"Sore Mbak May." Seseorang menyapa May ramah.
"Sore Pak Jo." May membalasnya.
"Mukanya kenapa mbak? Kok lebam gitu?"
"Oh ini, biasa Pak. Orang jahat gangguin saya."
"Lain kali hati-hati Mbak. Ini siapa? Pacar?"
"Bukan, ini teman saya. Namanya Ares."
"Teman dari mana? Kok saya baru lihat, temannya Mas Tan?"
"Bukan temannya Kak Tan."
"Saya Ares, saya dari sur-" Aku belum selesai berbicara, May sudah memotongnya.
"Dari Surabaya, Pak. Kalau begitu saya permisi, Pak."
May menggandengku meninggalkan Pak Jo yang kebingungan. Aku terus mengikuti kemanapun May pergi. Sampai di sebuah pintu aneh, kami berhenti sebentar. Aku terkejut, sangat terkejut melihat pintu itu terbuka sendiri.
"MAY!" Teriakku yang membuat May terkejut.
"Apa? Tidak usah berteriak."
"Pintu apa ini? Kenapa bisa terbuka sendiri?"
"Ini namanya lift."
"Lift?"
"Iya, lift itu pengganti tangga."
"Bagus." Gumamku sambil melihat sekeliling.
Aku dan May sudah berada di dalam lift, aku melihat May memencet tombol yang menunjukkan angka-angka.
"May kau melakukan apa?" Tanyaku bingung.
"Aku memencet tombol yang menunjukkan nomor lantai apartemenku." Jawabnya.
"Owh, hebat sekali tempat ini." Aku tersenyum girang.
"Senyum malaikat memang indah ya?"
"Malaikat tidak menunjukkan perasaannya." Kataku.
"Tadi kau menunjukannya." Ucapnya dan sangat membuatku terkejut.
"Benarkah?"
"He em, kamu menunjukannya." Katanya sambil mengangguk.
Aku menghela nafas singkat, "Aku sudah melanggar aturan untuk pertama kalinya." Ucapku terkejut.
"Tak apa, sekarang kau di bumi bukan di surga. Jadi, kau bebas berekspresi."
"Kau menghasutku?" Tanyaku curiga.
"Tidak."
Ting...
Pintu lift terbuka dan Aku mengikuti May dibelakangnya. Tak sampai lima menit kami tiba di depan pintu masuk apartemen May. Setelah kami masuk, aku terpukau melihat apartemen May yang tidak terlalu luas namun sangat rapi.
"Duduklah dulu, aku akan mengambil kompres dan obat untukmu." Ujarnya, lalu pergi meninggalkanku.
Sambil menunggu May kembali, aku melihat sekeliling apartemen May. Aku memang mengenalnya tapi tidak dengan apa yang dia punya selain keluarganya. Aku melihat foto-foto terpajang rapi di setiap rak dan ada juga di meja. Kebanyakan foto May dan Tan, kakaknya. Ada beberapa foto ayah dan ibunya, hanya sedikit. Aku mengambil salah satu foto yang membuatku tertarik untuk melihatnya. Tanpa ku sadari ternyata May sudah kembali.
"Itu foto sehari sebelum Kak Tan meninggal."
"Aku tau." Jawabku dan meletakkan kembali foto itu ke tempatnya.
Aku berjalan mendekati May dan ikut duduk disampingnya. May mulai mengobatiku dan membuatku sedikit merasa sakit yang tentu saja tak pernah kurasakan.
"May, pelan-pelan. Sakit."
"Iya, ini sudah pelan."
"Ini sakit, May."
"Sudah dan ini. Minum ini." Dia memberikan sesuatu berbentuk lonjong.
"Apa ini?" Tanyaku.
"Obat, minumlah. Itu bisa mengurangi nyeri lebamnya."
Aku mengikuti perintah May untuk meminumnya dan sungguh rasanya tidak enak sama sekali. Aku cepat-cepat memuntahkan sesuatu aneh bernama obat itu.
"Apa ini?! Kenapa begini?! Rasanya tidak enak." Gerutuku dan May memukul pelan kepalaku.
"Namanya juga obat, ya begitu rasanya. Pahit. Ini juga salahmu, aku sudah memberimu air minum dan kau tidak meminumnya bersama obat tadi." Ujarnya. "Ini minum lagi, kali ini jangan lupa minum airnya." Sambungnya.
Aku meminum lagi obat itu, kali ini dengan air minum.
"May?!"
"Telan cepat."
"Tidak bisa! Ini berhenti di leherku! Pahit, May!" Aku mulai histeris, karena tidak bisa menelan obat itu.
"Minum airnya lagi, sampai habis kalau perlu."
Aku meminum airnya sampai tidak tersisa lagi dan aku berjanji tidak akan meminum benda semacam itu lagi.
"May, kenapa obat rasanya pahit?" Tanyaku. Sepertinya itu pertanyaan konyol untuk May, buktinya dia menahan untuk tidak tertawa.
"Aku tidak tahu, karena bukan aku yang membuatnya." Jawabnya.
"Benar juga."
Kriuk..
Itu bunyi dari perutku dan untuk pertama kalinya perutku berbunyi. Aku bingung harus apa, karena malaikat tidak pernah merasakan lapar.
"May, apa kau punya makanan? Sepertinya aku lapar." Tanyaku pada May dengan wajah memelas.
Aku mengelus perutku, aku kelaparan, jadi ini yang dirasakan manusia. Kenapa malaikat tidak merasakannya? Dan kenapa kekuatanku tidak berfungsi untuk menahan lapar? Ada apa denganku? Apa aku berubah menjadi manusia? Tidak! Itu tidak benar, Aku seorang malaikat. Aku terus memikirkannya dan May melihatku dengan heran.
"Ares, kau baik-baik saja?" Tanyanya dengan nada khawatir. "Tunggu sebentar, aku akan mengambilkanmu makanan." Ucapnya lalu pergi.
"Ini, makan ini dulu. Aku belum memasak makan malam." Mau memberiku makanan yang aku pun baru melihatnya.
"Apa nama makanan ini?" Tanyaku sambil menyuapkan makanan yang rasanya enak daripada obat.
"Roti dan isinya selai kacang."
"Enak, lebih enak dari obat." Kataku dan May terkekeh.
"Kalau begitu habiskan dan itu air minumnya." May menunjuk air minum yang sudah terisi penuh kembali.
"Baiklah, ini enak sekali. Aku pasti akan menghabiskannya. Aku belum pernah makan ini sebelumnya. Bahkan, aku tidak pernah makan." Kataku.
"Iya, aku tahu. Aku juga mempelajari malaikat di sekolah." May tersenyum ke arahku.
.
.
.
To Be Continue...
"Ares?" Panggil May."Iya?" Jawabku, aku masih sibuk mengunyah roti."Tadi, kau sedang memikirkan apa?" Tanyanya."Memikirkan diriku. Aku tidak pernah merasakan seperti ini, aku sempat terpikirkan kalau aku sudah menjadi manusia. Tapi, itu tidak terjadi. Aku masih memiliki kekuatan yang hanya dimiliki malaikat, walaupun sayapku entah kemana. Mungkin ini takdir untukku. Takdir untuk menjaga manusia lebih dekat. Aku juga tidak tahu kenapa aku tiba-tiba di bumi, seingatku aku masih menjalankan tugasku di surga, dan tiba-tiba aku di bumi. Aku juga tidak tahu jalan kembali ke surga. Aku harap ada malaikat yang menolongku nanti." Jelasku panjang lebar.Aku sudah menghabiskan suapan roti terakhir."Lalu, kenapa kau percaya aku adalah malaikat? Bahkan semua orang menganggapku orang gila.""Takdir." Jawabnya singkat."May, aku serius.""Aku juga se
Tidak lama kemudian, May datang dengan membawa dua mangkuk berisi sop ayam."Ini makanlah. Aku mau mengambil nasi dulu." Ujarnya."Aku akan menunggumu, kita makan bersama.""Baiklah kalau itu maumu."May kembali ke dapur untuk mengambil nasi dan aku menunggunya di ruang makan."Ini nasinya. Ayo makan." Ajaknya."Ayooo, aku sudah lapar." Ujarku terkekeh.Aku mulai menyuapkan sesendok sop ayam ke dalam mulutku dan rasanya luar biasa lezat. Aku sangat menyukainya."May, ini lezat sekali. Aku suka." Ucapku girang."Kalau kau suka, habiskan." May tersenyum ke arahku."Pasti."Aku menyantap sop ayam itu dengan lahap sampai habis tak tersisa. Setelah selesai makan sop ayam, aku melihat May kembali ke dapur lagi dan membawa sesuatu dari kulkas.
Kecelakaan yang tak di sengaja menimpaku beberapa saat lalu, aku tidak menyangka akan mengalami kecelakaan dan harus meninggalkan adik kesayanganku sendirian. Tapi, tidak lama setelah aku pergi. Aku senang dan merasa aman, setelah seseorang datang menemani May. Aku Tan, kakak May. Aku senang ketika Ares tak sengaja bertemu May. Dia malaikat yang baik, baik sekali. Aku tidak menduga, sekarang aku berwujud seperti ini. Michael, malaikat maut itu membantuku kembali bertemu May. Ternyata, setelah aku kembali aku membuat May dan Ares sangat terkejut."Apa kau merindukanku?" Tanyaku pada May begitu May masuk kamarnya. Michael sengaja membawaku ke kamar May.May sangat terkejut begitu melihatku, dia tidak bergeming dan tidak menjawab pertanyaanku."May?" Panggilku, aku mengibas-ngibaskan tanganku di depan mukanya."Apa kau baik-baik saja?""Pasti kau merindukanku, kan?"
Tan duduk di ruang tengah, termenung sendirian. Dia memikirkan banyak hal yang belum diselesaikannya. Kecelakaan itu memang terjadi tak sengaja, namun sebelum itu Tan sedang menyelidiki sesuatu yang menurutnya penting. Penyebab hilangnya dan kematian Sin, sepupunya. Ternyata, setelah Tan menyelidiki lebih dalam, Sin tidak kecelakaan atau bunuh diri. Sin meninggal sebulan sebelum Tan dan polisi mengatakan dia kecelakaan sendiri atau lebih tepatnya bunuh diri. Polisi memang mengatakan itu, tetapi Tan merasakan ada kejanggalan dalam kematian Sin, karena Sin sempat hilang saat itu. May tidak tahu jika selama ini Tan menyelidiki semuanya."Mungkin sekarang May harus tahu semuanya," lirih Tan. "Aku sudah terlalu lama menyembunyikan semua ini dan ini kesempatanku untuk memberitahunya," sambungnya."Sekarang aku harus apa? Apakah hantu juga tidur? Aku bingung sekali."Tan bingung harus melakukan apa saat ini, tiba-tiba tercetus ide untuk mencari sesuatu yang selama ini
Tan's POVPagi pun tiba, seperti yang sudah aku bicarakan dengan Ares semalam, saat ini aku, May, dan juga Ares duduk di ruang tengah untuk membicarakan tentang Sin."Jadi, apa yang ingin kakak bicarakan padaku?" tanya May."Ini tentang Sin.""Sin? Ada apa dengannya?""Sin meninggal bukan karena bunuh diri, May," sahut Ares."Maksudnya? Aku tidak mengerti.""Benar, Sin meninggal bukan karena bunuh diri. Dia dibunuh, May. Sin dibunuh," jelasku."APA?" May terkejut. "Siapa yang tega membunuh Sin," ujar May dan dia menangis."Apa kau mengenal Sam?" tanya Ares sambil menenangkan May."Sam? Aku sama sekali tidak mengenalnya.""Apa Sin tidak pernah bercerita tentang orang itu?" tanyaku."Tidak, dia tidak menceritakan apapun kepadaku. Hanya t
Setelah mengambil buku diary dan kotak-kotak yang entah isinya apa, Tan pun keluar dari kamar Sin dan menghampiri May juga Ares di ruang tengah."Bagaimana apa kau mendapat sesuatu?" tanya Ares."Buku diary dan beberapa kotak, mungkin bisa membantu," jawab Tan."Baiklah, mari kita lihat," ajak Ares."Bagaimana kalau kita mulai dari buku diary Sin? Biar aku yang membacanya," usul May dan mereka mengangguk tanda setuju.May mulai membuka buku diary berwarna biru langit itu. Di dalamnya ada gambar-gambar unik dan lucu, juga stiker bergambar kucing. Sin sangat menyukai kucing. May mulai membaca setiap halamannya."Aku sangat bahagia memiliki saudara yang menyayangiku, aku beruntung memiliki Kak Tan dan May."- 20 Februari 2021Tan dan May berusaha untuk menahan air matanya, mereka selalu ingat betapa bahagianya Sin saat bersama mereka be
Ares's POVSepertinya cinta memang datang padaku, tapi apa malaikat boleh merasakan jatuh cinta? Sepertinya tidak, malaikat tidak memiliki perasaan itu.Aku masih duduk di sini bersama May dan juga Tan, kami masih membaca buku diary Sin. Banyak hal-hal aneh terjadi setelah Sin mengenal Sam. Apa mungkin cinta membutakan segalanya?Aku tahu Sam, Sam bukan orang yang seperti Sin pikirkan. Aku memang tidak memberitahu May dan Tan tentang siapa Sam. Tapi, walaupun Sam memang orang yang mungkin kurang baik. Sam begitu karena dia takut, dia memiliki masa lalu yang buruk. Sam hanya ingin dicintai, tapi tidak untuk mencintai."Bagaimana rasanya mencintai dan dicintai seseorang?" tanyaku pada May dan Tan.Aku menatap lurus ke depan, aku tidak mengerti tentang semua itu. Aku hidup tanpa perasaan, aku tidak tahu cinta seperti apa. Bahkan, aku tidak mengerti apa-apa."Bahagia, sakit, dan tentu saja sedih," jawab Tan."Kenapa begitu?" tanyaku.
"Memangnya kau mencintai siapa, Ares?" tanya May."Sudahlah, May. Biarkan Ares menenangkan hati dan pikirannya dahulu. Jika, dia sudah siap, dia pasti akan menceritakan semuanya ke kita," sahut Tan."Iya, aku pasti akan menceritakannya dan akan mengungkapkannya," kata Ares mengiyakan."Benar juga, ya sudahlah. Sekarang, kita lanjutkan membaca diary Sin." May mengikuti kata Tan dan Ares."Sampai dimana kita tadi? Ares membuat kita melupakan semuanya," canda Tan."Ya aku minta maaf, aku sangat penasaran tadi. Kalau tidak salah, kita sudah membaca sampai memiliki perasaan yang sama, dan aku pikir mereka saling mencintai," ujar Ares."Oke, aku akan melanjutkannya," sahut May."Hari-hariku menyenangkan."- 28 Maret 2021"Sin bahagia bersama Sam," celetuk May."Mereka tidak sepenuhnya bahagia, ada