memandang Alifa dan adik iparnya yang saat itu hanya tersenyum. Kecil. “Tempo hari. Laras sendiri yang mengatakannya padaku saat mengantar oleh-oleh dari tanah suci.” Dengan menahan rasa malu Mak Onah mencer

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 40: Mak Onah dan Wanda pasang aksi.

    Bab 40: Mak Onah dan Wanda pasang aksi. “Kamu jangan bohong dengan mamak, Wanda. Kamu masih suka bukan dengan Laras. Ya, aku tahu. Dari sorot matamu saat menatap Laras waktu itu. “Tapi apa mungkin Laras juga masih mau denganku? Mamak tahu sendiri bukan, meski dulu aku dan Laras pernah saling mencintai tapi sekarang dalam segi ekonomi aku tidak lebih baik dari mantan suaminya itu. Bukan tidak mungkin dia akan mencari pengganti suami seorang lelaki yang jauh lebih mapan dari aku. Bahkan dari mantan suaminya. “Kamu ini, jadi laki-laki kok mental tempe. Pantasan saja selama ini kamu mau dibodoh-bodohi istrimu itu,” ucap Mak Onah kesal karena Wanda belum apa-apa sudah menyerah. “Percaya dengan mamak. Asal kamu yakin tidak ada yang tidak mungkin. Lagi pula aku akan berdiri di belakangmu. Kamu tahu bukan, doa seorang ibu seperti apa?” ucapnya dengan nada penuh tekanan. Seolah mendapat semangat baru Wanda menetapkan keputusannya. Berusaha

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status