Beranda / Rumah Tangga / AMBISI IBU MERTUA / Bab 2: Menantu yang tidak diharap.

Share

Bab 2: Menantu yang tidak diharap.

Penulis: Putrisyamsu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-11 21:52:53

“Aaalah, dari dulu sudah berapa kali minta cerai, nyatanya sampai hari ini masih tinggal disini. Memangnya jika kamu diceraikan oleh Wanda kamu mau tinggal dimana, mau pulang ke rumah ibumu yang kumuh itu? Ya, sudah pergi sana!” cemooh Mak Onah, menghina keluarga Nadya. 

“Tapi, jangan coba-coba kau bawa cucuku. Aku tidak sudi cucuku berbaur dengan keluargamu,” ucapnya dengan telunjuk masih mengacung ke wajah Nadya. 

“menantu tidak tahu Terima kasih, sudah bagus diberi tempat tinggal gratis disini,” ungkit Mak Onah dengan pongah. 

“Kamu kira, aku tidak bisa hidup ditempat lain, ha!” ucap Nadya gusar. "Dari dulu aku yidak pernah berharap tinggal disini, kalau bukan karena ayah,." Hati perempuan itu terasa begitu sakit karena ibu mertuanya telah mencabik-cabik harga diri nya di depan orang banyak. 

__________

Lagi-lagi kisah tentang konflik ibu mertua dan menantu perempuan yang tidak pernah habis di muka bumi ini. Ibu mertua yang terlalu egois menganggap menantu perempuan sebagai benalu, perusak hubungannya dengan anak-anak lelaki mereka. Menganggap menantu perempuan racun yang merusak pemikiran anak-anak lelaki mereka. Merasa menantu perempuan penyebab dirinya tidak dipedulikan oleh anak-anak lelaki mereka. 

Nadya salah satu perempuan di muka bumi ini yang telah bertahun-tahun berseteru dengan ibu mertuanya. Keadaan yang sama sekali tidak pernah diinginkannya. 

Jauh di lubuk hatinya, Nadya Ingin menganggap ibu dari suaminya seperti ibu kandung sendiri. Apalagi mereka tinggal bersebelahan rumah. Dipekarangan rumah yang sama, yang dulu dibeli oleh ayah mertuanya dari hasil memeras keringat. Rumah yang hanya berjarak beberapa meter dari rumahnya. Rumah yang dibangun oleh ayah mertuanya dengan harapan agar mereka dapat hidup dengan rukun sebagai keluarga. 

Semenjak kejadian siang itu rasa simpati Nadya pada ibu mertuanya semakin hilang. 

Nadya masih ingat bagaimana perih hatinya mendengar secara langsung umpatan mertuanya yang menyalahkan dirinya ketika harus melahirkan dengan jalan cesar. Melahirkan anak pertama dengan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Menganggap Nadya tidak mau berusaha melahirkan dengan jalan normal. 

Kenyataan berkata lain. Sebulan setelah kelahiran anak pertama mereka, Wanda di PHK dari pekerjaan. Dan dengan seenak hati, tanpa memikirkan perasaan anak dan menantunya wanita tua itu menganggap kelahiran cucunya tidak membawa berkah. Bahkan dengan teganya ia berkata pada orang-orang jika cucunya anak pembawa sial. 

“Malang sekali hidup anak kita pak. Istrinya tidak becus, dia hanya menyusahkan anak kita saja. Sekarang anaknya sudah lahir Wanda malah kena PHK. Sepertinya anak Nadya itu pembawa sial.” Saat itu mak Onah berkata pada suaminya di depan Nadya yang sedang menyusui bayinya. 

Tanpa disadarinya Wanda yang baru saja pulang dari warung mendengar ucapan itu. 

“Apa maksud mamak berbicara seperti itu. Anakku tidak membawa sial. Anakku bukan anak haram. Jika mamak menganggap anakku pembawa sial itu terserah mamak,” ucapnya kala itu dengan geram. 

Tidak ada yang lebih menyakitkan didunia ini selain mendengar orang menghina darah dagingnya sendiri. Apalagi yang menghina itu adalah ibu kandung sendiri. Orang yang telah melahirkannya. 

_______

Mak onah menjulurkan kepalanya ke arah pintu rumahnya yang terbuka lebar saat telinganya mendengar suara sepeda motor berhenti di halaman. Melihat siapa yang datang segera ia keluar dari rumah. 

Ia melihat Rina menantu tertuanya nya berjalan ke arah pintu rumah Nadya. Dengan wajah tidak senang ia mengikuti langkah Rina yang sama sekali tidak memperdulikannya. 

“Hei, Rina. Mau apa kamu ke rumah Nadya?” tanya Mak Onah dengan kasar. “Seharusnya kamu ke rumahku terlebih dahulu, karena karena aku mertuamu,” protesnya. 

“Aku ke rumah Nadya karena aku punya urusan dengannya. Aku tidak ke rumah mamak karena aku tidak punya urusan dengan mamak,” ucap Rina dengan nada ketus, lalu meneruskan langkahnya ke rumah Nadya. Mendengar jawaban Rina mak Onah menggerutu tidak jelas, namun Rina yang sudah kenal dengan tabiat ibu mertuanya tidak sedikitpun menanggapi umpatan- umpatan yang keluar dari mulut wanita tua itu. 

“Kakak dengar kalian ribut besar kemarin, benar itu Nadya?” tanya Rina setelah dia berada dirumah Nadya. 

“Rasanya aku sudah tidak tahan lagi, Kak. Sudah penuh rasanya dadaku memendam perlakuan buruknya selama ini padaku,” jawab Nadya dengan wajah jengkel. 

“Baguslah kalau kamu bisa meluapkan apa yang terpendam di hatimu,” ujar Rina. Ia khawatir jika Nadiya terus tertekan akan berakibat buruk. 

"Memangnya kamu kemarin kemana?” Rina kembali bertanya. Bagaimanapun juga ia ingin mendengar berita yang didengarnya dari orang-orang langsung pada Nadya. 

“sudah tiga bulan ini aku bekerja ditempat Bu Yanti menjahit gorden. aku sedang butuh uang banyak untuk biaya sekolah anak-anak. Beberapa bulan lagi anak-anak akan tamat sekolah. Tania ingin masuk SMK, dan aku berencana memasukkan Akmal ke pondok pesantren. Jika hanya mengandalkan uang dari Bang Wanda, sudah jelas tidak bisa,” jelas Nadya. 

“Memangnya jualan obat-obat herbal sekarang bagaimana?” tanyanya lagi. Karena setahu Rina Nadya berjualan berbagai obat herbal. 

“Alhamdulillah, aku tidak menyangka berkebang pesat. Mungkin rezeki anak- anakku, Kak,“ jawab Nadya. 

“Syukurlah, aku ikut senang. Aku dan Bang Feri tidak bisa membantu apa-apa. Kamu tau sendiri bukan, keadaan kita sama,” ucap Rina. 

“Aku heran, dari mana nenek-nenek itu mendapatkan cerita yang tidak-tidak tentang orang-orang yang jadi korban ghibahnya. Padahal setahuku mereka tidak pergi kemana-mana,”ujar Rina tidak habis pikir. “Apa mereka punya mata-mata?” tanyanya pula. 

“Mata-mata mereka pasukan setan. Karena yang meridhoi pekerjaan mereka cuma setan,” balas Nadya dengan geram. Hatinya yang tadi terasa ingin meledak kini sudah lebih lega karena apa yang dipendamnya sudah keluar. 

“Hahaha!“ Kedua menantu Mak Onah tertawa dengan keras. Hingga terdengar sampai ke rumah mertua mereka. 

Bammm! 

Tiba tiba dari luar terdengar pintu rumah dibanting, seketika kedua wanita itu terdiam. Serentak keduanya memandang kearah jendela. Tampak ibu mertua mereka berdiri di teras rumahnya sambil memegang pemukul kasur dan menghalau dua ekor kucing di hadapannya. 

Kembali Nadya Dan Rina tertawa, bahkan lebih kertas. 

“Hus, pergi kalian, dasar tidak berguna! Bisanya cuma numpang hidup disini! Hus, hus, pergi!” Kembali terdengar suara Mak Onah. Suaranya begitu keras hingga terdengar sampai ke dalam rumah Nadya. Kedua menantunya tahu jika Mak Onah memarahi dua kucing itu sebagai pelampiasan kekesalannya pada mereka. 

“Jangan diusir, Mak, nanti mamak tidak ada teman. Lebih baik mamak berteman dengan kucing daripada berteman dengan teman-teman mamak itu.” Tanpa disangka Mak Onah, Rina sudah berdiri di halaman. Mendengar ucapan Rina yang seolah mengejeknya Mak Onah semakin emosi. 

Bammm!!!. Mak omah masuk kedalam rumah sambil menghempaskan daun pintu dengan keras hingga membuat dinding rumahnya bergetar.  

                            ***** 

                    Bersambung. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 45: Ada apa dengan Mak Onah?

    Bab 45 : Ada apa dengan Mak Onah? Mak Sri dan Mak Endah berlari keluar rumah, disusul oleh Mak Yeyen yang pakaian bawahnya telah basah karena buang air kecil yang tidak bisa ditahannya. tubuh mereka gemetaran melihat lima orang polisi berpakaian preman dan berwajah menyeramkan berdiri tegap di depan tempat tidur Mak Onah. Di teras beberapa warga menghadang dan menangkap ketiga nenek itu yang mereka kira hendak melarikan diri. “Ayo, mau lagi kemana kalian!” sergap salah seorang tetangga. “Tangkap nenek-nenek jahat ini pak polisi, jangan biarkan mereka kabur!” Warga berteriak ikut melampiaskan kekesalan mereka selama ini karena ulah Mak Onah dan teman-temannya. “Masukkan mereka ke penjara biar tidak bikin onar lagi!” teriak yang lainya. Membuat ketiganya semakin ketakutan. . “Ampun, tolong, tolong jangan tangkap kami. Biarkan kami lepas. Kasihani kami sudah tua.” Mereka meratap memohon ampun di tengah kerumunan warga yang

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 44: Akhirnya semua orang tahu perbuatan gila Mak Onah dan teman-temannya.

    Bab 44: Akhirnya semua orang tahu perbuatan gila Mak Onah dan teman-temannya. “Mamak sudah sadar!” jerit Rina. Mereka berlari ke dalam ingin mengetahui keadaan Mak Onah. Hanya Wanda yang masih bertahan berdiri di halaman meratapi kepergian istrinya. Seperti anak kecil yang tidak tahu malu lelaki bertubuh tegap itu terus berteriak memanggil nama istrinya. Membuat tetangga yang terusik dengan kehebohan itu keluar rumah dan mendatangi kediaman Mak Onah. “Nadya…jangan pergi… maafkan abang…!” lulungnya begitu dramastis. Membuat Orang-orang yang sudah berkumpul memandangnya keheranan. “Nadya…!” jeritnya lagi. Suaranya sangat mengenaskan. Sepintas orang yang mendengar akan ikut terhanyut merasakan kepiluan hatinya “Akh… !” “Wanda, kenapa kamu ini? Apa kamu sudah gila?!” teriak salah seorang dari mereka ketika melihat Wanda menghantamkan kepalanya di tiang penyangga

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 43: Keputusan akhir Nadya.

    Bab 43 : Keputusan akhir Nadya. Tubuh Mak Onah tergeletak pingsan di di tempat tidur yang sudah dipindahkan anak-anaknya di ruang tengah. Tampak tubuh kurus wanita tua renta itu terbaring lemah dengan kepala dan kaki diperban. “Kenapa mamak bisa ditabrak mobil, memangnya kalian dari mana?” tanya Feri sangat cemas dengan keadaan Mak Onah. Begitu juga dengan Danur. Mendengar kabar Mak Onah mengalami kecelakaan mereka bergegas menyusul ke kerumah sakit. Mak Onah mengalami patah tulang akibat benturan benda keras yang menghantam kakinya. Sementara kepalanya harus dijahit karena koyak. “Mereka memutuskan untuk tidak merawat Mak Onah berobat di rumah sakit. Karena pihak rumah sakit menyarankan agar kaki Mak Onah dioperasi. Karena faktor usia, semua anaknya memilih melanjutkan pengobatan alternatif patah tulang. “Mamak sebenarnya tidak ditabrak tapi mamak yang menabrakkan diri,” jawab Wanda. “Apa?! Masak mamak mau bunuh diri

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 42: Penyesalan betujung bencana.

    Bab 42 : Penyesalan berujung bencana. “Pak polisi, jangan masukkan saya ke penjara…” raung Mak Onah. Perempuan itu dengan sisa-sisa kekuatannya merangkak ke arah lelaki berseragam polisi. Membuat pemandangan di ruangan itu semakin menggemparkan. “Siapa nenek ini, Kak Alifa?” tanya lelaki itu dengan sorot mata kebingungan. Bagaimana dia tidak bingung, baru saja datang, seorang nenek tua memeluk kakinya sambil meraung-raung seperti orang kesurupan, hingga ia kesusahan untuk berdiri. Sedangkan Wanda yang merasa nyawanya sudah melayang ke langit hanya termangu. Otak nya sudah tidak dapat berpikir dengan jernih. “Ada apa sebenarnya ini, Kak? tolong jelaskan,” pinta lelaki itu. Matanya menatap pada semua orang yang berada di ruangan itu meminta penjelasan. “Tidak ada masalah bukan dengan acara pernikahanya?” tanyanya lagi dengan cemas. Dengan hati yang masih diliputi rasa bingung ia berusaha melepas tangan Mak Onah yang memeluk kakinya

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 41: Menerima kenyataan

    Bab 41: Menerima kenyataan. “Iya, memang sudah beberapa bulan ini Syarif tidak di sini. Sedang ada urusan di Malaysia. Makanya, setiap Mak Onah datang kemari tidak pernah bertemu denganya,” terang Bu Anggraini. Dengan sangat santun Syarif menyalami Wanda dan Mak Onah. Saat tangan mereka bersentuhan Syarif merasakan tangan kedua orang yang baru dikenalnya itu terasa begitu dingin. “Tapi bukankah Laras dan suaminya sudah bercerai?” tanya Mak Onah dengan suara bergetar. Seluruh tubuh perempuan tua itu terasa panas dingin. Begitu juga dengan Wanda. Bukan hanya terkejut. Lelaki itu merasa sangat malu hingga tidak sanggup mengangkat wajahnya. “Siapa yang mengatakan begitu pada Mak Onah?” tanya Laras dengan kening berkerut. Ia lalu memandang Alifa dan adik iparnya yang saat itu hanya tersenyum. Kecil. “Tempo hari. Laras sendiri yang mengatakannya padaku saat mengantar oleh-oleh dari tanah suci.” Dengan menahan rasa malu Mak Onah mencer

  • AMBISI IBU MERTUA   Bab 40: Mak Onah dan Wanda pasang aksi.

    Bab 40: Mak Onah dan Wanda pasang aksi. “Kamu jangan bohong dengan mamak, Wanda. Kamu masih suka bukan dengan Laras. Ya, aku tahu. Dari sorot matamu saat menatap Laras waktu itu. “Tapi apa mungkin Laras juga masih mau denganku? Mamak tahu sendiri bukan, meski dulu aku dan Laras pernah saling mencintai tapi sekarang dalam segi ekonomi aku tidak lebih baik dari mantan suaminya itu. Bukan tidak mungkin dia akan mencari pengganti suami seorang lelaki yang jauh lebih mapan dari aku. Bahkan dari mantan suaminya. “Kamu ini, jadi laki-laki kok mental tempe. Pantasan saja selama ini kamu mau dibodoh-bodohi istrimu itu,” ucap Mak Onah kesal karena Wanda belum apa-apa sudah menyerah. “Percaya dengan mamak. Asal kamu yakin tidak ada yang tidak mungkin. Lagi pula aku akan berdiri di belakangmu. Kamu tahu bukan, doa seorang ibu seperti apa?” ucapnya dengan nada penuh tekanan. Seolah mendapat semangat baru Wanda menetapkan keputusannya. Berusaha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status