Dua minggu setelah pertengkaran hebat antara Akmal dan Billy, Helsa sama sekali tidak menunjukkan wajahnya pada Akmal. Pembicaraan mengenai masa lalu Akmall dan Sheren membuatnya bingung harus apa.
Helsa ingin bertanya, namun enggan sakit hati.
Sekarang dia menjaga jarak dari Akmal, dia tidak keluar kelas sama sekali. Masih terlalu banyak yang disembunyikan oleh Akmal.
Selama dua minggu ini Akmal terus mendatangi rumah Helsa, meminta maaf pada kekasihnya, namun kebungkaman yang dia dapati.
"Sa, dicariin sama Akmal. Temuin dia, jangan kayak gini," ujar Citra penuh ibah.
Helsa menggeleng keras, "nggak Cit."
Belum sempat Citra membalasnya, mereka dikagetkan dengan Akmal yang datang dan duduk tepat pada kursi milik Ranaya yang sekarang sedang asyik jajan diluar.
"Citra, gue mau ngomong sama Helsa," kata Akmal seolah meminta Citra untuk meninggalkan keduanya.
Citra paham, dan segera beranjak dari sana. Ruang kelas itu tampak sepi, hanya ada beberapa murid disana. Sahabat-sahabat Helsa sedang asyik makan di kantin.
Helsa tak membuka suara sedikitpun, pandangannya lurus ke depan. Akmal mendesah berat, dia tahu Helsa marah padanya. Sudah dua minggu juga mereka tidak pulang bersama.
"Sa, jangan kayak gini terus," tegur Akmal.
Posisi duduknya menghadap Helsa yang berada di dekat tembok. Gadis itu masih diam.
"Aku minta maaf," ucap Akmal tulus.
"Aku nggak tahu mau ngomong apa, aku bingung, Al." Helsa mulai membuka suaranya, "disisi lain aku pengen tahu tapi disisi lain aku takut jawabannya buat aku sakit."
"Sa, aku nggak ada apa-apa sama Sheren. Dulu memang aku pernah dekati dia, kamu tahu banget saat pertama kali aku mau deketin kamu, rumor menyebar kalau aku pacaran sama dia. Aku deketin Sheren karena aku tahu Billy suka sama dia, aku hanya mau manas-manasin si brengsek itu, " kata Akmal.
Akmal mendengus pelan, "Billy mau hancurin aku makanya dia ngomong seperti itu sama kamu, karena dia tahu kelemahan aku ada di kamu."
"Terlalu banyak yang kamu sembunyikan dari aku," pungkas Helsa, "dua tahun."
"Nggak ada yang aku sembunyikan selama itu, Sa. Percaya sama aku," pinta Akmal dengan mata memohon.
"Kita break dulu."
Akmal mendelik tidak percaya, selama berpacaran belum ada kata itu dalam hubungan mereka.
"Nggak! Aku nggak mau," sebut Akmal, "kamu mau pergi dari aku? Nggak bisa!"
"Aku mau nenangin pikiran, aku mau bareng teman-teman aku," timpal Helsa dengan kesal.
"AKU BILANG NGGAK, YA NGGAK BOLEH!" Suaranya meninggi, mengejutkan murid didalam kelas itu. Akmal mencengkram lengan Helsa, membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Al, kamu kasarin aku," ujar Helsa menahan sakit.
Akmal melepas cengkramannya, matanya tidak lepas dari Helsa. Dia merapatkan kursi agar lebih dekat dengan Helsa.
"Aku bisa lebih kasar kalau kamu nggak nurut," bisiknya.
"Kamu bukan Akmal," tanda Helsa, dia seolah tidak takut menatap lelaki dihadapannya sekarang. "Aku nggak pernah kenal sama cowok yang nyakitin pacarnya."
Akmal seakan tertampar dengan ucapan Helsa barusan, matanya mengerjap beberapa kali, seperti tersadar dari kelakuannya.
Helsa meramas ujung seragam lelaki itu, matanya berkaca-kaca, dengan perasaan kacau itu dia menangis di sandaran dada Akmal. Tangisan kecil itu membuat Akmal terenyuh, didekapnya gadis itu ke dalam pelukannya.
"Maaf, Helsa. Aku hanya emosi," ucapnya.
"Ada drama apa lagi ini?" tanya Ranaya yang baru saja tiba dengan lainnya.
"Lo apain teman kita, Al?" lanjut Ranaya sedikit kesal.
"Ray..." tegur Citra, dia menarik lengan baju gadis itu.
Dari antara sahabat-sahabat Helsa, hanya Ranaya uang berani menentang Akmal, hanya gadis itu yang selalu bersikap kurang ajar pada lelaki itu.
"Kalian sudah baikan?" tanya Diandra dengan polosnya.
"Bisa keluar sebentar, gue belum selesai sama Helsa," ketus Akmal.
"Cabut guys!" perintah Ranaya.
***
Helsa merebahkan tubuh lelahnya diatas ranjangnya. Sepulang dari sekolah, dia langsung pulang bersama Akmal. Ya, mereka sudah baikan. Akmal meminta maaf padanya karena sedikit kasar, dan Helsa memberi maaf.
Selalu. Akan selalu seperti itu. Sampai kapan? Ya, setiap orang punya titik lelah sendiri.
Dering ponselnya membuyarkan pikirannya, sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal menarik perhatiannya.
085237xxxxxx : Hai, sampai jumpa di semester depan. I miss you.
Helsa menyerngit, nomor ponsel siapa ini? Dengan rasa penasarannya, dia menghubungi nomor tersebut. Sayangnya, tidak aktif.
"Siapa?" gumamnya. Beberapa menit larut dalam pikirannya, sebuah pesan masuk lagi. Dengan cepat Helsa membuka room chat tersebut.
Papa : Malam ini papa sama mama pulang. Papa juga mau ketemu sama pacar kamu, mama sudah banyak cerita tentang laki-laki itu. Malam ini juga, Cha.
Helsa menggigit bibir bawahnya, pesan itu mempunyai aura sakral tersendiri. Bagaimana jika papanya tidak menyukai Akmal seperti mamanya? Apalagi Renata sudah menceritakan tentang Akmal pada suaminya.
Dengan cepat dia mengirim pesan untuk Akmal, agar lelaki itu bisa menyiapkan mentalnya. Akmal harus lebih berhati-hati pada papanya.
***
Mine : Nanti malam ke rumah. Papa mau ketemu kamu.
Akmal melepaskan gitar dari pangkuannya. Pandangannya lurus ke depan setelah mendapat pesan dari Helsa.
Arjun dan lainnya memperhatikan wajah Akmal yang berubah pucat, permainan gitarnya turut berhenti.
"Kenapa, man?" tanya Arjun. Akmal menunjukkan pesan itu pada mereka semua.
"Bagus kalau papanya Helsa mau ketemu sama lo," ujar Arjun.
"Lo takut, Al?" tanya Kevin.
"Gue cuma belum siap," tandasnya.
"Apa sih yang lo pikirin?! Ini udah waktunya buat lo bilang sama mereka kalau lo serius sama Helsa. Apalagi sama mamanya," tukas Ando.
"Nggak segampang itu, An. Kalian tahu latar belakang keluarga gue gimana."
Arjun mendengus, "terlahir sebagai anak broken home bukan karena kemauan lo. Lagian Helsa selalu bahagia sama lo, dia nggak pernah minta lebih sama lo. "
"Helsa berasal dari keluarga berada, terhormat. Sedangkan gue, jangankan seperti itu, orang tua bahkan nggak ada," kata Akmal sedikit kecewa.
"Kalau lo berpikir kayak gitu, kenapa nggak dari awal lo putusin dia?! Man, lo udah terlalu jauh sama Helsa," peringat Naufal yang sedari tadi diam.
"Gue bahkan berpikir lo udah nyentuh Helsa lebih," tambah Nauval.
Akmal terdiam, pikirannya sekarang adalah Helsa akan kecewa jika dia tidak datang. Dan jika dia tidak datang menemui papanya Helsa, orang tua itu akan berpikir bahwa Akmal pengecut.
Tidak. Akmal bukan tipe seperti itu. Apapun resikonya, dia akan pergi malam ini untuk menemui orang tua dari kekasihnya.
"Gue datang malam ini," finalnya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Helsa turun dari kamarnya dengan celana jeans selutut dan baju berlengan pendek. Dia sedikit gugup saat mendapati papa dan mamanya tenga duduk di ruang keluarga.
Yuda sibuk sekali dengan laptopnya, sedangkan Renata terlihat sedang mengobrol via telepon dengan seseorang.
"Malam, pa," ucap Helsa.
"Malam sayang," balas Yuda, matanya tetap tertuju pada laptop.
"Mama ngomong sama siapa?" tanya Helsa.
"Dokter Adryan," sebut Yuda.
"Dokter jantung papa?" Helsa memastikan.
"Bukan sayang. Dia dokter hematolog, sekaligus dokter keluarga kita," jawab Yuda.
"Bukannya dokter keluarga kita, dokter Erna?"
"Papa dan mama memutuskan untuk pindah," ujar Yuda.
Helsa mengangguk paham, mungkin ada sesuatu yang mengharuskan mereka mengganti dokter keluarga.
Setelah menunggu beberapa saat, deru motor yang sangat Helsa kenali terdengar memasuki pekarangan rumahnya.
"Pa, Akmal datang."
Dengan cepat, gadis itu melangkah keluar untuk menyambut kedatangan Akmal.
Helsa tersenyum senang, malam ini lelaki itu sangat berbeda. Dia sangat rapi.
Akmal memeluk Helsa, mendaratkan satu kecupan singkat pada kening gadis itu. "Papa sama mama kamu?"
"Nungguin kamu di ruang tengah, ayo masuk." Helsa segera mengajak Akmal menemui orang tuanya.
Dari jarak yang dekat, bisa dilihat dua orang yang menatap Akmal. Renata dengan tampang tak suka, dan Yuda dengan tampang tersenyum ramah.
"Selamat malam, om-tante," ucap Akmal.
"Selamat malam, silahkan Duduk," balas Yuda.
Renata tidak membalasnya, wajahnya tekuk. Akmal tidak memperdulikan wanita paruh baya itu, dia sudah tahu bahwa Renata tidak menyukainya.
"Ana, tolong buatkan minum," seru Yuda pada mbak Ana.
"Jadi kamu yang namanya Akmal?" tanya Yuda.
"Iya om, saya Akmal."
Yuda mengangguk, pandangannya tidak lepas dari pemuda itu.
"Sudah berapa lama kalian pacaran?" tanya pria itu.
"Dua tahun pa," jawab Helsa.
"Iya, om." Akmal terlihat santai, namun nyatanya jantung didalam tubuhnya berdetak tak karuan.
"Dan selama itu tanpa sepengetahuan saya," sindir Yuda.
"Maaf om. Bukan bermaksud menutupi semuanya, tapi kata Helsa, om terlalu sibuk untuk mengurus hal seperti ini."
"Maaf, pa." Helsa menyesalinya, memang dia selalu berbicara seperti itu.
"Setelah lulus mau lanjut kuliah dimana?" tanya Yuda pada Akmal.
"Saya dan Helsa sudah membuat planning untuk kuliah dan lulus bersama, om."
Yuda paham, matanya tertuju pada Renata yang tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
"Apa kamu juga akan ke Kanada bersama Helsa? Pasti kamu tahu bahwa anak saya akan melanjutkan kuliahnya disana," tanya Renata dengan nada sedikit angkuh.
"Mama..." tegur Helsa.
Renata memutar bola matanya malas, anak gadisnya selalu membela kekasihnya itu.
"Tidak masalah jika kami harus jauh, jika itu untuk masa depan Helsa."
"Memangnya kamu bisa pacaran jarak jauh, Helsa?" sindir Renata.
"Bisa. Helsa percaya sama Akmal," jawab Helsa penuh percaya diri.
Renata terkekeh, kenapa Helsa selalu percaya pada kekasihnya itu. Sungguh anaknya sudah dibutakan oleh cinta.
"Om melarang Helsa berpacaran," ujar Yuda tiba-tiba saja. Dan itu jelas mendapat tatapan kecewa dari Helsa.
"Dan sekarang om mau kamu menunjukkan keseriusan kamu," kata Yuda lagi.
"Maksud papa?" tanya Helsa.
"Buat papa yakin kalau Akmal memang pantas untuk kamu," jawab Yuda.
"Dan kamu, Akmal. Kamu tidak punya hak untuk mengatur Helsa, kalian baru berpacaran. Kalau terjadi sesuatu sama Helsa, kamu adalah orang pertama yang saya cari."
"Papa izinin Helsa dekat sama Akmal?" tanya gadis itu sekali lagi, dia ingin memastikan bahwa memang papanya mengizinkannya berpacaran.
"Jangan sampai diluar batas wajar," pungkas Yuda.
Hubungan Akmal dan Helsa semakin hari membuat banyak orang iri dan cemburu, semenjak mendapat izin dari Yuda, Akmal benar-benar memegang amanah itu. Walaupun Renata tidak menyukainya, Akmal tetap pada pendiriannya untuk terus bersama gadis itu.Waktu terus berlalu, dan sampailah pada hari yang sangat tidak disukai Helsa. Dilihat dari pelukan yang begitu erat seakan tidak ingin melepas, hari ini Akmal resmi dikeluarkan dari sekolah. Gadis bersurai panjang itu tampak sedih. Hari-hari di sekolah akan terasa berbeda bagi Helsa dengan tidak adanya Akmal."Nggak usah sedih." Akmal mengusap wajah murung Helsa, mencapit hidung mancung yang menjadi favoritnya.Helsa mengurai pelukan, "Kenapa nggak minta di skors aja sih?!""Kan aku udah bilang ini emang udah jalannya," pungkas Akmal.Dia menarik Helsa ke dalam pelukannya, lalu dikecupnya kening gadis itu. Seakan tidak peduli dengan banyaknya murid di parkiran sekolah, Akmal terus melakukan itu berulang kali
Helsa memandang jalanan rumahnya dari atas balkon kamar, ditemani segelas coklat hangat gadis itu menikmati dinginnya hujan malam ini.Satu bulan sudah Akmal pindah ke SMA Diaksa, dan selama itu juga Akmal tidak pernah menjemputnya. Akmal juga hanya membalas sangat singkat chat darinya.Apa mungkin Akmal sedang sakit?Helsa mendengus pelan, dia merindukan kekasihnya. Bahkan untuk berbicara via ponsel saja susah. Memang selama satu bulan ini pemuda itu disibukkan dengan latihan futsal karena September nanti akan ada pertandingan antar sekolah Menengah Atas.Entah bagaimana bisa kekasihnya sudah tergabung dalam team futsal sekolah barunya.Saat hendak masuk kembali ke kamarnya, suara klakson motor yang sangat dikenali menyeruak ke telinganya. Helsa memandang ke arah gerbang rumah, dan benar saja pemuda itu disana.Akmal basah-basahan diluar sana. Apa dia tidak memiliki mantel hujan?Terlihat pemuda itu melambaikan tangan pada Helsa. Den
Hari senin adalah hari malas-malasan bagi kebanyakan orang. Salah satunya adalah Helsa. Hari ini juga ia harus terlambat masuk sekolah dikarenakan pacarnya yang menjemput terlambat. Tidak mengikuti apel bendera, dan sebagai imbasnya tidak mengikuti jam pertama pelajaran. Helsa harus kemana jika seperti ini? Oh jelas saja ia harus ke perpustakaan, untuk apa berkeliaran di halaman sekolah disaat jam pelajaran seperti ini. Apalagi guru piket hari ini adalah pak Darwin. Perpustakaan sangat sepi, hanya ada salah satu stafnya yang sedang berjaga. Gadis itu berjalan menyusuri setiap baris rak buku yang menjulang tinggi, mencari novel yang bagus untuk dibaca. Helsa memang suka membaca novel. Satu novel bergenre fantasi sudah ada ditangannya, Helsa mengambil tempat dekat sudut perpustakaan. Gadis itu tampak sekali larut dalam bacaannya, sampai sebuah tangan menyodorkan coklat diatas lembaran novel. Dia cukup terkejut mendapati siapa pemilik coklat tersebut. Ja
Benci. Satu kata yang menggambarkan perasaannya beberapa tahun ini. Pandangan itu tidak luput dari gadis dihadapannya, seolah ingin menerkam sekarang juga. Senyum itu bukan yang diinginkannya, kebahagian tidak boleh gadis itu rasakan. Selalu berdecih jijik dalam diam setiap kali melihat kemesraan mereka.Suasana kantin SMA Harapan hari ini jauh dari kata ramai, jam istirahat sudah berjalan lima menit. Helsa dan kelima sahabatnya sudah asyik bercanda di kantin sembari menunggu bakmi pesanan mereka."Semalam Akmal ke rumah gue, Sa," ujar Bella."Ngapain?" dahinya mengkerut, Helsa ingin tahu."Dia mau jemput lo, cuma datangnya telat.""Oh gitu. Nggak sekolah dia hari ini," kata Helsa sembari menyeruput orange jus milik Ranaya.
Semenjak hari kemarin saat Helsa kehujanan di jalan, Akmal tidak pernah absen untuk pergi dan pulang bersama pacarnya, meskipun jam pulang dua sekolah itu sedikit berbeda, tidak pernah cowok itu melewati tugasnya.SMA Diaksa masih sepi, beberapa murid baru berdatangan. Parkiran sekolah pun sama sepinya seperti hati author. Saat hendak keluar dari sana, tangan halus mencekal pergelangan tangannya. Akmal tersentak saat mendapati Rania di belakangnya."Gue minta nomor ponsel lo," kata Rania dengan gaya angkuhnya."Mau ngapain?" sikap Akmal sangat dingin, dia tidak suka dengan perempuan agresif seperti Rania. Sejak malam pertemuan pertama mereka, Akmal selalu berjaga-jaga.Rania tersenyum jenaka, "mau pacaran.""Sinting." Akmal m
Perpustakaan SMA Harapan siang itu sangat sepi. Biasanya akan sangat ramai saat jam istirahat seperti ini. Setelah selesai makan, Helsa berpamitan pada sahabat-sahabatnya untuk ke sini. Seperti biasa, novel yang ia baca tempo hari belum selesai. Di setiap lorong yang disekat rak buku itu Helsa tidak menjumpai novel itu, padahal sudah disimpan pada tempatnya. Dengan berat hati, gadis itu membatalkan acar bacanya. Namun seseorang datang dan memberikan novel itu. "Lo suka novel bergenre fantasi?" tanya Dito. Ardito. Kenapa Helsa harus berhadapan lagi dengan dia? Dua hari yang lalu, Dito menitipkan tas Helsa pada Bella. Meskipun satu sekolah, Helsa tidak ingin bertemu dengan sosok yang satu ini. Gadis itu takut kalau sewaktu-waktu Akmal mengetahui keberadaan mantan pacarnya ini, apalagi Helsa tidak pernah menceritaka
Pagi sekali Akmal menjemput Helsa di rumah, seperti biasa mereka selalu berangkat bersama. Dalam perjalanan, hanya ada keheningan. Helsa dengan pikirannya, dan Akmal pun seperti itu, dia masih memikirkan perihal laki-laki yang membuat pacarnya menangis. "Al, kata Arjun, pembukaan piala bergilir Diaksa nanti sekolah kamu dan sekolah aku lawan ya?" tanya Helsa memecahkan keheningan. "Iya, futsal sama basket. Kamu nonton kan?" sahut Akmal. "Kalau aku nonton futsal, aku jadi dilema harus dukung siapa. Team yang satunya sekolah aku, yang satunya lagi ada pacar aku." Akmal terkekeh, "dukung sekolah kamu aja." "Kamu nggak apa-apa kalau nanti aku teriakin namanya Arjun atau yang lainnya?" tanya Helsa.
"HAPPY BIRTHDAY ECHA!!!" Suasana tengah malam ini begitu riuh di dalam kamarnya. Helsa yang memang belum tidur dibuat terkejut dengan kedatangan kelima sahabatnya, dan juga orang tuanya. Kedatangan Yuda dan Renata tidak diketahuinya. Helsa tertawa sembari menangis melihat kejutan yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Masalahnya dengan Akmal yang sudah tidak bertemu selama lima hari ini membuatnya sampai lupa bahwa hari ini ia berulang tahun. 05 Agustus. Hari kelahirannya, hari ini gadis itu memasuki usia ke tujuh belas tahun. Kedatangan mereka membuat Helsa merasa lebih baik. "Kok nangis anak Papa? Ayo dong kasih permohonan dan tiup lilinnya," ujar Yuda menyemangati peri kecilnya yang sudah beranjak remaja. Mengusa