"Ares?" Panggil May.
"Iya?" Jawabku, aku masih sibuk mengunyah roti.
"Tadi, kau sedang memikirkan apa?" Tanyanya.
"Memikirkan diriku. Aku tidak pernah merasakan seperti ini, aku sempat terpikirkan kalau aku sudah menjadi manusia. Tapi, itu tidak terjadi. Aku masih memiliki kekuatan yang hanya dimiliki malaikat, walaupun sayapku entah kemana. Mungkin ini takdir untukku. Takdir untuk menjaga manusia lebih dekat. Aku juga tidak tahu kenapa aku tiba-tiba di bumi, seingatku aku masih menjalankan tugasku di surga, dan tiba-tiba aku di bumi. Aku juga tidak tahu jalan kembali ke surga. Aku harap ada malaikat yang menolongku nanti." Jelasku panjang lebar.Aku sudah menghabiskan suapan roti terakhir.
"Lalu, kenapa kau percaya aku adalah malaikat? Bahkan semua orang menganggapku orang gila."
"Takdir." Jawabnya singkat.
"May, aku serius."
"Aku juga serius. Mungkin Tuhan mengirimmu untuk menemaniku, setelah aku kehilangan Kak Tan. Ares, apa kau bisa membawa atau mendatangkan Kak Tan untukku? Kau kan seorang malaikat." Tanyanya penuh harap.
"Aku tidak bisa. Bukannya aku menolak, tapi aku tidak bisa." Jawabku.
Raut wajah May seketika berubah setelah mendengar jawaban dariku. Aku merasa kasihan dengannya. Mungkin jika aku malaikat maut, aku akan mendatangkannya atau bahkan membawanya kembali, walaupun sebagai orang lain.
"Maaf May, tugasku hanya mencatat amal manusia dan menjaga manusia tetap dalam kebaikan." Ucapku.
"Kau tidak perlu minta maaf, aku mengerti." Kata May, dia berusaha untuk tetap tersenyum.
"Kau hebat, May. Kau benar-benar orang baik seperti Tan." Aku memujinya.
"Kau berlebihan, apa malaikat suka memuji orang?"
"Mungkin, kadang kita senang melihat orang baik dan ada beberapa malaikat suka memujinya."
"Oh iya, setelah ini kau kemana?" Tanya May.
"Aku tidak tahu, apa boleh aku tinggal di sini?" Tanyaku penuh harap.
"Tentu saja, kau bisa menggunakan kamar Kak Tan. Aku senang ada yang menemaniku di sini."
"Terimakasih, May." Ujarku tersenyum dan May mengangguk.
Tiba-tiba, aku merasa aneh dengan tubuhku. Perutku terasa sakit dan seperti ada sesuatu yang ingin keluar.
"May." Panggilku.
"Iya?" Sahutnya.
"May, kenapa perutku terasa sakit dan ada sesuatu yang ingin keluar?"
"Ares, cepat ke toilet!" Suruhnya.
"Toilet?" Aku bingung.
"Iya, cepat. Ayo!" May menggeret tanganku.
Aku berjalan mengikuti May, May masih menggandeng tanganku.
"Masuklah!" Perintahnya.
"Untuk apa?" Aku masih tidak mengerti.
"Kau ini, tadi itu namanya kau mau buang air. Cepatlah sebelum keluar di sini. Duduklah di situ dan lepas celanamu, jangan lupa tutup pintu. Aku akan di sini. Cepatlah." May mendorongku masuk ke toilet.
"May! Aku harus bagaimana?!" Teriakku dari dalam toilet.
"Duduklah di kloset dan keluarkan. Jangan lupa lepas celanamu."
Aku bingung harus bagaimana, tapi aku tetap mengikuti perintah dari May. Perutku terasa lega setelah mengeluarkannya.
"Setelah selesai, Aku harus bagaimana?!" Teriakku lagi.
"Bersihkan dulu dengan air, setelah itu pakai celanamu. Jangan lupa setelah berdiri tekan tombol di kloset."
Aku mengikuti apa yang May katakan dan aku berhasil melakukannya. Manusia sangat merepotkan. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.
"Sudah bisa kan?" Tanya May.
"Tentu saja." Jawabku.
"Baiklah kalau begitu, istirahatlah. Aku mau masak makan malam." Ucap May dan pergi meninggalkanku di depan toilet.
"Apa aku boleh membantumu?" Tanyaku, aku berhasil mengikutinya.
"Boleh, sekalian aku mengajarimu." Jawab May yang membuatku merasa sangat bersemangat.
Kamu pun berjalan menuju dapur untuk memasak makan malam. Dapurnya memang tidak terlalu luas, tetapi semua alat masak tertata rapi dan bersih.
"May, apa ini? Kenapa dingin?"
"Namanya kulkas, aku biasa menyimpan bahan makanan yang tidak tahan lama di sini."
"Oh begitu."
"Sekarang ayo kita memasak." Ajaknya.
"Kau mau masak apa, May?"
"Sop ayam."
"Apa itu?"
"Nanti kau juga tahu. Sini, cepat bantu aku."
Aku mendekati May dan berdiri disampingnya. Aku melihat May mengupas beberapa sayuran dengan hati-hati.
"Aku bantu apa?"
"Ini, potonglah." May memberiku sayuran berwarna oranye dan sebuah pisau.
"Sayuran apa ini? Warnanya bagus." Ujarku.
"Itu namanya wortel, bagus untuk mata. Rasanya juga enak. Itu bisa dimakan mentah."
"Aku boleh makan ini?"
"Makanlah."
Aku memakan sayuran bernama wortel itu, mentah tanpa dimasak. Rasanya lumayan yang pasti lebih enak dari obat. Wortel tidak ada rasanya, hanya sedikit manis.
"Tidak ada rasanya, hanya manis sedikit. Lebih enak dari obat."
"Pastilah."
"May, aku sudah selesai memotong wortel." Aku menyodorkan mangkok berisi potongan wortel kepada May.
"Oke, sekarang potong ini." May memberiku sayur berwarna kuning.
"Ini apa?"
"Kentang."
"Bisa dimakan mentah?"
"Tidak, nanti dimasak dulu."
"Baiklah."
"Setelah selesai memotong kentang, duduklah di ruang makan. Aku akan menyelesaikan ini."
"Baik May. Aku selesai."
Aku berjalan menuju ruang makan dan menunggu May selesai memasak.
.
.
.
To Be Continue...
"Peter, sepertinya aku memiliki perasaan itu. Aku akan kembali."Michael keluar dari kamar Peter. Tanpa sepengetahuan Michael, Peter merasakan seseorang keluar dari kamarnya.Michael memutuskan untuk pergi dari rumah Peter, dia tidak tega melihat Peter kesakitan saat detik-detik terakhir hidupnya. Saat ini, Michael memilih untuk duduk di taman yang tidak jauh dari rumah Peter."Tuhan, maafkan aku," gumamnya."Aku tidak memenuhi perintah-Mu, aku tidak mengerti ada apa dengan diriku saat ini. Tapi, aku akan berusaha untuk memenuhi perintah-Mu." Michael terus memohon ampun kepada Tuhannya.Tidak terasa hari mulai sore dan Michael masih nyaman duduk di taman itu. Michael melihat sekeliling, dia melihat orang-orang bersenang-senang di sana. Ada yang sedang bermain bersama anak-anaknya, sepasang kekasih yang sedang bermesraan, dan anak-anak kecil yang hanya duduk sembari makan es krim. Sampai mata Michael menemukan sosok yang dilihatnya beberapa jam yang lalu. Peter, dia duduk di kursi roda
Ares menatap sendu ke sebuah layar di depannya. Sepertinya dia sudah terlambat untuk mencegah perbuatan Mike."Ares?" panggil Michael."Sudah saatnya kita pergi," lanjutnya."Baiklah," balas Ares.Ares berjalan mengikuti Michael. Hari ini mereka akan membuat pengampunan. Ares merasa dia sudah tidak pantas menjadi seorang malaikat dengan semua yang telah dia lakukan di bumi. Semua perasaan yang menyelimuti hatinya akhir-akhir ini."Apakah aku masih patut untuk diampuni?" monolog Ares."Tentu saja, Ares. Kau malaikat yang bisa melakukan apapun, tidak seperti aku yang hanya mengurusi kematian seseorang," ujar Michael."Tapi, kau dapat membuat mereka seperti kembali hidup. Sedangkan aku, aku hanya mengetahui sifat-sifat manusia dan apa yang dikerjakan mereka.""Janganlah berpikir seperti itu, Ares. Derajatmu lebih tinggi dariku, ayahmu keturunan dewa. Kau harus ingat itu, kau pasti akan diampuni. Lagian kau juga tidak melanggar aturan yang lebih berat. Kau hanya menggunakan perasaanmu di
May's POVMalam ini, aku berencana untuk pergi dengan Mike. Benar dengan Mike, kalian tentu tidak salah dengar. Mungkin kalian heran mengapa aku masih dekat dengan Mike, aku sudah mengetahui semuanya. Mengetahui apa yang dimaksud Ares sebelum pergi. Jujur saja aku sulit untuk percaya dengan itu, tapi entah kenapa aku tidak bisa jauh dengan Mike lagi. Apa mungkin aku masih mencintai Mike? Jujur aku juga tidak tahu.Sambil menunggu Mike menjemputku, aku menemui Kak Tan terlebih dahulu. Kakakku mungkin masih marah, aku tahu itu."Kak Tan?" panggilku."Hm?" jawabnya dengan memasang ekspresi datar."Aku akan pergi dengan Mike," pamitku.Setelah mengatakannya, aku tidak mendapat jawaban apapun dari Kak Tan. Kak Tan semarah itu padaku. Aku berjalan menuju pintu keluar apartemen dengan perlahan, aku memutuskan untuk menunggu Mike di lobby apartemen saja."May, jika kau masih seperti ini. Kau tidak akan melihat kakak dan Ares lagi," ujarnya tiba-tiba.Aku memilih untuk tidak mendengarkannya, a
Ares dan Michael sedang duduk di tepi danau, mereka sedikit terkejut dengan apa yang dilihatnya tadi."Aku masih sulit untuk percaya," kata Michael."Aku pun begitu, sepertinya kita harus menyelesaikan ini sebelum kembali," ujar Ares."Aku setuju, tapi lebih baik kau memberi tahu Tan tentang ini semua," saran Michael."Tentu saja." Ares menyetujuinya.Kali ini, Ares melihat ke arah May yang masih mengobrol dengan Mike. Ada perasaan aneh yang memenuhi hatinya. Ares menyadari itu, Ares sadar bahwa dia punya perasaan itu untuk May. Tapi, Ares juga khawatir dengan May yang selalu berada didekat Mike. Ares tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada May, seperti yang dialami Sin dulu."Kau tidak perlu khawatir, Ares." Michael mengusap lembut bahu Ares."Semua pasti akan baik-baik saja," tambahnya."Aku tahu," lirih Ares."Lebih baik kita menemui Tan sekarang, sebelum semuanya menjadi lebih rumit," ajak Michael dan Ares mengangguk.Ares dan Michael kembali ke apartemen May untuk bertemu Tan
"May, apa yang kau pikirkan? Kau tega membuka jati diri Ares yang sebenarnya," ujar Tan, dia tidak mengerti apa yang ada dipikiran May."Aku tidak tahu, bahkan aku tidak merasa mengatakan siapa jati diri Ares yang sesungguhnya," kata May.May benar, dia seperti kehilangan ingatannya. Dia tidak ingat apapun yang dia katakan pada Mike."Kau tidak ingat? Bahkan kau mengatakan bahwa kau hanya kasihan dengan Ares dan menampung dia di sini," jelas Tan."Aku mengatakan itu?" tanya May bingung."Ada apa denganmu, May? Kau tidak ingat semuanya atau kau hanya pura-pura tidak ingat apa yang kau katakan tadi?" Tan tidak mengerti apa yang salah dengan adiknya itu."Aku juga tidak mengerti apa yang terjadi denganku, Kak. Aku tidak ingat apa-apa, aku hanya ingat kalau aku membukakan pintu untuk Mike, setelah itu aku tidak ingat apa-apa," jelas May, dia tampak bingung.
"Apa kau merindukanku?"Kalimat itu terus berputar di kepala May. Saat ini, dia sudah bersama Ares dan Tan lagi."May, apa ada sesuatu? Kau sedari tadi diam saja, jangan membuat kakak khawatir," tanya Tan khawatir."Aku tadi tidak sengaja bertemu dengan seseorang," jawab May lirih."Siapa? Apa dia orang jahat?" tanya Ares ikut khawatir."Tidak, aku bertemu Mike," jawab May."Mike? Mantan kamu?" tanya Tan memastikan."Iya, Kak. Aku tidak sengaja bertemu dengannya di jalan," jawab May."Mantan? May pernah mencintainya?" Ares bingung."Iya, May sangat mencintainya," jawab Tan."Lalu, kenapa mereka berpisah?" tanya Ares."Mike dijodohkan, dia juga tidak memperjuangkan hubungannya dengan May," jawab Tan sedikit kesal."Oh begitu, apa kau ma