“Mbak bisa pulang sendiri nggak? Saya lagi buru-buru,” ujar Al pada Ayu. Wanita itu langsung memasang wajah masam.
“Kamu tega banget ya, Al. Masa ninggalin cewek di tengah jalan, sih?” rengek Ayu. Albany mengusap wajahnya kasar dan menyugar rambutnya yang panjang. Dia terlihat kesal dengan tinngkah wanita yang terus mennguntitnya.
“Mbak—“ Albany tidak jadi melanjutkan kalimatnya, dia lebih memilih mengantarkan Ayu hari ini dan akan mencari cara agar esook wanita ini tidak lagi mengganggunya.
“Ayo naik,” ucapnya setelah dia memakai helm. Ayu terlonjak kegirangan karena merasa jika Al sudah mulai mau menerimanya.
Ayu tanpa malu memeluk pinggang Albany dari belakang. Menghidu bau tubuh lelaki maskulin itu dan tersenyum sendiri.
“Mulai hari ini, kamu adalah pacarku,” ucap Ayu percaya diri.
Albany tersenyum masam
Seperti rencana semula, sepulang kerja Albany mampir ke rumah Pak Rosyid untuk membicarakan pembelian sayuran milik lelaki paruh baya itu. Beruntung bagi Al, karena dua hari ke depan, kebun kol milik Pak Rosyid akan panen.“Kira-kira berapa banyak, Pak?” tanya Albany.“Mungkin ada sekitar dua ton untuk panen besok. Gimana?” kata Pak Rosyid setelah mereka mencapai kesepakatan dengan harga. Lumayan, Albany bisa mendapatkan 2500 Rupiah dari setiap kilogram selisih dari harga jualnya pada bandar. Lelaki itu bersyukur karena bisa mendapat penghasilan lebih besar dari gajinya sebulan yang hanya 2 juta saja.“Baik, Pak. Saya ambil. Uang mukanya saya kasih segini dulu,” ucap Albany menyerahkan sebuah amplop coklat. Uang tabungannya yang ia sisihkan selama ini. Tak banyak memang, tapi cukup untuk menjadi jaminan kepercayaan pada Pak Rosyid.Albany pulang ke ruma
“Please, Ron, kamu mulai mabuk,” tepis Za saat Ronald mulai berani mencium pundaknya.“Nggak Za, aku masih sangat waras dan bisa melihat kecantikanmu. Bagaimana kalau malam ini kita lanjut ke hotel?” bisik Ronald yang masih dapat terdengar oleh Al. Darahnya mulai mendidih.“Please Ron, aku tidak suka seperti ini,” tolak Za dan mendorong tubuh Ronald agar menjauh.“Ah, tunggu sebentar. Aku harus ke toilet dulu,” ujar Ronald dan bangkit.Za terlihat lega dengan kepergian lelaki itu. Dia melirik pada Al yang juga tepat sedang menoleh padanya. Tatapan tidak suka tergambar jelas di wajah lelaki itu.“Maaf, aku juga sepertinya harus ke toilet,” ucap Al dan beranjak pergi.Dia menuju arah yang ada tanda panah bertuliskan toilet. Sebelah kanan untuk wanita dan sebelah kiri untuk laki-laki. Kakinya berhenti m
Mobil kembali berjalan di jalanan mulus. Hati Ronald menggerutu kesal. Kacau sudah rencananya untuk malam ini. Gara-gara lelaki yang hanya seorang office boy itu rencananya hancur berantakan. Malam ini, Ronald harus menahan hasratnya untuk sementara. Jika memaksakan kehendak, bisa-bisa Za justru akan akan menghindar. Dia akhirnya mengantarkan Za ke rumahnya.“Bye,” ucap Za saat dia sudah berada di depan rumah. Ronald membalas lambaian tangan Za kemudian berlalu.“Shit! Keparat! OB sialan! Kacau rencana gue malam ini,” umpat Ronald dalam mobil setelah jauh dari rumah Za.Dia kemudian mengambil benda pipih dari saku kemeja dan mulai menghubungi seseorang.“Halo. Kamu lagi kosong malam ini? OK, aku ke situ.”Klik. Ronald menutup sambungan teleponnya.Laju mobilnya menyepat menuju tempat yang bisa memberikannya kepuasan untuk m
“Eh, maksudku … dia bukan tipe aku untuk dijadikan suami,” elak Za gugup.“Oh, begitu. Kenapa emang? Dia kan, ganteng, sukses, lulusan luar negeri pula,” timpal Ayu.“Ya, nggak aja. Kamu mau emang? Kalau mau ambil aja.”“Ya udahlah, aku juga nggak maksa. Lagian aku juga nggak mau sih. lebih menarik Albany sih menurutku. Adem-adem gimana gitcuuuhh,” celoteh Ayu sambil mengerjapkan matanya. Za menanggapinya dengan tawa.“Jadi Sabtu depan kita ke puncak ya? Naik bis atau mobil pribadi aja?” Ayu kembali bertanya.“Perusahaan nyediain bis buat karyawan, tapi kalau mau berangkat pakai mobil pribadi juga boleh-boleh aja.”“Ok, siap, Bos!” Ayu mengangkat tangannya menghormat. Za terkekeh melihatnya.**“Kalian udah denger pengumum
“Hai, Za. This is for you.” Ronald menyerahkan secangkir minuman panas. Za yang kebetulan sudah menghabiskan minumannya sejak tadi langsung menerimanya.“Minum, biar hangat,” ujar Ronald dengan sebuah senyuman manis. Za pun membalas senyuman Ronald dan menyesap minuman yang ada di tangannya. Lelaki itu tersenyum bahagia setiap melihat wanita di sampingnya meneguk minuman yang dia beri.“Enak?” tanya Ronald. Za hanya mengangguk pelan.Ronald mengembus napas panjang dan meneguk minuman di tangannya.“Kita cari temanmu itu. Ayo,” ajak Ronald. Za yang merasa tidak tahu harus berbuat apa hanya mengiyakan ajakan Ronald. Lagipula, suasana akan terasa lebih seru jika ada Ayu di antara mereka.“Ke mana ya mereka?” tanya Ronald sambil terus melangkah keluar dari vila. “Mungkin mereka berjalan-jalan di sekitaran sana. ayo,&rd
“Pak, tolong selamatkan dia,” pinta Za. Para lelaki itu kemudian mengangkat tubuh besar Al dan membawanya ke arah vila. Desas-desus terdengar. Banyak yang menanyakan apa yang telah terjadi dengan Albany. Ayu histeris dan segera menghampiri orang-orang yang menggotong tubuh lelaki pujaannya yang bersimbah darah. Tetesan cairan berwarna merah itu malah terlihat terus mengucur sepanjang perjalanan.“Al, dia kenapa, Za?” tanya Ayu panik. Namun, Za tak ingin menghiraukan.“Nanti saja, Yu,” jawab Za pada temannya. “Pak, bawa Albany ke mobil saya!” teriaknya pada para lelaki yang membawa tubuh suaminya.“Tapi, Bu, darahnya terus mengucur. Nanti bisa-bisa mengotori jok mobil Ibu,” ucap seorang dari mereka.“Terus? Apa kita mau biarkan dia begitu saja? Kalian ini! Nyawa dia jauh lebih berharga daripada jok mobil saya. Ayo cepat masukan. H
Za tidak menghiraukan pertanyaan Ayu. Dia lebih focus pada Hendro yang terlihat khawatir pada anaknya. Dia merasa tidak nyaman jika harus menjelaskan sesuatu di hadapan orang yang dibicarakan. Rasanya sangat tidak etis.Ayu menekuk wajahnya karena merasa dicuekin.“Luka-lukanya cukup panjang begini. Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Hendro melirik pada Za dan Albany.Al diam tak menjawab. Beruntung dia harus tengkurap, jadi bisa berpura-pura tidur.“Al nyelametin aku, Om. Kemarin Ronald sepertinya mau melecehkan aku saat di puncak. Lalu, Albany datang dan mereka berkelahi.” Za menjelaskan.“Lho, berkelahi kok bisa terluka di punggung? Ini pasti Al diserang dari belakang,” ucap Hendro menilik setiap luka yang Al alami.“Iya, Om. Saat Al bopong aku, Ronald menikamnya dari belakang. Maaf, Om. Gara-gara aku Albany jadi t
“Neng Za, kamu ke sini, Sayang? Ibu kangen banget,” ujar Bu Ningsih menghambur pada menantunya.Sepersekian detik dia baru menyadari ada sesuatu yang terjadi pada putra semata wayangnya. Dia meringis saat berdiri di samping Za.“Al, kamu kenapa? Sakit?” tanyanya dan mengecek kondisi tubuh anaknya setiap inci. Albany meringis saat sang ibu menyentuuh bagian belakang tubuhnya.“Ini kenapa?” tanya Bu Ningsih panik. Za tersenyum sekilas.“Sedikit kecelakaan, Bu. Mas Al terpeleset, lalu kegores benda tajam. Kemarin sempat dirawat, tapi sekarang udah baikan,” jawab Za sembari sesekali melirik pada suaminya.Albany mengerti, jika Za berbohong agar ibunya tak khawatir.Mulut Bu Ningsih melongo dan mengangguk-anggukan kepalanya.“Sekarang udah baikan, ya? Makasih ya Neng udah mau ngerawat anak