Home / Rumah Tangga / AMBISI IBU MERTUA / Bab 4: Mak Onah ngamuk.

Share

Bab 4: Mak Onah ngamuk.

Author: Putrisyamsu
last update Last Updated: 2025-07-11 21:58:21

Mendengar teriakan mertuanya seperti orang kesurupan Nadya yang baru saja selesai menunaikan shalat ashar dalam keadaan masih mengenakan mukena menghambur keluar. Detak jantung nya seakan hendak lepas mendengar ibu mertuanya seperti akan menghabisi putrinya. 

“Mana Tania, aku mau bicara dengan anak itu!” desak Mak Onah. Memaksa Agar Nadya menghadapkan Tania padanya. 

“Mau apa mamak mencari anakku?” tanya Nadya dengan kasar. Ia sudah tidak peduli siapa orang yang berada di hadapannya. 

“Jika kamu tidak bisa mengajar anak, biar aku saja yang mengajar cucuku. Dasar perempuan tidak jelas. Tidak becus mendidik anak!” maki Mak Onah pada menantunya. 

Mendengar suara teriakan Mak Onah yang begitu kencang, sebentar saja halaman rumah itu kembali ramai dikerubungi tetangga. Bahkan orang yang sedang melintasi jalan merasa penasaran hingga menghentikan sepeda motor ditepi jalan. 

Begitu juga dengan Tania dan Wanda yang berada di dapur bergegas keluar rumah dengan hati bertanya-tanya. 

“Tania! siapa laki-laki yang kamu temui kemarin sore, ha?!” bentak perempuan tua itu setelah melihat cucu perempuannya sudah berdiri diambang pintu. 

“Lihat kelakuan anakmu Wanda, Diam-diam dia sekarang sudah berani bertemu dengan laki-laki diluar rumah. Aku yakin pasti karena istrimu tidak becus mendidik cucuku!” tuduh Mak Onah dengan kasar. Telunjuk perempuan tua itu mengarah pada wajah Nadya yang tentunya merasa bingung. 

Mendengar perkataan kasar yang menuduh dirinya serendah itu Nadya hampir tidak bisa menahan emosi. Masih dalam keadaan mengenakan mukena ia meraih sapu dan melayangkannya pada Mak Onah Yang hanya berjarak dua meter darinya. 

Untung saja Wanda suaminya dengan sigap menahan tangan Nadya sambil meminta Nadya Untuk beristighfar. 

“Lihat oleh kalian kelakuan perempuan ini. Benar-benar tidak ada akhlak. Kalian bisa lihat sendiri dengan mata kepala kalian. Aku ibu mertuanya saja hendak dipukulnya dengan sapu!” teriaknya merasa menang karena kali ini ia berharap Wanda akan membela dirinya. 

“Menyesal aku punya menantu seperti kamu, Nadya!” kembali kata-kata kasar yang sangat menusuk hati Nadya diucapkanMak Onah dari mulut tuanya.

“Astagfirullah hal azim.” Bertubi-tubi ucapan istighfar terdengar dari mulut kerumunan orang yang menyaksikan kegaduhan itu. 

“Mengapa kamu tahan istrimu, Wanda. Biarkan saja dia memukul ibumu dengan sapu itu. Kalau perlu mulutnya itu dihancurkan saja biar tidak bisa seenaknya mengghibah lagi!” teriak salah satu tetangga yang ikut merasa kesal dengan kelakuan Mak Onah. 

“Diam kalian, jangan ikut campur. Ini urusan keluargaku!” bentak Mak Onah pada perempuan yang baru saja menghujatnya. Bukannya mendapat simpati, Orang-orang itu malah mendukung menantunya. 

Nadya yang hampir kehilangan kendali akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa karena dekapan suaminya yang begitu erat. Wanda mengucap istighfar berulang-ulang ke telinga istrinya, namun ucapan itu tetap tidak bisa meredam emosinya. 

Tak tahan melihat keadaan ibunya yang sering merasa tertekan karena ulah neneknya, Tania gadis belia itu bersuara. 

“Maksud nenek apa berbicara seperti itu. Aku–” Tania tidak sanggup meneruskan kata-katanya, suaranya terasa tercekat di kerongkongan. Air mata tampak mulai jatuh dari pelupuk matanya. Tidak hanya perkataan neneknya yang membuat luka dihati gadis itu, juga rasa malu yang tak tertahan karena telah dipermalukan didepan semua orang. 

Melihat Tania yang tidak mengerti apa-apa dicerca habis-habisan oleh neneknya sendiri, Nadya memeluk Tania. 

“Coba mamak jelaskan, mengapa mamak berkata yang tidak-tidak seperti itu,” pinta Wanda masih merasa bingung dengan apa yang sedang terjadi. 

“Ada yang memberitahu aku, sore kemarin Tania bertemu pacarnya diluar sana. Belum lagi tamat SMP sudah gatal. Sudah minta kawin, kamu ha!” Teriak Mak Onah dengan geram, semakin menekan dan memojokkan cucunya. 

“Ini akibat kamu terlalu menurut dengan istrimu, Wanda. Dukun mana yang sudah memberinya jampi-jampi sehingga kamu seperti kerbau yang dicucuk hidung!” jeritnya sambil menjambak-jambak rambutnya sendiri, seolah ia ingin memperlihatkan ke semua orang jika dirinya adalah orang tua yang tersakiti. 

“Istighfar Mak. Jaga omongan mamak,” ucap Wanda dengan suara bergetar. Sementara tangisan Tania semakin keras dan air matanya bercucuran dengan deras. Tak tahan dengan cercaan dan tuduhan neneknya gadis itu menenggelamkan wajah di dada ibunya. Demi melihat keadaan anaknya Nadya berusaha mengendalikan emosinya. 

“Nenek jangan menuduh Kak Tania seperti itu. Siapa bilang Kak Tania pergi bertemu pacarnya!” ucap seorang anak laki-laki. 

Tiba-tiba Akmal muncul dari balik kerumunan orang-orang di halaman rumahnya. Membuat perhatian semua orang tertuju padanya. 

“Kemarin Kak Tania tidak pergi sendirian, Kak Tania pergi denganku. Lagi pula aku dan Kak Tania pergi karena disuruh mama mengantar obat herbal pesanan langganan mama. Karena sudah sore tidak mungkin kami mengantarkan ke rumahnya. Jadi kami sepakat bertemu di persimpangan,” terang Akmal dengan suara keras karena ikut terbawa emosi. 

“Huuuuuu!” Terdengar teriakan orang-orang menyoraki Mak Onah yang mukanya menjadi merah dan terasa memanas. 

“Tanpa memperdulikan ibu mertuanya Nadya membawa masuk Tania yang sangat terpukul karena dituduh yang tidak-tidak dan dipermalukan oleh neneknya sendiri. 

“Setelah mengetahui permasalahan penyebab keributan yang terjadi sore itu, berangsur kerumunan orang yang memenuhi halaman rumah Mak Onah mulai membubarkan kan diri. 

“Dasar orang kalau hatinya sudah busuk otaknya nya pun tidak bisa berpikir jernih” Celetuk seseorang dari kerumunan itu. 

"Orang seperti itu kalau mati seperti apa ya?” sahut yang lainnya. 

Wanda yang merasa serba salah dengan keadaan yang sedang terjadi antara keluarganya dan ibu kandungnya sendiri merasa tubuhnya menjadi lemas. Apalagi mendengar tanggapan miring orang-orang tentang ibunya membuat dadanya menjadi sesak. 

“Sekarang sudah jelas kan, Mak permasalahannya. Sudahlah, Mak, jangan berprasangka yang tidak-tidak lagi tentang anak dan istriku,” ujar Wanda memohon. 

Ucapan yang keluar dari mulut Wanda tidak sedikit pun digubris oleh mak Onah. Ia membiarkan Wanda terus memohon, bahkan menghiba padanya. 

"Tolonglah, Mak. Ubah kelakuan mamak itu. Ingat Mak, mamak sudah tua,” ucapnya dengan memelas.

“Apa? Kau mendoakan aku cepat mati!” Mak Onah malah membentak anaknya karena salah mengartikan kata-kata yang diucapkan Wanda. 

“Bukan seperti itu, Mak,” ucap Wanda semakin merasa bingung tidak tau harus berkata apa dengan ibunya. .

“Sudah! Jangan kau ajari aku,”sungutnya. 

Dengan menghentakkan kaki ke tanah Mak Onah beranjak dari tempatnya berdiri. Masih dengan omelan yang tidak jelas dan sumpah serapah dari mulutnya ia berjalan menuju rumahnya. Wajah tuanya yang dipenuhi garis-garis keriput terlihat semakin tampak mengerikan. 

Wanda tak mampu berkata apapun pada ibunya. Hatinya semakin tertekan tidak tau harus berbuat apa. Dengan sorot mata yang susah diartikan lelaki itu menatap tubuh tua Mak Onah hingga menghilang dibalik pintu. 

        

         “Papa …kakak, Pa...!" Teriak Akmal dari dalam rumah. 

                           *************

                          Bersambung

        

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 96: Mengapa Nadya jadi malu?

    Bab 96. Mengapa Nadya jadi malu? Nadya sudah berada di sebuah kamar yang nyaman. Hingga tidak terasa jika tempatnya berada saat itu adalah sebuah kamar perawatan di rumah sakit. Tepatnya seperti kamar hotel yang nyaman. Membuat Bu Retno tak henti-henti mengagumi. “Gila Pak Hardi. Pengorbanannya untuk wanita pujaannya lumayan juga. Beruntung sekali Bu Nadya. Semoga mereka secepatnya menikah. Tapi dasar Pak Hardi tidak peka dengan perempuan. Dia yang lama nembak Bu Nadya aku yang gregetan.”Bu Retno duduk di sebuah sofa yang disediakan rumah sakit untuk keluarga pasien sambil mengamati kamar rumah sakit yang sangat nyaman. Bu Retno tak henti menggerutu mengingat tingkah temannya. “Bude, apa Pak Hardi yang membawa saya ke rumah sakit?” tanya Nadya pada Bude Ijum yang duduk di samping tempat tidurnya. “Iya, Tadi dia yang membawa kamu ke sini. Dia begitu cemas begitu tahu kamu pingsan. Hingga tidak peduli dengan pekerjaanya. Nadya terdiam. Ada ra

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 95: Praktek jadi suami siaga.

    Bab 95: Praktek jadi suami siaga Pak Hardi masuk kedalam ruangan UGD yang hanya diberi pembatas kain gorden berwarna cream yang tingginya tiga setengah meter. Di sana di sebuah tempat tidur besi sempit Nadya terbaring lemah dengan sebuah tali infus yang menyalurkan obat yang tergantung di pada besi ketanganya. Dengan perasaan berdebar lelaki itu menatap Nadya yang terlihat pucat. Yang dirasakannya kini bukan hanya perasaan cinta. Tapi juga rasa iba dan kasihan yang menyentuh hati. Perasaan tidak rela melihat wanita yang dicintainya memendam sendiri tekanan batin yang sangat kuat menghimpit jiwanya hingga berpengaruh pada raganya. Hingga timbul di hatinya rasa ingin melindungi. Menjadikan dirinya sebagai sandaran untuk tempat melebur duka lara. “Istri bapak baru saja siuman,”ucap wanita yang memakai jas putih yang telah memeriksa keadaan Nadya. Mendengar perkataan dari bibir dokter wanita itu Pak Hardi jadi serba salah, apalagi dokter itu mengucapkannya langs

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 94: Di rumah sakit.

    Bab 94: Dirumah sakit. Dirumah sakit, Nadya masih tidak sadarkan diri. Tubuhnya terbaring lemah diatas ranjang sempit rumah sakit menanti berbagai tindakan yang akan dilakukan dokter dan time perawatnya untuk menanganinya. “Sejak dari jam berapa istri bapak pingsan?” tanya dokter wanita pada Pak Hardi. Pak Hardi terkesiap. Ia merasa canggung ditanya seperti itu. Bagaimana dokter tidak bertanya seperti itu padanya? Hanya Pak Hardi satu-satunya lelaki yang ada saat mengantar Nadya. Dari wajahnya, dokter dan perawat melihat wajah Pak Hardi begitu cemas. Tentunya mereka berpikir jika Pak Hardi adalah suami Nadya. “Tadi saat ibu ini pingsan. Bapaknya belum pulang dok. Yang ada hanya anaknya.” Untungnya Bu Retno yang paham dengan situasi segera memberi penjelasan yang masuk akal pada team medis. Dengan keadaan yang sudah sedikit tenang Nadya menceritakan semuanya pada dokter. “Bapak sedang ada masalah dengan istri bapak, ya? Sebaiknya diseles

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 93: terkuak siapa Pak RT

    Bab 93: Terkuak siapa Pak RT. Wajah Pak RT langsung berubah. Ia benar-benar marah. Ia tidak Terima dan merasa sebagai orang yang memiliki kekuasaan di tempat itu telah dilangkahi. Yang membuat ia sangat tidak terima karena Pak Hardi telah mengambil kesempatan yang seharusnya menjadi miliknya untuk mendekati Nadya. “Wah, Pak Hardi itu benar-benar kelewatan.” Pak Heru menambahi bumbu agar Pak RT bertambah marah. “Kelewatan Pak Hardi itu. Seharusnya dia menunggu keputusan saya dulu baru bertindak. Dia tidak punya wewenang. Bu Nadya itu warga saya. Lagi pula dia itu tidak termasuk warga komplek ini.” ucap Pak RT pada Ketiga tetangga Nadya yang tidak tahu apa-apa. Tapi pernyataan Pak RT itu malah membuat ketiga wanita itu merasa ada yang aneh. “Pak RT, seharusnya bapak berterima kasih dengan Pak Hardi. Dia sudah membantu Bu Nadya dan anak-anak nya. Seandainya menunggu bapak datang bisa terjadi apa-apa dengan Bu Nadya,” sanggah Bu Lastri. Dan ia menungg

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 92: Pak RT marah.

    Bab 92: Pak RT marah. Melihat Tania berlari keluar dengan wajah panik Wahyu dan Reza pun ikut panik. Spontan mereka bediri dan mendekati Tania. “Tenang dulu Tania,” ujar Wahyu, dia mendekatkan kursi plastik untuk Tania duduk agar gadis itu tenang. “Ada apa?” tanya pemuda itu penasaran. “Mama. Barusan aku bangunkan mama di kamanya, mau aku suruh makan. Tapi mama tidak bergerak,” jelas Tania. Dengan cepat tapi terbata-bata karena terlalu cemas. “Astaghfirullah. Bagaimana ini, Za. Tidak mungkin kita masuk ke kamar Bu Nadya,” ujar Wahyu ikut panik, hingga dia mondar-mandir tidak tahu harus berbuat apa. “Sebentar,” seru Reza, ia bergegas meninggalkan Wahyu dan Tania di teras. Wahyu melihat Reza berlari ke arah rumah tetangga didepan rumah Nadya. Sebentar saja Bu Lastri pemilik rumah berjalan tergesa-gesa bersama Reza kearah rumah Nadya. “Ayo, Tania antar saya ke kamar ibumu!” ucap Bu Lastri yang juga terlihat panik. “Bu. B

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 91: Mencekam.

    Bab 91: Mencekam “Pokoknya sekarang kamu pulang dengan mama…” Nadya membentak Akmal. Sebuah perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Tapi rasa takut akan kehilangan anaknya membuat wanita itu kehilangan kendali. Hingga tidak peduli ia memarahi Akmal di tengah orang ramai. “Ma. Tolonglah, mengerti. Akmal hanya ingin bersama papa,”ucap Akmal berharap mamanya mengerti. Mata remaja itu berkaca-kaca. Sedang semua mata memandang pada ibu dan anak yang saling bersitegang mempertahankan haknya. “Aku tidak akan pernah mempercayakan anak ku dengan laki-laki itu. Dirinya saja tidak bisa dia urus. Bagaimana mungkin anakku akan nyaman dengannya,” ucap Nadya dengan kasar pada Wanda yang berdiri bersama Akmal. “Kenapa Nadya? Karena aku cuma orang miskin dan kamu sekarang sudah jadi orang sukses?” tanya Wanda dengan mata berkaca-kaca. Dia sadar dengan keadaan dirinya. Tapi dia juga tidak kuat harus menahan diri berjauhan lebih lama lagi dengan anak lelaki nya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status