Share

ANGEL (3)

"Ares?" Panggil May.

"Iya?" Jawabku, aku masih sibuk mengunyah roti.

"Tadi, kau sedang memikirkan apa?" Tanyanya.

"Memikirkan diriku. Aku tidak pernah merasakan seperti ini, aku sempat terpikirkan kalau aku sudah menjadi manusia. Tapi, itu tidak terjadi. Aku masih memiliki kekuatan yang hanya dimiliki malaikat, walaupun sayapku entah kemana. Mungkin ini takdir untukku. Takdir untuk menjaga manusia lebih dekat. Aku juga tidak tahu kenapa aku tiba-tiba di bumi, seingatku aku masih menjalankan tugasku di surga, dan tiba-tiba aku di bumi. Aku juga tidak tahu jalan kembali ke surga. Aku harap ada malaikat yang menolongku nanti." Jelasku panjang lebar.Aku sudah menghabiskan suapan roti terakhir.

"Lalu, kenapa kau percaya aku adalah malaikat? Bahkan semua orang menganggapku orang gila."

"Takdir." Jawabnya singkat.

"May, aku serius."

"Aku juga serius. Mungkin Tuhan mengirimmu untuk menemaniku, setelah aku kehilangan Kak Tan. Ares, apa kau bisa membawa atau mendatangkan Kak Tan untukku? Kau kan seorang malaikat." Tanyanya penuh harap.

"Aku tidak bisa. Bukannya aku menolak, tapi aku tidak bisa." Jawabku.

Raut wajah May seketika berubah setelah mendengar jawaban dariku. Aku merasa kasihan dengannya. Mungkin jika aku malaikat maut, aku akan mendatangkannya atau bahkan membawanya kembali, walaupun sebagai orang lain.

"Maaf May, tugasku hanya mencatat amal manusia dan menjaga manusia tetap dalam kebaikan." Ucapku.

"Kau tidak perlu minta maaf, aku mengerti." Kata May, dia berusaha untuk tetap tersenyum.

"Kau hebat, May. Kau benar-benar orang baik seperti Tan." Aku memujinya.

"Kau berlebihan, apa malaikat suka memuji orang?"

"Mungkin, kadang kita senang melihat orang baik dan ada beberapa malaikat suka memujinya."

"Oh iya, setelah ini kau kemana?" Tanya May.

"Aku tidak tahu, apa boleh aku tinggal di sini?" Tanyaku penuh harap.

"Tentu saja, kau bisa menggunakan kamar Kak Tan. Aku senang ada yang menemaniku di sini."

"Terimakasih, May." Ujarku tersenyum dan May mengangguk.

Tiba-tiba, aku merasa aneh dengan tubuhku. Perutku terasa sakit dan seperti ada sesuatu yang ingin keluar.

"May." Panggilku.

"Iya?" Sahutnya.

"May, kenapa perutku terasa sakit dan ada sesuatu yang ingin keluar?"

"Ares, cepat ke toilet!" Suruhnya.

"Toilet?" Aku bingung.

"Iya, cepat. Ayo!" May menggeret tanganku.

Aku berjalan mengikuti May, May masih menggandeng tanganku.

"Masuklah!" Perintahnya.

"Untuk apa?" Aku masih tidak mengerti.

"Kau ini, tadi itu namanya kau mau buang air. Cepatlah sebelum keluar di sini. Duduklah di situ dan lepas celanamu, jangan lupa tutup pintu. Aku akan di sini. Cepatlah." May mendorongku masuk ke toilet.

"May! Aku harus bagaimana?!" Teriakku dari dalam toilet.

"Duduklah di kloset dan keluarkan. Jangan lupa lepas celanamu."

Aku bingung harus bagaimana, tapi aku tetap mengikuti perintah dari May. Perutku terasa lega setelah mengeluarkannya.

"Setelah selesai, Aku harus bagaimana?!" Teriakku lagi.

"Bersihkan dulu dengan air, setelah itu pakai celanamu. Jangan lupa setelah berdiri tekan tombol di kloset."

Aku mengikuti apa yang May katakan dan aku berhasil melakukannya. Manusia sangat merepotkan. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.

"Sudah bisa kan?" Tanya May.

"Tentu saja." Jawabku.

"Baiklah kalau begitu, istirahatlah. Aku mau masak makan malam." Ucap May dan pergi meninggalkanku di depan toilet.

"Apa aku boleh membantumu?" Tanyaku, aku berhasil mengikutinya.

"Boleh, sekalian aku mengajarimu." Jawab May yang membuatku merasa sangat bersemangat.

Kamu pun berjalan menuju dapur untuk memasak makan malam. Dapurnya memang tidak terlalu luas, tetapi semua alat masak tertata rapi dan bersih.

"May, apa ini? Kenapa dingin?"

"Namanya kulkas, aku biasa menyimpan bahan makanan yang tidak tahan lama di sini."

"Oh begitu."

"Sekarang ayo kita memasak." Ajaknya.

"Kau mau masak apa, May?"

"Sop ayam."

"Apa itu?"

"Nanti kau juga tahu. Sini, cepat bantu aku."

Aku mendekati May dan berdiri disampingnya. Aku melihat May mengupas beberapa sayuran dengan hati-hati.

"Aku bantu apa?"

"Ini, potonglah." May memberiku sayuran berwarna oranye dan sebuah pisau.

"Sayuran apa ini? Warnanya bagus." Ujarku.

"Itu namanya wortel, bagus untuk mata. Rasanya juga enak. Itu bisa dimakan mentah."

"Aku boleh makan ini?"

"Makanlah."

Aku memakan sayuran bernama wortel itu, mentah tanpa dimasak. Rasanya lumayan yang pasti lebih enak dari obat. Wortel tidak ada rasanya, hanya sedikit manis.

"Tidak ada rasanya, hanya manis sedikit. Lebih enak dari obat."

"Pastilah."

"May, aku sudah selesai memotong wortel." Aku menyodorkan mangkok berisi potongan wortel kepada May.

"Oke, sekarang potong ini." May memberiku sayur berwarna kuning.

"Ini apa?"

"Kentang."

"Bisa dimakan mentah?"

"Tidak, nanti dimasak dulu."

"Baiklah."

"Setelah selesai memotong kentang, duduklah di ruang makan. Aku akan menyelesaikan ini."

"Baik May. Aku selesai."

Aku berjalan menuju ruang makan dan menunggu May selesai memasak.

.

.

.

To Be Continue...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status