Beberapa hari Arya harus mendapatkan perawatan, mengingat luka dalam akibat dari latihan yang dia lakukan.
Lagi pula orang tua yang bersamanya sudah mengetahui, kalau hal itu memang akan terjadi.
Setiap kali seseorang ingin berkembang atau meningkatkan kemampuannya, sudah pasti memiliki resiko besar.
Maka tidak heran, kalau Arya harus mengalami hal demikian.
Apalagi Arya melakukan latihan dalam tahap penaklukan energi petapa yang terdapat di dalam tubuhnya.
Selain mendapatkan luka dalam, kematian juga mengintai kehidupannya.
Meskipun demikian, Arya tetap bertekad melewati latihan tersebut demi menumpas keangkaramurkaan.
Namun sebelum memulainya kembali, terlebih dahulu Arya harus sembuh dari luka yang dideritanya.
Sesampainya di goa, si kakek langsung menumbuk beberapa dedaunan untuk di jadikan ramuan.
Lalu kemudi
Jika anda menyukai karya ini, bantu vote yah. Jangan lupa tinggalkan komen.
Kau mau mencoba mengancam ku? hahaha, aku tidak takut sama sekali."Belum selesai percakapan di antara keduanya, Arya terbangun dan otomatis keluar dari alam bawah sadarnya.Rupanya si kakek adalah dalang di balik semua itu, dia menyadari kalau sesuatu sedang terjadi terhadap Arya."Anak Muda! apa kau baik-baik saja?" terka si kakek merasa khawatir.Bagaimana tidak, sedari tadi dia mencoba membangunkan Arya dari tidurnya. Namun Arya seolah tidak mendengar, dan mengigau tidak jelas."Ti-tidak Kek," jawab Arya masih sedikit merasakan sakit.Ingin mengetahui secara jelas apa yang Arya alami, lantas si kakek bertanya,"apa yang sebenarnya terjadi?"Arya yang sebenarnya sadar tidak sadar, hanya menjawab sesuai dengan apa yang baru saja dia alami.Alangkah terkejutnya si kakek, saat mengetahui ada kejadian semacam itu di alam bawah sadar seorang pemuda.Biasanya hal itu hanya akan terjadi pada pendekar kelas atas ya
"Tidak penting siapa itu, yang pasti aku harus segera membawa Arya pergi," gumam si kakek seraya membawa tiga kelinci bakar.Namun belum juga beranjak, empat orang brandal menyergap si kakek tepat dari arah depan."Hahahaha, mau kemana kau Kakek?" sergah salah satu dari keempat berandal tersebut."Jangan harap kau bisa pergi tanpa cacat sedikitpun," sambung laki-laki berkepala plontos itu.Si kakek hanya diam tidak mengerti. jangankan punya masalah, bertemu dengan mereka saja baru pertama kali."Tunggu, apa aku pernah melakukan kesalahan terhadap kalian?" tanya si kakek memastikan."Jelas kau salah, karena berada di sekitar tempat persembunyian kami," balasnya.Mungkin mereka tidak mau tempat persembunyiannya ada yang mengetahui, dan keberadaan si kakek jelas menjadi ancaman tersendiri.Ditambah lagi mereka berpikir kalau si kakek akan membocorkan keberadaan mereka di hutan tersebut.Oleh karena itulah mereka hendak meng
Benda bilah tajam tidak hentinya mengarah pada tubuh seorang kakek tua di tengah hutan, mengusung nafsu pengguna tanpa rasa belas kasihan.Amarah tampak jelas tersorot tajam dari dua mata, tidak hentinya mencari satu kesalahan lawan di hadapan.Alangkah buruknya niatan seorang pemuda, ingin segera melenyapkan si tua sebelum waktunya.Sebaliknya tidak peduli seberapa keras musuh mencoba, seorang kakek tua terus menyeringai enggan mendapat sayatan.Tanpa disadari, upaya si kakek ternyata semata menguras energi si kepala plontos, guna membuatnya kalah dengan kelelahan.Sejauh ini upayanya itu berhasil, hingga membuat nyawanya masih terjaga pada raga yang sudah mulai tua."Anak muda, kalian cukup hebat. Sayang jika kemampuan bertarung kalian hanya digunakan untuk hal seburuk ini," celetuk si kakek.Bukannya mendengarkan, si kepala plontos malah merasa lebih marah lagi.Namun seolah menunjukkan pribadi yang berbeda, si kakek dapat m
"Kenapa kalian masih mengikuti saya?""Maaf, beginilah layaknya murid terhadap seorang guru," jawab si kepala plontos yang sekarang di kenal dengan nama Katimus.Walau mereka sudah menyatakan diri sebagai murid si kakek, tetap saja hati kecil si kakek merasa khawatir.Karena bukan tidak mungkin kalau mereka hanyalah berpura-pura, demi menemukan tempat Arya.Oleh karena itulah si kakek masih sedikit ragu, dan kembali ke goa dengan penuh kehati-hatian.Bagaimanapun keselamatan Arya adalah hal yang paling utama, maka dari itu tidak boleh ada satupun kesalahan."Guru, sepertinya ada hal yang anda khawatirkan. Bolehkah kami mengetahuinya?" tanya Katimus."Tapi maaf Guru, jika pertanyaanku lancang," sambungnya.Masih menaruh sedikit curiga, si kakek enggan menjawab pertanyaan tersebut."Tidak ada apa-apa," elak si kakek menyembunyikan sesuatu.Tidak berhenti sampai di situ, si kakek meminta mereka hanya menunggu d
Percaya atau tidak, si kakek mulai berharap kalau keempat murid barunya dapat bekerja sama dengan baik.Selain itu, si kakek juga berniat menguji seberapa kuat mental mereka kalau dipaksa berjaga siang dan malam."Guru, mengapa kau melakukan semua ini hanya untuk orang yang bahkan tidak jelas asal-usulnya?" tanya Katimus."Kau salah Katimus, aku justru memiliki firasat kalau dia akan menjadi pendekar paling kuat di masa depan kelak," tandas si Kakek."Suatu saat nanti, mungkin aku pun tidak akan sanggup menghadapinya," sambungnya.Lantas si kakek menanyakan sejauh mana perkembangan para penguasa, saat mengetahui kabar kematian Gurah Nana.Seketika Katimus menjelaskan, kalau keadaan baik-baik saja berkat siasat Suro Barong kala itu.Bahkan kabar mengenai pengangkatan Suro Barong menjadi tangan kanan Adipati, tidak luput dia utarakan."Bagai
Sebelumnya memang sudah diperingatkan, kalau Arya tidak perlu memaksakan.Namun karena dia bersikeras, akhirnya tubuhnya tak kuasa lagi menahan kelelahan sampai membuatnya jatuh tersungkur."Tidak Kek, mungkin aku hanya lelah saja.""Sudah ku bilang jangan memaksakan, sekarang lebih baik kau istirahat.""Baik, Kek."Bersamaan dengan hal itu, Katimus meminta tiga rekannya yang lain untuk mencari persediaan makanan.Bagaimanapun perut yang kosong hanya akan membuat latihan terhambat, parahnya lagi mereka bisa saja ambruk kekurangan asupan makanan."Terima kasih, Katimus," ujar si kakek merasa terbantu dengan keberadaan empat muridnya."Justru kami yang harus berucap demikian, karena anda sudah menerima kami sebagai murid," tandas Katimus.Sembari beristirahat, Arya kembali meminum ramuan guna menjadikan tubuhnya semakin puli
"Peduli setan dengan sumpah kalian, bagiku yang terpenting adalah kepingan emas.""Baiklah. Jika memang itu sudah menjadi keputusanmu, kami akan kembali," sahut Ruyung sembari berbalik.Garung yang sepertinya tidak puas akan pilihan Ruyung juga satunya, mencegat mereka dengan raut wajah kesal.Selian itu, Garung juga mengeluarkan pedang seolah bersiap menghabisi dua orang tersebut.Tanpa aba-aba, Garung mengayunkan pedang tepat ke arah leher Ruyung. "Kau harus mati!" ucapnya dengan sorot mata tajam.Mendapati benda bilah tajam menempel pada lehernya, Ruyung hanya diam penuh ketenangan."Benar, lebih baik aku mati daripada harus mengkhianati rekan sendiri," balasnya."Kalau begitu, matilah!" teriak Garung."Hiaaaat!""Blubh."Sesaat sebelum pedang itu berhasil menebas leher Ruyung, Garung terjatuh akibat tendangan Rondang."Cuih, sialan kau Rondang! apa kau juga ingin mati?" geram Garung.
Karena bukan tidak mungkin, kalau Garung sudah mempersiapkan berbagai hal demi mendapatkan kepingan emas sebagai imbalan."Apa kau sudah tidak sanggup?" terka si kakek mendapati Arya bersandar pada salah satu pohon besar.Dari raut wajah serta keringat yang bercucuran saja sudah terlihat, kalau Arya memang tidak akan dapat melanjutkan perjalanan lebih jauh lagi.Demi membuktikan kesetiaan, Katimus mengajak Ruyung untuk membopong Arya bersama-sama."Tinggalkan saja aku seorang diri," ucap Arya tidak mau menyusahkan orang lain."Mana mungkin kami bisa melakukan hal seburuk itu, bukankah kita sudah menjadi saudara sejak menjadi murid Guru?" balas Katimus meyakinkan.Arya tersenyum lega, kalau ternyata ketiga murid si kakek tidak seburuk yang dikira.Meskipun perjalanan mereka sedikit melambat, setidaknya masih bisa memperjauh jarak dari tempat sebelumnya.Ditambah lagi beberapa jebakan sengaja di buat, guna menghambat siapapun yan