Share

ANSEN Menantu Naga Merah
ANSEN Menantu Naga Merah
Author: Prince Janssent

Bab 1

"Plak" Anaya menampar Rean adik kandungnya sendiri. Wajahnya merah membara, Anaya menatap Rean dengan sangat sedih.

"Kau,.....Kau! Kau menamparku aku demi bajingan itu!" Rean berkata dengan terbata-bata, matanya nanar menatap Anaya.

"Sudah kukatakan berapa kali! Jangan pernah memanggil abang iparmu sembarangan!" Anaya menjerit dengan sedih.

"Hei, Kenapa kalian berdua ribut-ribut? Anaya, Kenapa engkau menampar adikmu sendiri?" Seorang wanita paruh baya datang mendekat, Dia adalah Marina; Ibu kandung Anaya.

"Ibu, Kakak menamparku hanya karena bajingan itu!" Rean berkata dengan sangat sedih.

"Ibu, Aku hanya,.....!"

"Plak,....!"

Belum selesai Anaya berbicara kepada ibunya, tiba-tiba ibunya menamparnya.

"Anaya,...Apakah terasa sakit? Katakan apakah sakit anakku? Itu tidak seberapa dibandingkan dengan sakit yang kami rasakan, Apa yang kami lihat setiap hari?" Marina berkata dengan mata berkaca-kaca.

"Kau memperjuangkan suamimu, Kau selalu membelanya! Sekarang katakan apa yang dilakukannya, Dia hanya bermalas-malasan seharian! Dia juga kasar dan sering memaki-maki dirimu!" Marina menyambung ucapannya dengan sangat sedih.

"Tolong segera kau ceraikan dia, Kumohon jangan kau siksa kami anakku! Ibu mohon anakku, Huhuhuhuhuhu!" Marina berkata dengan menangis sesunggukan. Anaya kemudian berlari ke dalam kamar tidurnya dengan suara tangisan yang kencang.

Wajah Ansen berkaca-kaca dengan sangat sedih, Ansen tidak percaya Anaya membelanya mati-matian. Ansen menguping mereka tadi dan mendengar semua keributan itu.

Ansen memang sengaja bertingkah laku tidak baik, Ansen hanya bermalas-malasan dan tidak mau bekerja. Ansen juga sangat kasar kepada Anaya, dan selalu membentak serta memaki-maki Anaya.

Siapapun orangtua dan saudara kandung pasti murka dengan perlakuan Ansen. Yang membuat mereka semakin geram, Ansen juga tidak hormat dan sopan kepada mereka semua.

Ansen langsung kembali ke tempat tidur dan berpura-pura masih tidur. Anaya masuk kekamar tidurnya lalu duduk di depan meja rias sambil menangis tersedu-sedu.

Anaya memanggil-manggil kakeknya, "Kakek, Kakek! Kenapa engkau begitu yakin dan percaya kepada Ansen, Huhuhuhuhu!"

Entah kenapa Ansen ingin segera memeluk Anaya, sesuatu di hatinya tumbuh bergejolak. Ansen membatin dalam hati, "Maafkan aku Anaya!"

Ansen memang menginginkan Anaya menceraikan dirinya, sehingga Ansen akhirnya bisa pergi dari sini. Ansen belum siap untuk menjadi suami, apalagi nanti memiliki seorang anak. Ansen masih ingin menikmati hidupnya, Ansen masih ingin bebas.

Anaya masih menangis sesunggukan, namun tiba-tiba Dia mendengar suaminya akan bangun. Anaya cepat-cepat mengusap air matanya dan segera memasang wajah ceria. Lalu segera menyapa Ansen dengan gembira, "Suamiku, Sudah bangun yah! Ayo kita sarapan, ini sudah jam 9 pagi suamiku!"

"Hei, Jangan sok mesra! Sudah kukatakan berapa kali, Aku tidak pernah mencintaimu! Sekarang ambilkan sarapanku, Cepattt!" Ansen membentak Anaya dengan sangat kuat.

"Oh iyah suamiku, Kalo begitu sebentar yah!" Anaya menjawab dengan tetap tersenyum, seperti tidak ada masalah apa-apa barusan.

Anaya bangkit lalu segera berlalu, Ansen memandangi kepergiannya dengan sangat heran. Ansen sudah semua hal buruk kepada Anaya, Ansen berharap Anaya tidak tahan lagi dan kemudian mengajak pisah darinya.

Tapi entah apa yang ada dalam pikiran Anaya, Dia tidak terpengaruh sedikitpun. Anaya bahkan tidak terganggu dengan semua perangai dan ucapan-ucapan kasar serta kemarahan Ansen.

Anaya lalu turun dari tangga, saat melewati meja makan semua orang yang ada disitu menatapnya tajam. Disitu ada Wiradi; Ayah Anaya, kemudian Marina; Ibu Anaya dan kedua adik kembar Anaya; Rico dan Rean.

"Kak, Apakah bajingan itu kembali memarahimu?" Rico berkata dengan sorotan mata tajam.

"Rico, Sudah berapa kali Kakak ingatkan! Kau juga harus sopan padanya!" Anaya menjawab adiknya dengan lembut.

"Sopan! Aku saja ingin membunuh bajingan itu!" Rico berkata dengan sangat kesal.

"Ricoo!!!" Anaya berteriak mulai marah.

Ansen kembali menguping mendengarkan semua percakapan mereka, Ansen juga bingung dengan keputusan Anaya yang masih saja tetap membelanya.

Saat ini justru Ansen yang sudah hampir putus asa, melihat sikap Anaya yang tetap tidak berubah. Ansen ingin mencoba memukul Anaya, tapi tatapan mata Anaya membuatnya tak sanggup melakukannya.

Ansen juga mulai membuat masalah dengan seluruh keluarga besar Anaya, Ansen sangat kasar dan tidak pernah sopan kepada kedua orangtua Anaya. Begitu juga kepada kedua adek kembar Anaya, lebih sering mereka hampir berkelahi.

Ansen juga sangat dingin kepada Anaya, Ansen tidak pernah mesra Anaya. Ansen selalu cuek dan tidak mempedulikan Anaya. Bahkan Ansen tidak pernah mau menyentuh Anaya sedikitpun, malah mengejek Anaya dengan mengatakan tidak menarik dan banyak kata-kata ejekan lainnya.

Ansen sekarang berpikir dalam hatinya, "Apakah Anaya gadis senaif itu! Atau Anaya benar-benar gadis bodoh!"

Ansen berpikir dengan sangat keras, tiba-tiba Ansen tersenyum kegirangan, "Hebat, Ide yang luar biasa! Kali ini Anaya pasti akan menceraikan aku!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status