Share

BAB 5

Helsa menggeliat kecil dalam tidur, kelopak matanya perlahan terbuka. Pemandangan di depan ini membuatnya tersenyum kecil, wajah Akmal terlihat damai dalam tidur. Dengan jemari lentiknya, dia meraba rahang tegas itu. Akmal mirip seperti mamanya, mata dan juga bentuk wajahnya sama persis.

Akmal sudah mulai terganggu dengan aksi Helsa yang terus menangkup wajahnya. Lihat bagaimana netra keduanya bertemu, Helsa tampak memperhatikannya dengan seksama. Akmal tersenyum samar, tangannya mempererat pelukannya pada pinggang kekasihnya. Lebih dekat, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

Pemuda itu mengerjap mata berulang kali, kepalanya terasa pusing akibat alkohol semalam.

"Mau aku buatkan mie instan?" tawar Helsa. Gadis itu cukup tahu bahwa biasanya orang yang baru sadar dari mabuk akan lebih nikmat jika memakan sesuatu pedas, misalkan mie instan.

"Boleh," jawabnya senang.

"Tapi masih pagi banget, Al," keluh Helsa. Ya, jam baru menunjukkan pukul lima pagi. Entah mengapa keduanya bangun secepat ini.

"Ya udah."

"Ya udah apa?" tanya Helsa bingung.

"Lanjut tidur."

"Nggak, udah pagi," sergah Helsa.

"Aku mau nanya, boleh?" tambah Helsa.

"Apa sayang?"

"Kenapa segala sesuatu kamu harus pakai alkohol? Maksud aku apa nggak ada cara yang bisa atasi masalah kamu?" tanya Helsa.

"Maaf, sayang."

"Al, alkohol nggak bisa selesaikan masalah sekecil apapun itu. Kamu bisa cerita ke aku," tutur Helsa lembut.

"Apa nanti aku masih bisa cerita ke kamu, kalau penyebabnya adalah kamu sendiri?" Akmal bertanya, tatapannya begitu sendu.

Helsa tidak mengerti apa maksud lelaki itu, dia mengubah posisi bersandar pada kepala ranjang.

"Sa, jawab!" desak Akmal.

"Al, kamu ngomong apa sih!"

"Kamu tahu aku selalu takut. Setiap aku terbangun dari tidur aku selalu memastikan keberadaan kamu, aku ngeliat chat terakhir kita, apa baik-baik saja?"

Akmal memejamkan matanya, "kamu cuma milik aku."

"Kamu bisa janji nggak bakal pergi kan, sayang?" Akmal terus memastikan.

"Iya, kita bakal sama-sama terus," ucap Helsa bersungguh-sungguh.

Begitulah Akmal. Ketakutan akan kepergian Helsa selalu menghantuinya. Setiap hari dia akan selalu bertanya mengenai perasaan gadisnya itu, apakah Helsa bosan padanya? Apakah Helsa masih mencintainya?

***

Suasana SMA Harapan pagi itu sangat ramai. Kepala sekolah dan guru sedang mengadakan rapat persiapan ujian akhir semester nanti. Para muridnya berhamburan memenuhi halaman sekolah, ada yang ke kantin, bermain futsal, berpacaran, dan masih banyak lagi.

Sepasang remaja baru memasuki gerbang sekolah, vespa black matte itu melaju pelan masuk parkiran sekolah. Hari ini memang bebas. Akmal dan Helsa sengaja datang agak siang.

Baru hendak menanggalkan helm, Kevin datang terburu-buru dari arah lapangan basket, lelaki itu terlihat panik.

"Lo kenapa?" tanya Akmal

"Billy," sebut Kevin.

"Kenapa lagi si brengsek itu?"

"Dia nyariin lo, Al. Katanya kalau lo nggak datang sekarang, dia bakal serang sekolah," terang Kevin.

"Al..." Helsa mencekal lengan kekasihnya, menggeleng keras agar dia tidak kemana-mana. Helsa takut akan berakhir baku hantam.

"Sa, kali ini aja," pinta Kevin, "gue jamin Akmal nggak berantem."

Helsa beralih memandang Akmal, mencari kepastian bahwa Akmal tidak akan adu otot dengan musuhnya itu.

"Kamu ikut aku," kata Akmal. Helsa mengiyakan saja, lebih baik juga jika dia turut serta bertemu Billy. Akmal tidak akan berani macam-macam jika ada dia disana.

Mereka melangkah ke arah gerbang belakang sekolah, dengan Akmal yang terus menggenggam tangan Helsa. Disana ada beberapa anak Bunga Bangsa yang datang bersama si pengecut Billy, lelaki itu menyeringai tajam ketika mendapati Akmal datang.

"Langsung ke inti, lo mau apa dari gue?" tanya Akmal pada Billy.

Billy tertawa mendapati Helsa yang terus disamping musuhnya itu.

"Lo cewek ngapain kesini? Mau melindungi cowok lo yang banci ini?"

Merasa tidak ditanggapi Helsa, Billy melempar pandangan pada Akmal. "Gue denger lo dikeluarin dari sekolah?"

"Bukan urusan lo!" ketus Akmal.

"Helsa, hati-hati kalau Akmal pindah sekolah," peringat Billy.

"Lo mau mencoba racuni pikiran cewek gue? Lo salah!" tukas Akmal.

"Siapa yang nggak tahu Akmal Malik? Cowok brengsek, penjahat selangkangan," ujar Billy.

Akmal menggeram tertahan, Helsa terus mencekalnya.

"Waktu gue cuma buat Helsa. Gue nggak punya waktu buat ladenin SAMPAH kayak lo! " tukas Akmal.

"Oh ya? Gimana kalau misalnya gue panggil Sheren kesini, dan ceritakan semua tentang lo berdua. Apa waktu untuk kekasih sialan lo ini masih ada?"

Billy mendekat pada Helsa, dan berbisik pelan dekat telinga gadis itu. "Cowok lo player, hati-hati." Belum selesai, Billy memandang Helsa dari ujung sepatu hingga rambutnya. "Atau mungkin Akmal udah nyentuh lo lebih?"

PLAK!!!

Semua mata memandang Helsa, termasuk Akmal yang tidak menyangka Helsa akan melakukan itu pada musuhnya. Satu tamparan, ehm ralat, lebih tepatnya Helsa membogem wajah Billy. Lelaki itu tertawa, memegang pipinya yang terasa sakit.

"Mulut sampah lo itu harus dikasih pelajaran!" teriak Helsa.

"BERANI LO SAMA GUE?" Billy berteriak kencang di wajah Helsa.

"BRENGSEK!" Akmal memukul Billy dengan brutal, meskipun Billy membalasnya, namun tenaga lelaki itu terkalahkan. Akmal mendominasinya.

Lihat bagaimana teman-temannya mundur satu persatu dari sana, meninggalkan Billy yang terus dihajar Akmal habis-habisan.

"BERANI LO TERIAKIN CEWEK GUE?"

Semakin kencang, Akmal tidak membiarkan Helsa menahannya.

"AKMAL, UDAH!! STOP!! BILLY BISA MATI!!"

Akmal tidak menghiraukan kekasihnya, dia tidak mengampuni lelaki brengsek itu. Pukulan demi pukulan diterima Billy, lelaki dengan seragam pramuka itu hampir hilang kesadaran kalau saja Helsa tidak menghalangi tubuhnya.

"AWAS, HELSA!"

"NGGAK, AKMAL! BILLY BISA MATI, STOP!!"

"KALAU DIA KENAPA-KENAPA, KAMU YANG BAKAL DISERET KE TAHANAN!"

Emosinya meredah, Akmal menahan kepalan tangannya ketika Helsa menyebut nasibnya jika terjadi sesuatu pada Billy. Bahkan sekarang bisa saja dia dilaporkan atas tuduhan penganiayaan. Benar kata Helsa, dia bisa menjadi tahanan polisi jika Billy mati atau sekarat.

Melihat Akmal yang sudah mulai tenang, dengan cepat Helsa berbalik menghadap Billy. Raut wajah terlihat panik melihat lelaki itu sudah tidak berdaya.

"Gue anterin lo ke rumah sakit."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status